Ia melongo pada awalnya, namun jawaban itu menjelaskan betapa efisien dan beruntung dirinya.
Pintu itu kemudian dibuka oleh wanita yang rambutnya dikuncir arah samping kiri, memakai kaos putih agak tercoret – coret warna dengan sweeter yang ditalikan pada pinggangnya, celana pendek sport. Matanya agak mengangtuk, dagunya agak lancip, pipinya tembem. Di dahinya terdapat percikan bekas semen dan warna cat.
“Silahkan masuk.”
Monkey masuk dengan tas selempangnya, sedangkan wanita tomboy itu membawa barang yang dibeli oleh pria itu.
Tempat yang agak sesak berbentuk kotak dengan berbagai cara teknik memanfaat sudut – sudut yang tidak dibiarkan kosong. Perabotannya tidak berlebihan, hanya saja bila gudang tidak dimilki sesuatu yang dinamakan hasil karya akan memakan cukup ruang. Bertumpuk – tumpuk lukisan yang tidak dipajang atau patung kecil - kecilan yang katanya tidak laku.
Monkey dan wanita tomboy itu duduk pada ruang tamu, matanya memperhatikan sang pemilik rumah membuka kulkas menyiapkan sebuah makanan. Setidaknya sebungkus roti tawar di taruh di atas kompor dekat mesin cuci, sedangkan kulkas diatur tanpa jarak bersebelahan dengan dapur.
“Saya hanya punya ini.”
Dituangnya teh kemasan karton satu liter ke dalam masing – masing tiga gelas. Kemudian ia kembali lagi untuk menyelesaikan urusan roti. Monkey menoleh pada wanita tomboy yang tanpa pikir apapun langsung meminum teh tersebut.
“Apa?”
Monkey hanya menggeleng.
Tak lama setelahnya, wanita pemilik rumah itu kembali dengan lima potong roti yang telah di panggang dan selai kacang.
“Maaf, hanya punya ini,” tambahnya sambil mengambil satu. “Bila selainya kurang, anda bisa oleskan sendiri.”
“Anda sebenarnya tak perlu sungkan – sungkan,” tambah Monkey sambil mengambil isi kresek itu. “Saya telah membeli kue dari perjalanan.”
“Ah, trey bakes!” katanya sambil mengunyah roti selai miliknya.
Beberapa saat roti selai itu habis, wanita yang dipanggil Selery itu sebelum kembali pada duduknya menaruh piring dan pisau pada cucian.
“Jadi… ada urusan apa kakek detektif kesini?”
“Asisten, Nona.”
“Benar… lalu siapa pria pendek ini?” tanyanya dengan santai. Roman wajahnya seperti mengantuk, gerak geriknya lemah gemulai seperti orang mabuk.
“Sa—saya wanita. Honey Egremont. Supir taksi prbadi pak tua ini.”
Angguknya dengan lemas.
“Wanita dari Egremont, benar.”
“Bukan! Norwich!” protesnya dengan sebal.
“Asisten detektif? Si pak tua ini?” Gumam Nona Egremont.
Monkey menyela pada pembicaraan yang tidak ada perkembangan itu.
“Katakan, milady, anda mabuk atau kami yang salah?”
Wanita itu diam sesaat, meneguk teh dingin di gelasnya.
“Separuh… ya separuh benar.”
Pandangannya menghadap ke bawah, namun matanya sempat dilihat Monkey mengandung keputusasaan. Lalu kepalanya disandarkan tangan kanannya.
“Lupakan. Seseorang dari Norham Gardens pernah sekali memanggil saya untuk melukis. Beliau meminta saya untuk membuat lukisan yang tekniknya sama dengan paman. Saat itu beliau membebaskan saya untuk melukis apapun.” Katanya agak ragu – ragu.
“Lanjutkan, milady.”
“Seperti yang saya katakan, karena tidak punya ide saya menggunakan model yaitu istrinya. Saya tidak tahu banyak tentang mereka, tapi saya diberitahu kalau beliau adalah teman dekat paman saya. Untungnya itu bagus, dua puluh ribu pounds diberikan secara tunai. Beliau orang yang dermawan. Tapi sebenarnya, apa ada masalah?”
“Benar, terjadi kasus pembunuhan. Armand Antoinette telah diracuni. Kematiannya adalah terpeleset di toilet posisi telungkup, dua gigi depannya patah.”
Kedua orang pada ruangan itu terperanjat.
“”Hey, hey kakek tua! Aku tidak ikut—”
Jari telunjuk kiri menutup mulut wanita tomboy sebelum protesya dilontarkan.
“Saya hanya ingin menanyakan beberapa pertanyaan.”
Ia diam sesaat, sedangkan jari telunjuk kirinya dilepaskan dari mulut gadis tomboy itu.
“Ba—baik apa yang ingin anda ketahui?”
“Richard Selery dan beberapa lukisan yang ada di Norham Gardens.”
Monkey membuka sekotak kue yang dibelinya, sementara satu kotak lainnya ditaruh pada kulkas oleh wanita tomboy itu.
“Saat tiba di sana, beliau mengajak untuk melihat – lihat karya paman saya. Ada yang di lantai satu dan lantai dua. Mengenai dua wanita bertopeng itu yang sangat unik. Sampai sekarang saya tahu bahwa seni yang saya buat sama sekali tidak ada tandingannya dengan milik paman. Saya mencoba meraba lalu membayangkan posturnya, begitu saja teknik itu coba saya tiru.”
“Tapi hasilnya masih mengejutkan, milady. Anda tak perlu merendah, walaupun perkataan anda benar. Ngomong – ngomong paman anda ini cukup bertanggung jawab ya?”
“Richard adalah paman saya, walaupun saya sudah menganggapnya seperti ayah saya. Bahkan lebih baik daripada wanita sialan itu.” Jelas Nona Selery.
Monkey mulai menunjukkan lipatan pada dahinya.
ns 15.158.61.55da2