Mobilnya di rem perlahan, membiarkan mobil box di belakangnya menyalip. Beberapa mobil juga ikutan.
“Lanjutkan.”
“Mungkin di sekitar perumahan nanti, entahlah.”
Beberapa saat setelah Bundaran Crosthwaite, mobil mereka agak di lambatkan. Tepat dari kedua mata melongo mereka menghadap sebelah kanan, birunya Danau Bassenthwaite. Tercium udara yang segar ketika kaca dibuka sedikit. Beberapa orang mengambil titik tertentu untuk dijadikan foto.
“Anda berpikiran yang sama?”
“Tidak sama sekali,” tambah Monkey melirik jam pada ponsel. “Sayangnya saya tidak mengakomodasi tempat rekreasi.”
“Pria yang membosankan.” Kata wanita itu sambil menghela nafas.
Mobil kembali meneruskan perjalanannya, melewati Bundaran Lamplugh dan Bundaran Low road, Sungai Derwent menambah minat mereka sekali lagi. Tak lama dari Bundaran Bridgefoot, dari pertigaan lagi – lagi berbelok ke kiri. Kali ini ucapan selamat tinggal tanpa rindu pada jalan A66.
“Alamat yang anda tuju sudah dekat, setelah kita melewati itu.” Tunjuknya ke arah depan.
Pria itu mengangguk.
Kali ini mereka bertemu lagi pertigaan, dan untuk yang terakhir pada belokan, maka jawabannya sudah jelas berbelok ke arah mana. Benar sekali, ke kanan.
“Maafkan saya, tapi kita akan balik arah nona.”
“Huh? Anda bercanda?”
“Ini penting.” Kata Monkey dengan serius.
Wanita itu pandangannya fokus pada arah depan dan sebelah kanan. Diputarnya setir, mobil itu berbalik arah.
“Dari lingkaran itu,” tunjuk Monkey. “Ambil arah kiri, jangan terlalu cepat.”
Wanita itu menghela nafas.
“Ya, ya, terserah.”
Mobil mengambil jalur kiri dari bundaran kecil Harrington Road. Berjalan lurus melewati Washington Street hingga Bridge Street, Monkey mengawasi dengan baik ponselnya. Sesuai arahanya pula mobil berjalan konstan agak lambat.
“Masih belum?
Monkey masih fokus pada ponselnya.
“Belok pada pertigaan itu.” tunjuknya.
Tanpa memprotes, wanita itu menginstruksikan mobilnya berbelok arah, kemudian arahan pria tua itu menyuruhnya berjalan sedikit kemudian berbelok ke gang kecil. Mobil itu berhenti agak minggir dari gang tersebut.
“Tunggulah di sini, sepuluh menit.” Kata Monkey sambil melepas sabuk pengaman.
“Ah, supermarket lokal. Intuisi, kah?” katanya dengan semangat lalu nadanya berubah kecewa saat melihat ponsel pria tua itu baru saja dimasukan pada saku jasnya. “Atau tidak.”
Setelah beberapa menit, pria tua itu berlari dengan beberapa barang yang dibawanya. Pintu mobil dibuka, kini Monkey telah masuk di dalamnya. Sesaat dilihat ponselnya pukul lima sore.
“Tepat sepuluh menit.”
Wanita itu mengetuk – ngetuk setir mobil.
“Tepat sepuluh menit. Ditambah lima.”
“Pria tua harus banyak dimaklumi, lima menit bukanlah seberapa.” Nadanya menasehati.
“Bla, bla, bla terserah.”
Mobil pun diputar balikan, mengikuti arah yang seperti biasa melewati washington street, berakhir di lingkaran harrington road. Devonshire street tepat berbelok ke kanan setelahnya.
“Nomor blok?”
“Ah, tunggu sebentar.”
Monkey mengambil kertas kecil dari sakunya. Wanita itu menginstruksikan mobilnya melewati gang – gang perumahan, masuklah pada bagian perumahan yang berderet – deret.
“Huh? Harusnya ini benar 52, Devonshire Street, CA15, 3DP.” Kata wanita itu sambil kepalanya mendongak keluar dari jendela mobil.
Mobil berhenti tepat di tengah – tengah perumahan, depan rumah teras dua lantai warna pink. Tanpa berlama – lama Monkey turun dari mobil dengan tas selempang yang dibawa dari awal, sedangkan belanjaannya tadi ditinggalnya sementara.
Diketuklah pintu tersebut, sementara wanita sopir itu baru saja mematikan mesin mobilnya.
“Siapa ini?” tanya wanita berwajah santai dari balik pintu yang terbuka seperempatnya.
Monkey menyerahkan kartu nama.
“Moncef Keymarks, asisten detektif muda Mordred Desdemona. Anda Nona Trisa Selery?”
“Tunggu sebentar.” Katanya sambil menutup kembali pintu tersebut.
“Hey pak tua!” teriak sopir namun agak diperhalus.
Pria itu berbalik badan sembari menunggu tuan rumah menyegerakan masuk.
“Nona Norwich?”
“Egremont!” tambahnya, “Uang?”
Monkey kemudian menyuruh wanita itu mengambil barang – barangnya daripada menurutinya terlebih dahulu. Dengan agak sebal ia tak bisa berbuat banyak.
“Anda langsung balik?”
Wanita itu menerima uang setelah barang diturunkan di depan pintu.
“Tentu saja! Normalnya,” tambahnya sambil menghitung lembar demi lembar. “Mundur sedikit sekitar keswick, ke penginapan, mencari pelanggan. Ngomong – ngomong anda kelebihan lima puluh pound.”
“Oh ya?”
Wanita itu menghela nafas, poninya disibakkan ke belakang agar terlihat rapi.
“Saya bukan supir pribadi permanen, benar?”
Monkey berpikir sejenak.
“Mari kita buat itu jadi kenyataan. Pertama, lima puluh pounds lebihnya adalah uang muka, terima kasih telah jujur. Kedua, mungkin saja saya bisa menggunakan kemampuan menyetir anda sekali lagi.” Jelas Monkey diakhiri mengangguk dua kali.
Wanita yang dipanggil Norwich itu menghela nafas.
“Anda tentu merindukan saya, pasti. Tapi itu tidak mungkin lagipula—”
Monkey menyela.
“Bukan tawaran yang buruk, kan?” tambah Monkey sambil mendekatkan wajahnya pada telinga kiri wanita tomboy itu. “Saya pikir uang yang anda dapatkan tidak mungkin didapatkan seharian. Katakanlah, makan gratis, menginap gratis, bensin gratis? Dimana lagi anda dapat pelanggan seperti saya?”
ns 15.158.61.12da2