"Sayang, maafin aku ya soal yang tadi, plis jangan marah yaa, kita baru jadian loh," Fajar meminta maaf bahkan saat ini dia memohon sambil berlutut di depanku sambil beberapa kali membenarkan kacamata tebalnya.
"Ya, makanya kamu juga ngerti sendiri kalo kita baru jadian, tapi kamu kok udah berani gitu sih," ucapku marah kepada Fajar.
Beberapa saat lalu setelah sikunya tak sengaja menyenggol payudaraku, selama perjalanan kami hanya diam tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulut kami.
Sesampainya di kosanku aku menyuruhnya berhenti tepat di pos dekat halte dimana aku biasanya menunggu bus.
Pos ini terlihat kumuh dan tidak terawat, namun masih terlihat berdiri kokoh dengan beberapa coretan di dinding pos.
Setelah aku turun dari motornya, ternyata Fajar ikut turun dan langsung meraih kedua tanganku lalu berlutut di hadapanku.
Padahal waktu itu aku tidak marah sama sekali, malahan aku ingin melihatnya agresif supaya aku mudah melakukan aksiku seperti apa yang diinginkan Pak Burhan, yaitu berhubungan sex dengan Fajar.
Tapi melihat Fajar yang begitu khawatir dan takut jika aku marah, akhirnya aku bersandiwara dan pura-pura seakan aku marah dan kecewa dengannya.
Tapi lama-lama aku merasa kasihan melihatnya terus berlutut di hadapanku, lalu aku menyuruhnya berdiri dengan kedua tanganku kubiarkan masih dia genggam.
"Maafin aku ya, sayang. Aku bener-bener gak sengaja, aku sudah bersikap kurang ajar sama kamu, jadi plis maafin aku ya," ucapnya ketika sudah berdiri.
"Hmm, emang kamu tadi gak sengaja ngapain? Maksudnya udah kurang ajar?" Aku berusaha memancing namun dengan ekspresiku yang masih datar.
"Yaa itu... Aku gak sengaja nyenggol itu kamu dan elus-elus itu..."
"Iyaa, Fajar... Itu apa? Kamu harus tegas dong jadi cowok..."
"Maaf..." Fajar kembali meminta maaf dengan kepalanya menunduk.
"Maaf, ternyata benar, aku gak bisa jadi cowok yang tegas seperti yang kamu inginkan..." Ucapnya lalu dia melepas tanganku dan berbalik seakan ingin pergi.
Aku terkejut dengan apa yang dia ucapkan, mungkin aku sudah terlalu jauh dan sudah keterlaluan mengerjainya.
Akupun langsung menggenggam tangannya, menahannya supaya tidak pergi. Lalu aku menoleh kearah tempat duduk di depan pos yanh terbuat dari cor dan mengajaknya duduk di pos yang kotor dan kumuh.
Untungnya dia masih mau tinggal dan mengurungkan niat untuk pergi, setelah aku membersihkan tempat untuk kami berdua duduk, aku langsung duduk dan menyuruhnya duduk di sampingku.
"Sayang, maaf ya tadi aku gak bermaksud nyinggung kamu," ucapku lalu kupegang kedua tangannya.
Aku sedikit memutar badanku supaya aku bisa berhadapan langsung dengannya. Kulihat dia masih diam membisu, aku jadi agak khawatir. Hingga akhirnya aku mulai memberikan senyum manisku kepada Fajar.
"Hmm... Kamu jangan tersinggung ya karena ucapanku tadi, sebenarnya aku tuh gak marah sama sekali ke kamu," aku mulai merayunya dengan nada bicaraku yang manis.
"Ta-tapi tadi aku sudah kurang ajar..."
Aku langsung menggelengkan kepalaku sehingga membuat apa yang diucapkan Fajar menguap begitu saja. Lalu dengan instingku sebagai seorang pacarnya, aku membelai lembut pipinya dengan tanganku.
"Emang, tadi kamu kurang ajar kenapa sayang? Kamu gak sengaja nyenggol susuku? atau karena tadi kamu elus-elus pahaku? Coba bilang apa?"
"I-iya, ta-tadi aku ee... itu... nyentuh paha kamu, lalu... a-aku gak sengaja nyenggol itu... nyenggol susumu," ucap Fajar gugup, namun bagiku dia sangat lucu dengan ekspresi itu.
