Monkey mengangguk agak menaruh simpati pada wajahnya.
“Ah, jadi keberadaannya sama sekali tidak diketahui,” tambahnya. “Lalu bagaimana setelah itu?”
Roman muka Pria Tua Periwinkle menjadi gembira lagi.
“Ah, hari – hari dimana kami kesusahan, gagal dan lain sebagainya terasa nikmat saat di puncak kesuksesan. Kami sangat beruntung dalam kurun waktu tiga tahun punya banyak investor. Dari membeli tanah yang cukup luas di Birmingham hingga penamaan Antoinette, sebuah pujian atas usaha dan kerja keras. Lambat laun beliau bertemu banyak teman. Mulai dari Bibi Kathryn dengan anaknya yang berumur 7 tahun dan Tuan Halberd sebagai koki. Ah, pertemuan dengan gadis itu.”
“Anak bibi Kathryn?”
“Benar, si kecil Ebony gadis yang agak tomboy. Dia mengira kami menculik mereka padahal ibunya sudah jelas – jelas bersedia menerima tawaran Tuan Armand,” tambahnya sambil menunjuk. “Tentu kondisinya saat itu mereka diusir dari flat kecil. Dia meninju – ninju kecil kaki saya. Kira – kira seperti anda nona!”
Monkey menoleh, lalu menjahili kepalanya.
“Hey! Apa yang kau lakukan pak tua!”
Tuan Periwinkle tertawa kecil.
“Jadi, Nona Ebony juga sebelumnya di sana? Tapi saya tidak pernah melihatnya.”
“Kurang lebih sampai Nona Lilia berumur delapan tahun. Lalu Tuan Armand menyuruh agar anaknya disekolahkan yang lebih baik daripada hanya bersih – bersih. Tentu saja dibiayai sepenuhnya. Mungkin saja dia sudah berkeluarga? Entahlah.”
Kemudian Tuan Periwinkle menceritakan secara rinci mengenai Ebony dan mengenai alasannya pensiun sejak lima tahun yang lalu. Mereka mengobrol hingga mendung menjauh. Gemericik air sudah reda digantikan oleh cahaya siang hari. Wanita tomboy itu setelah melihat ke luar jendela dan jam ponselnya, ia duduk kembali sembari mengingatkan penumpangnya. Monkey agak kaget, namun pembicaraannya segera dipercepat agar mengkerucut pada intinya. Setidaknya pada bagian yang katanya ‘kurang mengenal’.
“Ah, ngomong – ngomong tidakkah anda berpikir saat Tuan Armand punya dua istri—maksud saya kejadiannya agak sama dengan pengalaman anda.”
Tuan periwinkle menghela nafas yang cukup berat. Kata – katanya cukup diperhatikan.
“Saya kira tidak, mereka wanita yang sangat harmonis. Tentu saja pada awalnya terjadi pertengkaran kecil, namun itu tidak berlangsung berhari – hari. Anehnya mereka sudah seperti kenal satu sama lain. Daripada bermusuhan mereka mengerti bahwa berdamai adalah yang terbaik. Sejak saat itu saya lebih sering mengurus rumahnya di Norham Gardens daripada ikut, beliau menjadikan saya sebagai mata – mata. Anda tahu kan?”
“Berkaca dari yang sudah sudah?”
Tuan Periwinkle mengangguk pasti.
“Selebihnya adalah mungkin saya masih terkejut dengan berita yang anda katakan.”
“Lalu pertemuan dengan gadis itu?”
“Tuan Armand selalu punya selera unik. Beliau suka gadis yang tatapannya dingin. Rambut hitamya ada kesan merah yang tidak natural, kadang juga ungu. Sikapnya sangat ramah daripada penampilannya. Waktu itu masih di Scarborough, sebuah penginapan sekitar Princess Street yang cukup murah untuk fasilitas yang ditawarkan. Saat kami masih agak berkembang, Nona Azalea adalah pelayan bar.” Katanya sambil tersenyum sendiri.
“Dan mereka akhirnya menikah?”
“Sangat disayangkan memang, tapi dia pernah bilang ingin mengurus keluarganya yang menyisakan kakaknya saja, di Jalan Elm.”
“Terima kasih, kami akan berusaha semaksimal mungkin.” Monkey berdiri dan mereka bersalaman. “Semoga anda segera menemukan apa yang anda tunggu.”
Kini mereka telah memasuki mobil. Setelah mesin sedan empat roda itu berjalan, Monkey memandang agak jauh lambaian tangan dan senyuman pria tua itu yang sedikit menyesakkan. Namun kasus masih berjalan sehingga ia dipaksa untuk berurusan dengan rekan pulpennya dan si hitam buku kecil dari sakunya.
“Saya pikir ia sudah meninggal?”
“Siapa?”
“Siapa lagi? Wanita yang dieluh – eluhkan kakek malang tadi! Sejujurnya terpisah selama 40 tahun tanpa kabar memanglah mustahil.” Nadanya agak sebal namun tidak sabar.
Monkey masih berhadapan dengan pekerjaan mencatat.
“42 tahun.”
“Ya, ya, terserah.”
Beberapa saat kemudian pulpennya di sandarkan dagu, matanya melirik ke arah kiri. Kini barusan sekian detik sesuatu menyentuh pohon akalnya yang mengakibatkan buah – buah ide yang matang agak berjatuhan.
“Lempar sebuah batu kena dua burung….”
Wanita tomboy itu melirik spion tengah sambil menunggu.
“Kalau tidak….” Kata Monkey ragu – ragu.
“Kalau tidak?”
“Kena tiga.” Katanya sambil meringis puas.
***
ns 18.68.41.140da2