Desdemona mengambil tempat duduk yang agak kosong, mengobrol dengan beberapa orang sekitar. Sekitar sejam, nenek lansia keluar dari ruangan itu, sementara dua orang suster lain mendatangi Desdemona untuk memberitau bahwa dokter tersebut punya waktu sedikit. Tanpa menghabiskan waktu ia langsung masuk.
“Selamat malam, Tuan Keith.”
Pria itu membereskan barang miliknya, wajahnya tampak seolah – olah tidak senang.
“Selamat malam.”
Desdemona meminjam kursi, pandangannya sambil melihat – lihat seisi ruangan.
“Saya cukup terkejut, beberapa yang anda katakan saat itu agak benar.”
Pria itu membuka kulkas.
“Mau minum?”
“Ah, bir saja.” Tunjuknya pada kaleng hitam dengan tulisan coklat muda.
Pria itu melempar ringan kaleng bewarna coklat muda, Desdemona menangkapnya dengan agak kecewa.
“Anda cukup mengecewakan? Saya tidak suka susu coklat.”
Pria itu menggeleng, sambil membuka jendela.
“Nasehat Tuan Monkey. Itu minuman favorit saya. Anda harus membaca tulisannya sebelum menafsirkan bahwa itu susu coklat.” Tunjuknya pada kaleng tersebut.
Desdemona meneguk, wajahnya tersenyum agak lebar.
“Tidak buruk.” Katanya.
“Jalan tengah dari bir adalah soda. Meskipun saya tidak bilang soda itu baik. Setidaknya tidak ada yang bisa berhenti dari soda rasa kopi.”
Ia meneguk sekali lagi.
“Ngomong – ngomong jarang sekali dokter punya kulkas?”
Kali ini wajahnya benar – benar agak marah saat sebatang rokok yang diambil dari jasnya sudah siap dihisap, namun tak ada yang dapat membakar.
“Sial!” nadanya meninggi tapi tidak menyiratkan menyentak.
Desdemona melempar sesuatu dari dalam tasnya.
“Terima kasih,” tambahnya dengan nada normal saat asap di hembuskan lewat jendela. “Bukan hal umum, mereka menunggu dan itu seharusnya cukup membuatnya haus. Yah tidak buruk untuk dua dus teh botol dalam sehari.”
Dihembusnya rokok itu dengan santai, pandangannya condong ke arah dinding langit.
“Kelihatannya pasien anda cukup tenang, setidaknya dibandingkan pada blok lain.”
“Mereka hanya orang tua yang perlu menjalani beberapa aturan tambahan,” tambahnya sambil mengetip abu rokok. “Blok yang agak ramai biasanya bagian kardiovaskuler karena beberapa dari mereka adalah remaja atau lambung karena tukang minum – minum. Mereka adalah pasien bodoh yang punya kebiasaan mempersulit pekerjaan dokter.”
“Ngomong – ngomong klinik spesialis ginjal juga sama.”
“Ah, yang satu itu,” tambahnya. “Banyak dari pasien ginjal yang merubah total gaya hidupnya. Kebanyakan dari mereka pasrah, cuci darah bisa jadi salah satu penyebabnya. Lagipula itu gangguan yang cukup menyiksa, bahkan kami punya ruangan khususnya untuk penanganan ginjal kronis.”
Pria itu mengetip abu rokok yang sudah agak menebal.
“Ngomong – ngomong, anda ini dokter apa sebenarnya?” katanya sambil menoleh pada Desdemona.
“Apakah tampak seperti itu?”
Pandangan pria itu kembali pada sebelumnya.
“Entahlah? Bila tidak mau bilang tidak masalah,” tambahnya dengan pelan. “Beberapa orang harus menghargai rahasia orang lain. Setidaknya saya tahu dari bekas telapak tangan anda.”
Desdemona tersenyum kecil.
“Anda tahu banyak. Well, secara legalitas saya seorang forensik patologi. Tapi saya tidak terikat, kadang pindah dari rumah sakit satu ke yang lainnya. Bukan pekerjaan yang menyenangkan, setidaknya spesialis diabetes masih lebih baik.”
Pria itu tak menjawab lagi setelah mendengarnya.
Seseorang tiba – tiba masuk.
“Permisi Tuan Keith kami…” kata salah seorang suster yang rambutnya dikuncir terbalik dengan nada rendah. “Maaf menganggu.”
Sebelum pintu tertutup, pria itu menyela.
“Nona Hailey! Ambil yang anda mau ambil.” Katanya dengan agak tinggi.
Dua wanita itu agak meringis, sesaat ia menoleh pada Desdemona dan mengangguk, lalu mengambil 3 kaleng dari kulkas.
Sebelum kulkasnya ditutup, pria itu menyela lagi.
“Ambil beberapa roti!”
“Yang isinya daging sapi asap boleh?” katanya agak memelas manja.
Pria itu terdiam, matanya terpejam dengan lipatan – lipatan di dahinya.
“Silahkan!”
“Terima kasih banyak!” katanya sambil cekikikan.
Suasana hening diantara kedua orang penting itu, namun saat pintu akan ditutup seseorang suster yang rambut hitamnya lurus mengejeknya.
“Salam untuk pacar anda!” katanya sambil menutup cepat pintu dengan ketawa kecil.
“Pergi!” katanya agak keras.
Pria itu sesaat wajahnya agak berkeringat namun kemudian kembali tenang.
“Mereka wanita yang ceria.”
“Tidak, mereka hanya main – main.”
Setelah rokoknya habis, ia melepas jas tersebut.
“Mari bicara di tempat lain.”
Sebelum ruangan itu dikunci, Desdemona meminta untuk mengambil setidaknya dua kaleng minuman yang sama.
“Sesuka anda.”
Berjalan kembali melewati lorong dan klinik – klinik yang telah dilewati tadi,merea menuju gedung yang paling belakang. Tempatnya tidak terlalu besar, di dalamnya terdapat beberapa kursi sofa yang diatur dengan meja melingkar seperti kantin. Ada juga beberapa peralatan memasak seperti oven, panci, kompor dan penggorengan. Wastafelnya pun bersih, sementara ruangan itu baunya juga wangi bercampur.
ns 15.158.61.55da2