“Dari bibi yang sering ke cafe”
Tidak perlu bertanya lebih jauh siapa yang dimaksud oleh Artemis. Tapi bukan itu, melainkan ada perasaan lain yang terus mendesirkan hatinya. Dia harus bertanya, dengan tergesa Noel menyibak selimutnya, beranjak dari tempat tidur. “Lho, e-eh kakak mau kemana?!” Artemis terlihat panik. Apalagi Noel mencabut jarum infus itu sembarangan, membuat punggung tangannya mengeluarkan darah dan membuat Artemis menatapnya horor.
“Kak?!” serunya saat Noel sedikit terhuyung menyambar mantel dan syalnya
Artemis memilih mengejar Noel yang sudah berlari keluar dari rumah sakit, jalanan nampak ramai meski salju masih terus turun. Hal itu tidak menyusutkan perasaan suka cita untuk menyambut pergantian tahun itu. Kerumunan orang-orang dengan pernak-pernik khas tahun baru itu berjalan menuju taman kota untuk merayakannya. Noel terus saja berlari melesak di antara kerumunan itu dengan tergesa, sementara Artemis berusaha mengejarnya. Keduanya berlarian menuju salah satu ruko, Artemis mengernyit ketika melihat Noel memasuki ruko kerajinan yang telah tutup.
“JELASKAN PADAKU SIAPA BIBI SEBENARNYA?!!” suara Noel mengejutkannya
Elora dibuat bungkam, dia tidak percaya Noel akan mendatanginya. Salah satu tangannya menggenggam erat topi rajut pemberiannya. Seharusnya dia tidak membuka pintu rumahnya saat ketukan pintu yang terdengar tidak sabaran itu terdengar olehnya. Noel menatap Elora bingung, ada desir aneh ketika netra ambernya menatap mata almond itu. Begitu mirip dengan bulan kecilnya. Hingga kepingan puzzle itu hadir di benaknya. Entah kenapa Noel mengeluarkan kesimpulannya, kedua alisnya mengernyit ragu.
“A-apa bibi adalah━” Noel sungguh tidak yakin
Semoga bukan.
“Apa bibi adalah ibuku?”
Ada jeda cukup panjang ketika kalimat itu terlontar. Elora masih tidak melepaskannya tatapan pada Noel yang terlihat penuh keraguan. Apakah ini karma untuknya, membuat putra kecilnya tidak mengenalinya sama sekali. Putra yang telah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan, namun penuh dengan kepalsuan. Elora memejamkan kedua matanya sebentar lalu menarik napas, seulas senyum sendu ditampilkannya pada Noel yang terlihat terkejut.
“Seharusnya aku tidak menghancurkan apa yang sudah tertata kembali, seharusnya aku tidak kembali. maafkan aku Noel. Maafkan ibu” ucapnya
Noel menatap tidak percaya pada Elora, kedua netra ambernya membulat.
“Ja-jadi, se-selama ini?” Elora mengangguk pelan
“Se-selama ini ibu masih hidup?!”
“I-Ibu━”
“Lantas kenapa ibu baru kembali sekarang?! Kenapa ibu baru kembali?!”
Noel menatap Elora kecewa.
“KENAPA IBU BARU KEMBALI SETELAH AKU KEHILANGAN LUNA DAN AYAH?!”teriaknya membuat Elora terkejut
“A-apa maksudmu?”
“Jika ibu ingin tahu, pergilah ke sudut kota bagian selatan bu. Ibu bisa menemui mereka, mereka ada disana” ujar Noel lirih
Elora menggeleng tidak percaya, dia tahu sekali tempat apa yang dimaksud.
“Kamu bohong kan?”
“Luna pergi bu, Luna pergi karena aku tidak becus menjaganya! Ini salahku bu, salahku yang tidak membelikan bir pada ayah” Elora terisak menyesal
Sesak di dadanya kian mencekik diiringi kenangan pahit yang terus berputar.
“Seharusnya aku yang mati bu! Harusnya aku yang mati dihajar oleh ayah! Bukan Luna! Tapi aku!” Noel kehilangan pijakannya
“Kak Noel!”
Artemis segera menghampirinya merengkuh tubuh yang telah jatuh terduduk itu. Tubuh itu bergetar dan membalas pelukan Artemis lebih erat, telinganya mendengar isakan yang memilukan. Letupan-letupan kembang api itu menjadi saksi kepedihan yang disimpannya rapat-rapat selama bertahun-tahun. Bayangan━ bukan, ingatan menyakitkan sebelas tahun lalu kembali mengudara berputar seenaknya.
76Please respect copyright.PENANAjAazgZKG8l
76Please respect copyright.PENANA1X4knpF29l
76Please respect copyright.PENANAjDOtpeS2Uf
76Please respect copyright.PENANATmkeTxELtb
76Please respect copyright.PENANA9eEPZ2WnuH
Bagaimana tubuh mungil adiknya yang tengah dipukul dan ditendang habis-habisan oleh monster mengerikan, tanpa ampun. Dan dalam keadaan sekaratnya memanggil nama Noel lirih diiringi muntahan darah dari mulutnya, sebelum tubuhnya ditendang untuk yang terakhir kalinya. Dan binar mata almond itu meredup membuat jantung Noel berdegup dua kali lebih cepat, deru napasnya tidak lagi beraturan. Jiwanya hancur, remuk redam.
Noel masih mematung diam karena terkejut dan belum sempat bereaksi, kerahnya sudah ditarik lebih dulu. Berbagai umpatan serta makian berlalu begitu saja di telinganya, netra ambernya menatap tubuh adiknya kosong. Bahkan ketika tubuhnya dilempar kasar membentur dinding lalu ditendang berkali-kali Noel sama sekali tidak bereaksi, mulutnya terkatup rapat. Hingga botol alkohol kosong itu menghantam kepalanya Noel masih tidak bergeming, anak laki-laki yang beberapa pekan lagi genap berumur sepuluh tahun itu menyadari bahwa adiknya telah tiada.
Kesadarannya perlahan berkurang, berpikir jika waktunya telah tiba. Seulas kelegaan menyelimuti dirinya, dia akan terbebas dari neraka ini, bertemu bulan kecilnya di surga sebentar lagi. Dalam ambang batas kesadaran yang kian menipis, telinganya mendengar pintu yang dibuka paksa dan yang terakhir dia dengar adalah suara tembakan yang menggema di seluruh ruangan.
76Please respect copyright.PENANAYByOb18lD7
76Please respect copyright.PENANA9s2Hd4heuD
76Please respect copyright.PENANAyDySxCCvrU
76Please respect copyright.PENANAGHcnxHrPKs
76Please respect copyright.PENANAymJuNIBOiw
76Please respect copyright.PENANATAU4LlnFDy
“KAK NOEL!!!” seru Artemis panik
Elora tahu, dia tidak akan pernah mendapat pengampunan atas dosanya.
ns 15.158.61.8da2