"Hihihi... Terus kenapa? Kami pengen pegang? Kalo pengen bilang aja, aku kan pacar kamu, masa sih aku gak bolehin kamu megang."
Aku semakin memancing Fajar, saat itu juga ia menatapku dan menelan ludahnya sendiri seakan tak menyangka aku akan mengatakan itu.
Tak ingin menunggu terlalu lama, kusingkapkan jilbabku ke pundakku lalu aku menuntun kedua tangannya untuk memegang kedua payudaraku dari luar bajuku.
Mhh... Aku menahan suara desahanku saat tangan Fajar yang meraba payudaraku menyentuh putingku yang sebenarnya sudah mengeras dari tadi, lalu aku semakin membusungkan dadaku sehingga payudaraku terlihat semakin menonjol.
"Ka-kamu gak pake bra, sayang?" Fajar cukup terkejut saat menyadari kalau aku tidak memakai bra dibalik baju batikku.
"Ahh... Itu, ee.. Mhhh... Tadi kan kamu mau nganter aku pulang, jadi aku lepas dulu sebelum datengin kamu di pos, ahh..."
Kulihat matanya terbelalak seakan baru saja melihat pemandangan yang indah, dan saat kulihat kebawah, aku melihat tonjolan yang agak besar di selangkangannya.
Aku semakin penasaran sebesar apa benda yang berada dibalik tonjolan itu. Akhirnya pertahananku runtuh dan nafsu mulai menguasai diriku.
Aku langsung berfikir untuk mengajak Fajar masuk kedalam pos dan segera melakukannya di dalam sana. Tapi, apa tidak terlalu cepat?
Nafasku mulai terasa berat, vaginaku mulai basah membayangkan kontol Fajar dari balik tonjolan besar di selangkangannya.
Hingga bisikan setan akhirnya berhasil menguasai diriku sepenuhnya, aku berdiri dan meraih tangan Fajar lalu aku menariknya kedalam pos.
Dia nampak kebingungan dengan apa yang aku lakukan, tanpa menutup pintu pos yang terbuka lebar, aku menyuruhnya duduk di tempat semacam dipan yang terbuat dari semen, aku menyuruhnya duduk di pojok supaya tidak ketahuan dari luar.
Setelah aku melepas tasku dan menaruhnya di lantai yang kotor, aku membuka kancing bajuku dan nampaklah payudaraku yang besar dan sekal.
Fajar seakan terkesima melihat payudaraku yang begitu menggoda, aku berjalan mendekat dan kuarahkan payudaraku tepat didepan wajahnya.
"Sayangku mau nyusu?" Tanyaku pada Fajar.
"E-emang bo-boleh?"
"Boleh kok sayang."
Tanpa pikir panjang, aku langsung memegang kepalanya lalu kuarahkan kepalanya untuk menghisap putingku.
Ahh... Aku mendesah karena rasanya sungguh nikmat, bahkan saat ini kedua payudaraku sudah penuh dengan air liurnya.
"Enak banget sayang, susumu gurih banget..."
"Ahh... Iyahh sayanghh... Nyusu yang banyak yaahh, biar sehat ahh..."
Setelah sekitar dua menit kubiarkan Fajar menghisap kedua payudaraku, dengan payudaraku yang masih menyembul, aku jongkok didepannya.
"Ma-mau apa kamu, sayang?" Tanya Fajar panik.
"Mau manjain kamu lah, mau gak? Kalo gak yaudah."
"Ehh... Ma-mau dong..."
Akupun tersenyum lalu kubuka celananya dan celana dalamnya, aku menyuruhnya agak maju supaya aku tidak kesulitan.
Dan alangkah terkejutnya aku saat kulihat kontolnya yang sudah tegang, ukurannya besar dan berurat berdiameter sekitar empat setengah senti dan panjangnya sekitar delapan belas senti.
Aku menggenggam kontolnya dengan tanganku, aku langsung mengocok kontolnya dengan ujung kepala kontolnya kujilati seperti sedang menjilati eskrim.
Setelah itu kumasukkan kontolnya kedalam mulutku sampai ujung kontolnya menyentuh tenggorokanku. Rasanya aku seperti ingin tersedak, tapi rasa itu hilang karena nafsuku yang sudah memuncak. Aku juga memainkan lidahku di bagian bawah kontolnya yang besar dan berurat itu.
"Ahh... Enak banget sayang," Fajar mengerang merasakan kenikmatan kontolnya di mulutku.
