Salju turun perlahan, udara dingin yang terus turun mulai menggigit kulit orang-orang yang berada di luar rumah. Kepulan asap yang terlihat tiap hembusan napas tidak membuat mereka menghentikan kegiatan mereka. Raut bahagia saat menyambut perayaan sebelum pergantian tahun itu disambut penuh suka cita. Orang-orang yang berada di dalam rumah tak luput dalam kegembiraan, mendekorasi ruangan dengan nuansa merah putih. Atau memilih bergelung di dalam selimut tebal dengan ditemani secangkir minuman hangat serta kudapan khas musim dingin.
Suara lonceng yang digoyangkan oleh pria tambun berpakaian merah dengan kedua pipinya yang memerah, jangan lupakan janggut putih panjang dan tawa khasnya. Menyapa setiap pejalan kaki yang ikut tersenyum mendengar ucapan riangnya. Dekorasi lampu menghiasi jalanan di setiap sudut kota, bahkan pohon pinus besar yang diletakan di tengah kota berhias berbagai macam hiasan dan gemerlap lampu warna-warni. Lalu hiasan bintang yang berada di puncak pohon menambah kesan kegembiraan yang tengah meliputi seluruh kota.
Tapi.
Sepertinya itu tidak menjangkau satu tempat, di sudut kota bagian selatan. Di bawah naungan gelungan awan kelabu yang terus menjatuhkan butiran salju dan suhu udara yang terus menurun. Seorang anak laki-laki berdiri dengan mantel hangat kebesarannya yang sudah usang dan koyak di beberapa tempat. Noda merah yang timbul di balutan keningnya masih terlihat jelas, tangan kanannya yang terbungkus gips tersembunyi di dalam mantelnya. Itu belum dengan luka yang terbalut di dalam pakaian usangnya itu.
116Please respect copyright.PENANA1jIUFZH4tO
116Please respect copyright.PENANA1be1nZ58yZ
Tidak jangan diteruskan atau kalian akan menangis saat mendengarnya.
116Please respect copyright.PENANAiPuXsq6lzE
116Please respect copyright.PENANAJSpRWoE7GZ
Seorang laki-laki paruh baya berdiri tidak jauh di belakang anak laki-laki itu. Menatap sendu di balik payung hitam besarnya. Kegembiraan perayaan natal sama sekali tidak membuat anak laki-laki itu mengubur dukanya. Dia telah kehilangan dua orang yang amat disayanginya. Tidak ingin melihat anak itu terus bersedih pria itu memutuskan berjalan mendekatinya. Mengulurkan payungnya untuk menghalau salju yang sudah menumpuk di kepala dan kedua bahunya.
“Nak..” panggilnya pelan
“Sekarang, tinggallah bersamaku” ajaknya
Anak itu masih tidak bergeming.
“Nak, sebaiknya kau melepaskan mereka. Mereka akan sedih jika kau seperti ini”
Beberapa saat hanya ada kediaman.
116Please respect copyright.PENANAFV493CyLBf
116Please respect copyright.PENANAWeXw4ClEtx
116Please respect copyright.PENANAWG1tHgafAo
“Paman” ucap anak itu
“Apakah Tuhan membenciku?” tanyanya
“Kenapa berkata begitu? Tuhan akan selalu mencintai dan mengasihi umatnya”
“Lalu kenapa━” anak itu terdiam sebentar
“Lalu kenapa Tuhan tidak membiarkanku ikut bersama mereka? Kenapa Tuhan tidak menjemputku juga?”
Pria itu terdiam, bungkam ketika anak laki-laki itu menatapnya. Tatapan yang penuh luka dan kesedihan, seakan hidupnya berhenti berputar di hari penuh suka cita itu. Pria itu berlutut dengan satu lututnya, menatap dalam ke dalam manik amber itu. Diusapnya kedua bahunya untuk membersihkan dari tumpukan salju, pria itu tersenyum teduh.
“Tuhan menjemput mereka karena tidak ingin terus merasakan kesakitan. Bukankah kau bilang adikmu selalu kesakitan? Sekarang dia sudah bersama Tuhan, artinya dia sudah baik-baik saja. Bukannya itu yang kau harapkan?” ujar pria itu
“Tapi kenapa Tuhan tidak menjemputku juga?”
“Tuhan tahu, belum waktunya kau ikut pergi. Kalian akan bertemu, tapi nanti. Akan ada waktunya. Jika kau bertemu dengan adikmu sekarang, kau tidak akan bisa menceritakan apa yang terjadi padamu disini, kan?”
Anak laki-laki itu terdiam, umurnya baru akan menginjak usia kesepuluh beberapa hari lagi. Tapi ucapan pria itu begitu meresap di pikirannya.
Apakah jika dia meneruskan hidupnya, dia bisa menceritakan banyak hal pada adiknya?
Apakah jika dia melanjutkan hidupnya, dia bisa mengatakan apa saja yang dia alami selama ini?
Apakah dia bisa menceritakan semua hal pada adiknya saat mereka bertemu nanti?
Bukankah itu akan menyenangkan, dan adiknya pasti akan sangat senang mendengarnya.
Pria itu sudah berdiri mengulurkan salah satu tangannya dan tersenyum teduh pada anak laki-laki itu. “Kau akan ikut bersamaku dan tinggal bersamaku. Aku akan selalu ada untukmu mulai saat ini” ucapnya tenang. Sedikit ragu, akhirnya anak laki-laki itu menerima uluran tangan pria itu. Mereka kemudian berjalan sambil bergandengan tangan begitu erat. Meninggalkan area pemakaman dan membuka lembaran baru.116Please respect copyright.PENANAepxht9izKP