Sudah terhitung satu minggu bocah SMA yang berhasil melawan para penindasnya di sekolah terbaring bosan di rumah sakit. Dan sudah terhitung pula satu minggu Noel menemani bocah SMA itu disana, sedikit menyesal menjadikan dirinya sebagai wali saat menyelesaikan administrasi rumah sakit dan urusan di kantor polisi. Artemis bisa dikatakan beruntung karena setelah menjalani interogasi beberapa kali dan di bantu Noel. Dia berhasil membalikkan tuduhan, dan para penindas itu mendapat hukuman atas tindakan penindasan dan kekerasan.
Hukuman yang sangat setimpal.
“Kak, mau lagi~” rengek Artemis
Noel mendesah sebal sambil memutarkan kedua bola matanya, sepertinya penyesalannya bertambah seiring tingkah manja bocah itu padanya. Kali ini bocah SMA itu merengek agar Noel mengupaskan lagi buah jeruk yang dibawa salah satu temannya saat menjenguknya kemarin. Netra amber itu berkilat marah, dia nyaris mengangkat tangannya untuk melemparkan jeruk itu ke kepala bocah itu. Memangnya dia siapa, bisa bermanja begitu padanya.
“Kak?” panggil Artemis
“Hm…” balas Noel lalu mengambil sebuah jeruk dan mulai mengupasnya
Hanya sampai tangannya sembuh, hanya sampai tangannya sembuh.
Artemis tersenyum lebar sekali, luka-luka di wajahnya sudah mengering dan lebamnya mulai berkurang. Noel menatapnya curiga, otaknya baik-baik saja kan?, pikirnya sedikit curiga. Noel menghentikan membersihkan serat-serat jeruk menatap horor pada bocah SMA yang masih tersenyum padanya. Senyuman lebar yang menenggelamkan kedua netra cokelatnya itu, “A-ada apa?” tanya Noel curiga. Bahkan dia sedikit menjauhkan kursinya dari ranjang.
“Tidak” Artemis menggeleng pelan
“Aku hanya merasa bersyukur bertemu denganmu kak”
Buah jeruk itu nyaris terjatuh dari tangan Noel yang bergetar. Netra amber itu mulai bergerak gelisah saat menatap Artemis, napasnya tercekat seakan dia lupa bagaimana cara bernapas. Dalam beberapa detik sosok Artemis itu berganti menjadi sosok gadis kecil dengan rambut panjangnya. Tersenyum begitu tulus kearahnya. Lengkingan ilusi yang memekakkan telinga itu berputar di telinganya diikuti suara teriakan dan suara barang pecah berputar di ingatannya.
“Luna sangat bersyukur memiliki kakak seperti kak Noel”
“Kak Noel?” panggil Artemis bingung
Noel tidak mendengar panggilan itu, dia terlalu sibuk menghentikan kepalanya memutar kaset usang. Kaset usang yang selalu ingin di kuburnya dalam-dalam, tanpa mengindahkan panggilan Artemis yang mulai panik. Noel beranjak dan pergi begitu saja, keluar dari ruang rawat sambil terus memukul dadanya. Suasana rumah sakit hari itu entah kenapa membuatnya ketakutan, beberapa suster yang mengenal Noel berusaha mendekat untuk menenangkannya. Tapi Noel bergerak menghindar, tatapannya begitu kosong dan semuanya terasa begitu asing.
Noel memilih berjalan tanpa arah di koridor rumah sakit, beberapa suster berusaha menolongnya, tapi Noel kembali menghindar. Langkahnya membawanya ke taman rumah sakit, udara dingin khas musim dingin menerpanya. Kepalanya masih berputar-putar pada ingatan yang terjadi sebelas tahun lalu. Potongan-potongan puzzle itu perlahan membentuk ingatan yang telah lama terkubur. Bagaimana teriakan, tangisan, suara barang pecah, pukulan, tendangan dan permohonan ampun yang pilu itu terus berkeliaran di kepalanya.
“Luna maaf, maafkan aku. Maaf..” racau Noel
Netra amber yang bergerak gelisah itu terpaku pada sesuatu, membuat badannya mematung sejenak. Di taman rumah sakit itu, di dekat kolam ikan yang membeku ada dua orang yang sibuk bertukar senyum dan tawa. Seorang wanita yang tengah tersenyum sambil membenarkan mantel rajut putranya yang sibuk berceloteh riang. Percakapan dua orang itu mendobrak ingatan lama yang sempat hilang. Rasa sesak itu kian mendera diikuti air mata yang terus mengalir.
“Noel!!” panggil Eve dan Kevin yang berlari mendekat
Noel nyaris jatuh membentur lantai jika Kevin tidak sigap menopang kedua bahunya. Air mata dan rasa sesak itu terlihat jelas sekali, netra amber itu menatap redup pada Kevin sambil mencengkram kuat jas dokternya. “Noel? Apa yang terjadi?” tanya Kevin khawatir, entah kenapa keadaan Noel di depannya membuatnya sedikit takut.
“Hhh~ kak Kevin” panggil Noel lirih
Napasnya tersenggal, tatapannya tidak lagi fokus bahkan netra amber itu terlihat kosong. Kepalanya sakit sekali, puzzle-puzzle ingatannya tidak lagi tercerai kemana-mana. Bahkan kepingan-kepingan puzzle yang tercerai itu seakan mulai tersusun kembali. Perasaan berdesir itu membuatnya yakin sekali. Hingga akhirnya kepingan puzzle terakhir itu menyatu bersama potongan puzzle lainnya. Membentuk sebuah foto keluarga yang lengkap, tengah tersenyum di tengah hamparan bunga musim semi di perayaan paskah.
Seorang gadis kecil yang tersenyum manis membawa keranjang berisi telur paskah, sementara seorang anak laki-laki tersenyum lebar dengan pria dewasa yang memeluknya dari belakang. Dan wanita yang memeluk erat gadis kecil itu dari samping. Keempatnya tersenyum bahagia disana. Dan entah mengapa wanita itu, begitu mirip dengan Elora. Manik almond itu tidak terlihat asing. Puzzle-puzzle ingatan itu berhenti saat Noel mulai kehilangan kesadaran.
Mereka siapa?
ns 15.158.61.6da2