Derap langkah kaki itu menggema di lorong rumah sakit yang sepi, waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua dini hari. Tentunya tidak banyak aktifitas yang terjadi pada dini hari itu, sehingga membuat derap langkah kaki itu kian cepat. Dua orang itu berlari menuju ruang gawat darurat setelah mendapat telepon, “Artemis!” bocah SMA yang duduk di ruang tunggu itu menoleh.
Sisa-sisa air mata terlihat jelas sekali di wajahnya yang kacau-balau, “Kak Eve” gumam Artemis. Mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi pikirannya sama kacaunya. Apa yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu sungguhan menakutkan baginya, Eve yang memahami keterkejutan Artemis memilih membawanya ke dalam pelukan. Bahunya bergetar dan tidak lama terdengar isakan pelan, sementara Kevin hanya mengusap pelan puncak kepalanya pelan membantu menenangkan. Tidak lama seseorang keluar dari ruang gawat darurat membuat ketiganya menoleh.
“Senior” Kevin mendekat
“Kamu harus menjaganya lebih ketat kali ini, dia sangat terguncang”
Ditepuknya pelan bahu Kevin sebelum berlalu pergi.
Setelah menunggu pemindahan ke ruang rawat, ketiganya terduduk di dalam. Eve dan Kevin memiliki banyak pertanyaan di dalam benak mereka masing-masing. Sementara Artemis duduk di samping ranjang sambil menggenggam erat salah satu tangan Noel, dia tidak pernah merasa setakut ini. Ketika Noel memeluknya begitu erat, meracau kata-kata maaf dan terus-menerus memanggil nama adiknya. Hingga serangan panik itu muncul membuatnya ikut panik, bahkan saat ambulans datang pun Noel sama sekali tidak melepaskan pelukannya.
Bulan kembali pada bulan pertama, salju yang turun tidak terlalu lebat seperti bulan lalu. Meski begitu suhu masih terlalu rendah untuk mengurangi baju tebal yang dikenakan. Di sudut kota bagian selatan, seseorang menapaki tangga batu, berhenti di salah satu pohon yang dibawahnya terdapat tiga nisan. Kedua manik almondnya menatap sendu dan tidak percaya.
Erick Seam Rubert.
Luna Henzie.
Peter Hans Fabion.
Air mata itu mengalir diiringi sesak yang kian menjadi. Apakah ini karena perbuatannya di masa lalu, dia bahkan kehilangan dua cahayanya sebelas tahun lalu tanpa mengetahuinya. Tidak salah jika Noel tidak akan pernah mengampuninya. “Anda siapa?” sebuah suara menginterupsi dan membuatnya menoleh, seorang perempuan dengan parka panjang berwarna putih tengah membawa tiga buket bunga. Alisnya bertaut ketika pandangan mereka bertemu, “Bi-bibi Elora?” ujarnya menerka ragu.
“Kamu tahu saya?” tanya Elora
“Ja-jadi bibi adalah bibi Elora? Ibu Noel?” Elora terkejut mendengarnya
Perempuan itu mendekat, mengikis jarak mereka.
“Kami mencarimu kemana-mana bi” sebuah pelukan menyergap Elora
Ternyata itu Eve, dia sengaja datang ke pemakaman untuk berjumpa pada nisan yang dikunjungi Elora itu. Mereka telah meninggalkan pemakaman setelah Eve memberikan buket bunga itu dan memanjatkan doa pada tiga nisan disana. Keduanya tengah duduk di sebuah kedai yang tidak jauh dari area pemakaman, dua cangkir berisi teh herbal menemani pembicaraan keduanya.
“Saya tahu anda dari catatan milik Paman Peter” cerita Eve
Ah, nisan yang ada di sebelah Luna, pikir Elora
“Paman Peter adalah wali dari Noel setelah ayah dan adiknya tiada. Kami semua tidak tahu pasti apa yang terjadi sebelas tahun lalu. Tapi dari laporan di kepolisian, bahwa Erick Seam Rubert melakukan kekerasan anak pada Gil Noel dan Luna Henzie selama tiga tahun. Seorang pemilik toko mengatakan jika ada seorang anak kecil yang memohon untuk diberikan beberapa kaleng bir. Melihat wajahnya lebam pemilik toko memberikannya dan mengikutinya setelah anak itu pergi. Dia segera melaporkan kepada polisi saat mendengar makian dan umpatan kasar serta suara debam yang cukup nyaring. Mereka datang nyaris terlambat, Luna meninggal saat perjalanan ke rumah sakit sementara Noel mengalami luka cukup serius dan mengalami koma selama hampir tiga minggu.”
Elora kembali menangis mendengar cerita pilu itu.
“Erick meninggal ketika polisi berusaha menahannya, karena dia melawan polisi terpaksa menembaknya. Paman Peter adalah dosen saya di universitas, dia mengajukan dirinya menjadi wali Noel karena tidak ingin anak itu tinggal di panti asuhan setelah tahu bahwa Noel masih memiliki ibu. Sehingga sambil menjaga Noel Paman Peter berusaha mencari anda, jadi polisi mengijinkannya menjadi wali. Selama mereka tinggal bersama Paman Peter berusaha menjaga Noel, tapi dari catatan jurnalnya Noel memiliki tramua yang cukup berat. Meski tawa dan senyum yang selalu diperlihatkan. Noel terlalu pintar menyembunyikannya. Dan tiga tahun lalu Paman Peter mengalami kecelakaan saat membeli kado natal, kemungkinan hidupnya begitu kecil, tepat saat pergantian tahun Paman Peter memilih menyerah. Dan itu menjadi titik terendah Noel, dia kehilangan hidupnya sejak hari itu. Membuatnya seperti sekarang, dia sangat takut untuk ditinggalkan”
Eve memberikan sapu tangannya pada Elora yang sudah tergugu.
“Ini salahku” isak Elora
“Seharusnya aku tidak kembali” sambungnya membuat Eve menggeleng
“Tidak bi, ini bukan salah siapa-siapa. Bibi kembali adalah kesempatan Noel untuk sembuh, untuk melepaskan semuanya” ujar Eve
Elora semakin terisak, “Saya tidak pantas mendapat pengampunan atas apa yang saya lakukan padanya, pada ayah dan adiknya”
“Noel hanya perlu waktu untuk mengerti bi, dia tidak benar-benar membencimu” terang Eve
Semoga kali ini aku tidak terlambat.67Please respect copyright.PENANA1t3L5Y2x0t