Noel terbangun dengan perasaan gelisah, entah mengapa dia merasa ada yang tidak enak dengan perasaannya hari itu. Kebetulan hari ini jadwal kuliahnya kosong, sehingga dia bisa berada di cafe sepanjang hari. Kegiatan Noel tidak banyak, bahkan terkesan membosankan. Apalagi Stellar telah menyibukkan diri dengan laporan bulanan daripada mengganggunya seperti biasa.
“Oh Noel!” sang manager memanggil
“Iya kak, ada apa?”
“Bisa kamu catat ketersediaan barang di gudang? Maaf ya, harusnya ini tugas staf yang lain, tapi dia sedang ijin sakit” ujar manager
“Oh tidak apa-apa kak”
Noel lalu mengambil catatan dan berjalan ke gudang.
Noel berjalan sambil mencatat bahan makanan di gudang, sesekali fokusnya teralihkan karena perasaan gelisahnya itu. Tapi dia memilih mengenyahkan perasaan gelisah itu. Menghabiskan siangnya berada di dalam gudang. Tanpa menyadari bahwa ada belasan pesan masuk di ponselnya yang berada di laci meja kasir.
Saat sore tiba Noel terus memperhatikan pintu depan sesekali, kedua alisnya bertaut heran dan bingung. Ini sudah hampir malam, tapi bocah SMA yang biasanya datang pukul lima sore tidak nampak sama sekali. Noel mendesah kesal, padahal dia sudah menyisakan beberapa potong kue untuknya. “Lho belum pulang? Waktu kerjamu sudah habis kan?” pertanyaan itu membuatnya menoleh, Stellar baru keluar dari ruang kerja setelah berkutat dengan laporan bulanan seharian.
“Aku menunggu bocah itu” ujar Noel
“Anak anjing itu? Kalian ada janji?” Stellar membuka laci mesin kasir
“Anak itu bilang mau mampir hari ini, makanya aku menunggunya”
Stellar hanya mengangguk paham lalu atensinya beralih.
“Ponselmu terus bergetar, ada telepon sepertinya” ucapnya
Noel yang duduk di dekat etalase kue mendekat dan mengambil ponselnya yang sejak tadi berada di laci meja kasir. Netra amber itu cukup terkejut melihat belasan pesan masuk sejak siang tadi serta beberapa panggilan tidak terjawab dan belum sempat membukanya sebuah nomor rumah sakit terlihat di layar panggilan ponselnya. Sambil mengernyit bingung Noel memilih mengangkatnya, “Halo?” jawabnya.
“Wah! Ini memang nikmat! Segelas eggnog hangat di bulan Desember”
Stellar baru saja kembali dari dapur sambil membawa gelas kertas.
“Ada apa?” Stellar bertanya saat melihat raut wajah Noel
“Hei ada ap━”
Ucapannya belum selesai saat Noel tiba-tiba melepas apronnya dan berjalan untuk mengambil mantel dan barangnya. Kakinya melesat keluar dari cafe tanpa sempat menjawab pertanyaan Stellar dan sapaan sang manager atau staf lainnya. Perasaan gelisah itu terjawab saat dia menerima telepon itu. Jantungnya berdebar begitu kencang, deru napasnya tersendat dan bayangan-bayangan buruk mengitari isi kepalanya.
“Kumohon… kumohon… kumohon” harapnya
Langkahnya terhenti di depan pintu masuk gedung yang selalu didatanginya jika senggang atau memiliki janji. Sambil mengontrol perasaannya yang kacau Noel memilih masuk ke dalam. Bertanya pada suster yang berjaga, “Permisi, saya ingin bertanya kamar rawat Artemis Clarkson” ujarnya. Dadanya bergemuruh berharap cemas sambil menunggu.
“Oh sudah datang” sebuah suara membuatnya mendongak
Eve berjalan masuk ke dalam setelah mendengar bahwa Noel ada di rumah sakit, “Merepotkan saja” ucap Noel. Eve mencemooh pelan, bohong sekali, dilihat dari manapun Noel begitu peduli pada anak laki-laki yang tengah terbaring tidak sadarkan diri itu. Terlihat luka yang sudah terbalut perban di wajahnya, pelipisnya berdarah, pipi kanannya memar lalu sudut mulutnya robek jangan lupakan lebam di perut, dada, bahu dan punggungnya. Eve mengatakan tidak ada luka serius selain tangan kirinya yang retak.
“Eung…” kelopak netra cokelat itu terbuka perlahan lalu mengerjap
“Wah sudah sadar” ucap Noel
Hanya sebentar sebelum netra cokelat itu membulat terbelalak.
“Ka-kak-kak Noel?!!” ujarnya sedikit memekik
Tidak lama ketukan pintu terdengar dan dua orang pria dewasa berseragam polisi masuk menyapa mereka bertiga. Dua orang itu menyimak pembicaraan serius antara bocah SMA itu dengan dua orang polisi. Noel masih berada di tempatnya sementara Eve mendecak kesal, “U-um, kak so-soal itu a-aku”. Belum selesai Artemis berbicara ucapannya sudah dipotong dulu dengan rentetan nasehat panjang dari Eve. Mereka memang baru bertemu beberapa kali, tapi Eve sudah menganggap Artemis adiknya selain Noel.
“Selamat menikmati omelanmu” ledek Noel
“Dan lagi ya! Semua itu bisa diselesaikan dengan kepala dingin bukan kepalan tangan! Dan apa?! Kamu hampir masuk penjara karena orang tua salah satu dari penindas itu melaporkanmu! Sudah bosan hidup ya! Kenapa sih anak muda jaman sekarang sumbu emosinya pendek?!” ujar Eve
“Dan apa murid jaman sekarang suka menindas?! Anak sekolah itu harusnya belajar! Memangnya orang yang suka menindas otaknya lebih cerdas apa! Dasar orang-orang tidak waras! Apa perlu dicuci otaknya supaya benar?!” Eve masih sibuk dengan ocehannya dan Artemis memilih menundukkan kepala
“Jadi━” Noel mengalihkan atensi dua orang itu
“Apa kau menang?” pertanyaan itu membuat Eve menatapnya tajam
“Apa? Setidaknya dia bukan lagi jadi pecundang kan?” ucap Noel santai
Dan Noel bisa mendengar dengan jelas Eve meruntukki ucapannya, tapi atensinya memilih menatap bocah SMA yang menatapnya. Cukup lama sepasang netra amber dan netra cokelat itu saling bertatapan. Bahkan tanpa mereka sadari salju pertama turun malam itu mengiringi seulas senyum jumawa di wajah yang penuh luka yang telah diobati.
“Iya! Tentu saja!” ujarnya
ns 15.158.61.21da2