Kevin mengusap pelan surai pemuda yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Kulit putihnya terlihat begitu pucat, sudah tiga hari dia berbaring tanpa sempat terbangun. Berulang kali Kevin mendesah panjang, menatap nanar pada pemuda itu. “Ada apa denganmu Noel?” gumamnya, semenjak kejadian di pusat kota tempo hari Noel tidak sadarkan diri. Dan berakhir dengan demam yang tinggi, Eve dan Kevin saling bergantian menjaganya. Memastikan Noel tidak kembali histeris atau melakukan hal macam-macam.
85Please respect copyright.PENANADrGINdC1d5
85Please respect copyright.PENANAGAYyqIr2Ft
85Please respect copyright.PENANAFqiuczXDtZ
85Please respect copyright.PENANAAWuKrRYP6b
85Please respect copyright.PENANApARm0XIJ1L
85Please respect copyright.PENANA365cvRQku7
“Besok kamu ulang tahun lho, masih tidak mau dirayakan?”
Eve berbicara sendiri sore itu, Noel masih belum tersadar. Tetap setia memejamkan kedua netra ambernya, Eve mendesah pelan lalu tangannya menggenggam erat tangan Noel yang bebas dari infus. Dibawanya menuju salah satu pipinya, “Kamu tidak sendiri Noel, tidak pernah sendiri. Ada aku, Kevin lalu ada Stellar, Yova dan sekarang ada Artemis. Apakah sesulit itu kamu percaya pada kami?” ujar Eve sendu. Pikirannya menerawang saat melihat ekspresi terkejut Artemis tempo hari. Bahkan bocah SMA itu menangis begitu pilu, seakan masih tidak mempercayai apa yang dijelaskan oleh Eve dan Kevin.
“Noel, aku selalu percaya jika kamu bisa melaluinya. Jika kamu bisa bertahan, jika kamu bisa kembali pada dirimu yang sebenarnya. Jika kamu bisa menghilangkan semua kepalsuan itu. Aku selalu percaya”
Eve menarik napas sebentar.
“Tapi ternyata kamu berhasil menipuku, menipu kami semua dan kamu berhasil menipu dirimu sendiri” Eve terkekeh sendu
Satu butir air mata itu mengalir di pipi Eve ikut membasahi tangan Noel, perasaan sedih itu menyeruak seenaknya membuat suasana ruang rawat itu menjadi mendung sekali. Salju turun cukup lebat semenjak malam natal, itu sebabnya sedikit sekali kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Terlebih langit terlihat begitu kelabu, bahkan cahaya matahari nampak terlihat samar, udara dingin semakin menggigit kulit dan menusuk tulang. Eve mengecup pelan telapak tangan Noel diiringi aliran air mata yang semakin deras. Meski mereka baru bertemu tiga tahun lalu, tapi Eve sungguh menyayangi Noel sepenuh hatinya.
85Please respect copyright.PENANAbo6BHEGDf5
85Please respect copyright.PENANAbgC5C1rdOG
85Please respect copyright.PENANANC3kMYtxNK
85Please respect copyright.PENANAGkfTz53TsN
85Please respect copyright.PENANAsnUqyF3UAd
85Please respect copyright.PENANALwms53kfoo
85Please respect copyright.PENANAf1Qdb0MstR
85Please respect copyright.PENANAtT7fxa71DL
“Bibi sedang apa?”
Artemis yang hendak menjenguk Noel siang itu terkejut melihat bibi yang beberapa kali mampir ke cafe. Yang sama yang dilihatnya saat pertunjukkan kembang api musim panas lalu. Bibi yang bisa mengubah suasana hati Noel saat mereka bersama. Elora tergagap, terkejut akan ada yang datang menjenguk Noel siang itu. Kedua tangannya nampak memeluk sebuah bingkisan, “Ah! Bibi ingin menjenguk kak Noel kan?” terka Artemis.
“A-anu, bi-bibi mau menitipkan ini saja padamu. Bibi pergi dulu”
“E-eh? Lho━bi?”
Artemis belum sempat mencegah, Elora sudah pergi lebih dulu setelah menyerahkan bingkisan itu pada Artemis. Diselimuti perasaan bingung Artemis masuk ke dalam ruang rawat Noel, bertepatan dengan sepasang kelopak mata yang perlahan terbuka. “Eve tunggu! Astaga!” seru Kevin, keduanya segera bergegas setelah mendapat kabar bahwa Noel telah sadar. Gila! Apa kadar gulanya sedang kelebihan?, heran Kevin melihat Eve yang berlari cukup cepat dan nampak sangat bersemangat. Eve membuka pintu ruang rawat dan melihat Artemis tengah berbincang dengan Noel, keduanya menoleh menatap Eve bingung.
“Kakak habis lari ya━”
Ucapannya terhenti saat Eve menarik Noel ke dalam pelukannya.
“Syukurlah, syukurlah, syukurlah” ujar Eve lega
“Uhm, kak━”
“Apa kamu baik? Ada yang sakit? Masih pusing? Haus? Lapar?”
“Kak Eve”
Pandangan Eve beralih pada Artemis, bocah itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Isyarat bahwa Noel telah baik-baik saja, Eve kembali menatap Noel, ditatapnya netra amber itu dalam. Sebuah tepukan pelan di bahunya membuatnya menoleh, “Dia baik-baik saja Eve, tenang saja” ucap Kevin. Perasaan kalut itu akhirnya luntur, Eve memilih percaya pada ucapan Artemis dan Kevin. Seharian itu mereka menghabiskan waktu berbincang bersama, sesekali melontar candaan dan tawa itu memenuhi ruang rawat itu.
“Oh iya kak, ini ada titipan”
Artemis memberikan bingkisan pada Noel ketika malam tiba dan hanya tersisa mereka berdua. Menunggu pergantian tahun yang tersisa beberapa jam lagi. Dengan wajah bingung Noel menerima bingkisan itu dan membukanya, sebuah topi rajut berwarna biru membuat Noel mengernyit. Aroma bunga yang samar itu menyeruak hidungnya, aroma yang terasa nostalgia sekali. “Dari siapa?” tanya Noel sambil mengusap topi rajut itu pelan, Artemis hanya mengangkat kedua bahunya ringan, Noel tidak begitu memperhatikan ketika netranya melihat sebuah kartu di dalam topi dan membacanya.
Selamat ulang tahun. Maaf atas hadiah ulang tahun yang terlambat ini.
Ucapan Artemis membuatnya membeku.
“Dari bibi yang sering ke cafe"85Please respect copyright.PENANAqcXrUQOeBh