Aku mulai memaju mundurkan kepalaku sambil terus menghisap kontolnya. Tak lupa juga biji zakarnya juga ku kulum dan batangnya yang besar kukocok menggunakan tanganku.
"Enak nggak sayang?" Tanyaku dengan tatapan manja kearahnnya.
"E-enak b-banget, ahh..."
Aku semakin semangat menggerakkan kepalaku maju mundur, aku juga sesekali meremas payudaraku.
Cukup lama aku memberikan layanan oral sex kepada Fajar, tahan lama juga ternyata dia, pikirku.
Setelah sekitar lima menit mengulum kontolnya, mulutku terasa lelah karena saking besarnya. Lalu aku menggunakan payudaraku, aku menjepit kontolnya menggunakan payudaraku dan aku menggerakkan tubuhku naik turun.
Saat aku memandang kearahnya, aku lihat Fajar semakin menikmati permainanku di kontolnya.
"Kalo mau keluar, keluarin aja ya sayang, jangan ditahan yaa..." ucapku sambil terus mengocok kontolnya menggunakan jepitan kedua payudaraku.
"Ahh... Iyaa sayang, aaku bentar lagi mau keluar..."
Setelah itu kurasakan urat-urat kontolnya mengeras, aku mengeluarkan air liurku ke ujung kepala kontolnya yang sudah keluar cairan precumnya.
Crot... Crot... Crot...
Spermanya menyembur begitu banyak, sekitar tujuh kali kontolnya menyemburkan sperma hangat yang langsung muncrat membasahi wajah, jilbab, dan tentunya payudaraku.
Lalu aku membersihkan sisa sperma di kontolnya menggunakan mulutku sampai bersih, lalu aku menggunakan kain jilbabku untuk mengelap kontolnya.
Meski sudah ejakulasi dan tidak setegang sebelumnya, kontolnya masih terlihat besar saja.
Namun, saat aku sedang memasukkan kembali kontolnya kedalam sarangnya, Fajar bertanya padaku yang membuatku diam tak bisa menjawabnya.
"Sayang, emang kamu gak jijik ya? Apa jangan-jangan dulu kamu udah pernah gituan?"
Aku sempat memandang wajahnya yang seketika menatapku sangat serius. Setelah merapikan celananya, aku mengambil tisu di dalam tasku untuk membersihkan wajah dan payudaraku yang penuh dengan spermanya.
"A-aku bersihin dulu ya, sayang," ucapku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Iyaa, tapi jawab dulu pertanyaanku."
Aku mendengar ucapannya, tapi aku berusaha mengabaikannya dan aku masih sibuk mengelap tisu itu ke wajah dan payudaraku. Lalu aku merapikan kembali baju batik dan jilbabku seperti sedia kala.
"Sayang, aku udah rapi nih, pulang dulu yuk," ajakku tapi aku masih tidak berani menatap wajahnya.
"Wid, jawab dulu pertanyaanku! Kamu udah pernah kan? Atu dulu kamu sering gituan sama mantanmu?" Fajar menggenggam tanganku dengan erat.
"Akhh..." Aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya, tapi ternyata dia sangat kuat.
"Jawab gak?"
"Ya aku gak jijik karena aku kan pacarmu," jawabku dengan hatiku yang mulai sedikit bergetar.
"Terus? Kulihat tadi kamu kayak udah pengalaman banget, Wid. Kamu dulu udah pernah gituan kan?"
Aku hanya diam menunduk, aku tak tahu harus bagaimana menjawabnya. Kenapa jadi seperti ini? Apa aku harus jujur? Tidak, aku harus menjaga harga diriku sebagai seorang akhwat.
Awalnya aku menggoda Fajar supaya aku lebih mudah melancarkan aksiku seperti yang diinginkan Pak Burhan. Tapi, sekarang sudah diluar kendaliku.
Jika aku gagal, sudah pasti Pak Burhan akan menghukumku dan pastinya aku akan semakin hancur.
"Sayang, jujur aja sama aku, gapapa kok," ucap Fajar yang saat itu sepertinya sudah berhasil meredakan amarahnya.
Dia memegang kedua bahuku dan menatapku penuh perhatian, sepertinya dia sangat tulus mencintaiku.
"Aku... Aku... Eee... Sebenarnya..."
7888Please respect copyright.PENANAIgWrXbmFQ6