Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, tapi karena udara cukup hangat menjelang musim semi. Menjadikan seseorang yang bergelung di dalam selimut tebalnya menikmati menjelajah alam mimpinya. Hingga dering telepon dari ponselnya membuatnya harus terbangun. Setengah sadar dia meraba setiap tempat seperti nakas dan kasurnya, mencari benda persegi panjang yang terus mengganggu alam tidurnya..
Benda itu baru ditemukannya tempat di bawah tempat tidurnya. Tanpa melihat nama sang penelpon dia segera mengangkatnya. Mendekatkannya ke telinganya dan hendak menyapa. Tapi sapaannya lebih dulu terpotong saat suara dari seberang berteriak padanya.
“Heh! Beruang kutub!!!!”
Segera saja dia menjauhkan ponselnya.
“Berisik! Nggak perlu teriak bisa, kan?” sungutnya
“Nggak perlu teriak bisa kan? Gila ya!! Ini jam berapa heh!! Masa hibernasimu sudah lewat ngomong-ngomong”
“Apaan sih, ini masih pagi”
“Pagi dari mana hah?!! Kamu tidur di dalam kamar mandi apa gimana?!! Lihat jam sekarang!! kalau kamu sampai terlambat aku adukan pada manager!!”
Sambungan itu terputus begitu saja. Pemuda yang masih setengah sadar itu segera meruntukki sang penelpon. Dia segera mengecek waktu dari ponselnya, mata ambernya segera membulat sempurna setelah melihat jam yang tertera di sana.
Stellar sialan!!!
Dalam kecepatan kilat dia segera bangun dari tempat tidurnya. Memasuki kamar mandi untuk bersiap, hanya beberapa menit dia sudah menyambar tas serta mantel berbulunya. Tidak lupa menyambar selembar roti dan langsung menjejalkannya ke dalam mulut. Setelah memastikan semua barangnya masuk ke dalam tas, dia segera membuka pintu dan menguncinya. Langkah kaki panjangnya menggema di setiap lorong rumah sewa dan anak tangga yang dia turuni dengan tergesa.
Orion.Co Cafe.
Cafe yang selalu buka pagi sampai malam akan mulai ramai saat sore hari tiba, beberapa orang memilih untuk duduk nyaman di sana sambil menikmati secangkir kopi hangat atau cokelat panas. Meski cuaca mulai menghangat, tapi musim semi baru akan tiba dua bulan lagi. Jadi menghindari virus yang menyerang orang-orang memilih tetap memakai pakaian hangat.
Pemuda itu tiba dua puluh menit kemudian, membuka paksa pintu masuk yang menimbulkan dentingan nyaring dari bel pintu. Kepulan asap putih berlomba-lomba mengepul saat dia mencari oksigen. Dia segera berjalan menuju ruang staff untuk memakai apron dan menyematkan name tag-nya. “Terlambat sepuluh menit” sebuah suara membuatnya yang tengah berdiri di meja kasir menoleh.
Seorang perempuan dengan rambut panjang sebahu yang digerai menatapnya datar. Dia melipat kedua tangannya di depan dengan tatapan menyebalkannya. Yaitu salah satu alisnya terangkat dan tersenyum miring. “Kau pikir jarak kamar sewaku dengan cafe itu dekat apa?!” desisnya. Tapi nampaknya perempuan itu tidak terlalu peduli.
“Memang aku peduli? Lagian itu salahmu tidak memasang pengingat”
Dia segera melenggang pergi begitu saja dengan angkuh. Membuat pemuda itu menggeram dan mengutuknya dalam hati. Kalau saja membunuh orang angkuh itu dibolehkan, sudah kuracuni cokelat panasnya dari dulu, batinnya kesal. Tidak lama pemuda itu mulai menyibukkan diri dengan tugasnya. Melayani pesanan pelanggan dan membantu bagian dapur menyiapkan pesanan. Selalu memberikan senyum pada setiap pelanggan dan mengikuti aturan yang diberlakukan kalau tidak ingin gajinya berkurang.
Menjelang waktu tutup toko tidak akan banyak pelanggan, apalagi suhu pada malam hari masih terasa dingin meski tahun baru sudah lewat tiga minggu lalu. Pemuda itu memilih mengambil alat pembersih dan mulai melakukan pekerjaannya. Suasana malam yang tenang membuatnya lebih santai.
“Meski kamu membuat cafe ini berubah menjadi kaca juga manager tidak akan memberimu bonus”
Pemuda itu mendesah kesal.
“Aku masih baik hati lho tidak menyirammu dengan ember pel ini”
“Cih, sensitif sekali” ujarnya
“Berkacalah, Stel! Itu kau kalau lupa”
Stellar mendecih lalu berlalu begitu saja, hubungan mereka memang tidak dekat. Tapi bukan berarti mereka membenci satu sama lain. Stellar adalah sepupu jauh dari pemilik cafe tempat pemuda itu bekerja. Dan Stellar jugalah teman kuliahnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Hubungan pertemanan keduanya memang aneh.
Tidak perlu dipikirkan.
Dia segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum malam semakin larut dan udara dingin semakin menusuk tulang. Setelah membereskan urusannya dia pamit kepada manager cafe juga Stellar yang masih ada urusan di cafe. Angin malam musim dingin menerpa wajahnya begitu dia membuka pintu cafe. Dia merapatkan mantel bulunya, memasukkan kedua tangannya tanpa sarung tangan kedalam saku mantel.
Baru beberapa langkah sebuah mobil berhenti di dekatnya, membunyikan klakson. Pemuda itu menoleh dan sedikit melongokkan kepalanya untuk melihat orang yang ada di balik kemudi. “Ayo masuk, kuberi tumpangan gratis” ajak perempuan berambut sedikit ikal berwarna cokelat di balik kemudi itu.
“Aku tahu kalau kamu merindukanku”
Pemuda yang baru saja duduk dan menutup pintu mobil mendecih. “Percaya diri sekali” ujarnya yang membuat perempuan itu terkekeh. Dia segera melajukan mobilnya pelan, membelah jalanan yang lenggang di bulan pertama pergantian tahun itu.
“Kak Eve kapan kembali?” tanyanya
ns 15.158.61.8da2