Setelah itu mobil kembali tenang, berjalan cukup cepat dengan konstan hingga melewati anak sungai kecil yang mengalir ke wilayah Clapham. Lalu setelah menempuh kira – kira sembilan mil, dari Long Preston mobil mengambil jalur kanan menuju jalur A682. Setidaknya sepanjang perjalanan mereka tak mengalami macet, sampailah pada Jalur Pertukaran Reedyford. Mulai pada saat itu, mobil mereka berjalan di atas M65.
Sekitar dua jam lebih mobil berjalan melewati Jalan Manchester, pada akhirnya sampai di gang Jalan Moorland. Pada awalnya mereka agak kesasar yang membuat berputar – putar di sekitar Taman Creswick. Daripada mencari di blok rumah yang berdiri sendiri, mobil diinstruksikan memasuki gang yang tiap blok setidaknya berdiri sendiri setiap dua rumah. Pada akhir jalan pertigaan tepat pada akhir blok rumah semi terpisah dua lantai, terlihat orang tua rambutnya pendek tidak tersisa warna hitam sedang menyirami kebun tomatnya.
Pria itu keluar dari pintu pagar yang tidak terlalu tinggi, menghampiri mobil mereka saat berhenti tepat di blok rumahnya.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya pria itu dengan heran.
Monkey menutup pintu mobil dengan sopan, lalu menyapa pria tua dengan baju motif pantai dan celana pendeknya dengan ramah.
“Selamat pagi, Tuan Periwinkle?” Tangan mereka bersalaman diikuti dengan anggukan pria itu.
Monkey menjelaskan dengan singkat, dilanjutkan dengan Nona Egremont yang memperkenalkan diri. Mendengar kabar itu, wajahnya agak sedih. Dari kedua alisnya yang putih ia melepas kacamata, tangannya memijat ringan dahi diantara kerutan alisnya itu.
“Silahkan masuk,” nadanya agak lirih, namun sedikit bersemangat. “Sudah lama saya tidak kedatangan tamu.”
Tempatnya agak kecil, dibandingkan sempit itu lebih mengarah pada prinsip minimalis. Saat pintu dibuka, mereka langsung dihadapkan tiga arah. Berjalan lurus ke arah dapur, sebelum pintu dapur terdapat tangga menuju lantai satu. Membuka pintu sebelah kanan, mereka diarahkan untuk menunggu di ruang tamu.
Mereka membenamkan diri pada sofa warna biru, lembut dari kain. Perapian itu siap dinyalakan kapanpun bila dibutuhkan, sementara Monkey menaruh ekspresi kagum pada tembok yang dicat biru muda. Suara gemeretak saat pergelangan tangan, jari – jari dan punda wanita tomboy itu diregangkan. Sementara Tuan Periwinkle datang dari arah yang berbeda yang dipisahkan oleh tirai hijau membawakan sesuatu.
Wanita tomboy itu mengambil biskuit krim vanila, sementara Monkey menyeruput tehnya bersamaan dengan Tuan Periwinkle.
“Jadi, apakah itu benar, Tuan Keymark?”
“Sayangnya itu benar.”
Tuan Periwinkle menghela nafas.
“Saya menganggap Tuan Armand Antoinette seperti ponakan sendiri. Awalnya di sebuah keluarga yang sangat kaya, anak – anak mereka diberi satu pelayan pribadi. Tuan Armand adalah anak yang terakhir dari sebelas bersaudara. Bahkan dari sepuluh kakaknya, mereka berbeda ibu. Rumornya, Tuan Armand lahir dari selir ayahnya yang beliau sendiri pun tak tahu. Suatu hari beliau berencana kabur di umurnya yang ke sembilan belas dengan kemandirian usahanya. Beliau terpaksa tidak melanjutkan sekolah demi bekerja pada bisnis kecilnya.”
Pria tua itu terbatuk – batuk kecil, kemudian diam dengan mata yang dikedipkan berkali – kali dan berkaca – kaca. Monkey sangat memperhatikan kata demi kata, sementara gadis tomboy itu sudah yang kelima mengambil biskuit tersebut.
Gadis tomboy itu menyela.
“Ngomong – ngomong, ini unik. Rasa vanilanya unik tidak monoton manis dan agak gurih,” tambahnya mengambil satu kue lagi. “Dipanggang agak lama, hangat, dan renyah. Ini yang terbaik!”
Monkey menepuk tangannya ketika ia akan mengambil lagi, lalu memandangnya dalam – dalam, sementara Tuan Periwinkle tersenyum. Ia kembali ke dapur dan membawakan biskuit itu lagi. Lidahnya menjulur dan matanya memandang langit – langit adalah tanda balasnya mengejek pada Monkey.
“Maaf, saya membawa gadis yang agak bermasalah.”
“Hey, hey itu tidak masalah! Mereka sedang tumbuh,” tambahnya dengan ramah. “Biskuit wortel kami dulu yang sederhana. Hari – hari yang nostalgia saat kami menyewa tempat di daerah Scarborough. Setelah saya menyapu seluruh ruangan, Tuan Armand membanting – banting sekarung wortel. Saat saya memberinya masukkan, ia langsung lari keluar dari rumah. Setelah sekian menit pulang membawa tepung jagung dan mentega yang agak lusuh.”
Tuan Periwinkle diam sambil tersenyum tipis dalam lamunannya, sementara Monkey bingung pada pernyataan yang melompat – lompat.
“Anu, maaf kebiasaan buruk. Tadi saya sampai mana?” Katanya setelah sekian detik.
“Ah, Tuan Armand yang tidak melanjutkan sekolahnya dan dengan bisnis kecilnya.”
“Ah, ya, ya. Waktu itu di daerah Leeds, seseorang wanita berpakaian pelayan, rambutnya pendek hitam, matanya tampak cerdas, sikapnya sangat tegas, sopan, dan sangat cantik, namanya Avery. Ia membagikan brosur lowongan sebagai pengasuh anak umur 8 tahun. Saya tidak punya pilihan lain selain bekerja, apalagi terlalu miskin untuk sekolah.”
“Avery… nama yang cantik.”
ns 15.158.61.55da2