Ku rasakan sepertinya Pak Wahyu sudah berada di belakangku, ia meremas kedua payudaraku yang bergelantungan dari belakang dan sesekali memilin putingku yang sudah mengeras.
Rangsangan yang diberikan Pak Wahyu di putingku yang cukup sensitif ini membuatku semakin kehilangan kewarasanku.
Aku mendesah semakin keras karena keenakan, sedangkan kurasakan penis Pak Wahyu menyentuh pantatku.
Tak lama kemudian Pak Arif menyusul, ia mengarahkan penisnya yang lebih panjang dari penis Pak Burhan tepat di depan mulutku.
Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan dengan penis itu, tiba-tiba Pak Arif memencet hidungku, aku pun membuka mulutku karena tidak bisa bernafas.
Dengan sigap, Pak Arif memasukkan penisnya kedalam mulutku. Ia memegangi kepalaku supaya aku tak melepaskan penisnya, padahal aku merasa mual.
"Jangan sampe kena gigi, awas aja kalo sampe kena gigi, gw gampar lu," tiba-tiba saja Pak Arif jadi sekasar itu.
Dia pun mulai memaju mundurkan penisnya yang ada di dalam mulutku seakan menyetubuhi mulutku.
Aku sungguh merasa tersiksa karena mual dan tersedak, tapi entah kenapa tubuhku malah menikmatinya.
"Mmpphh... Aammmhhh... " Desahku karena mulutku yang tersumpal penis Pak Arif.
Beberapa saat kemudian, Pak Wahyu berhenti meremas payudaraku, lalu mendorongku sehingga sedikit menungging.
Kemudian ia mengangkat gamisku bagian belakang, kurasakan ia juga meludahi tepat di bagian lubang duburku.
Apa yang ingin dia lakukan, pikirku yang saat ini masih sibuk mengulum penis Pak Arif. Kemudian kurasakan penisnya menempel tepat di lubang duburku.
"Mpphhh... Mpphhh..." Aku berusaha melepaskan kepalaku dari cengkraman Pak Arif.
"Mphh... Jangan disitu pak, ahh... Sakiittt..." Teriakku begitu kepalaku berhasil lepas dari tangan Pak Arif.
"Jangan di dubur paakk... Aakkhhhh..."
Aku meronta kesakitan begitu penis Pak Wahyu berhasil menerobos liang duburku, kembali air keluar dari mataku karena merasakan sakit di bagian duburku.
"Sabar ya lonte, sebentar lagi juga enak, hahaha..." Ucap Pak Wahyu di belakangku.
Pelan namun pasti, Pak Wahyu mulai mempercepat genjotannya di anusku, yang awalnya terasa sakit dan sesak di anusku, kini mulai terasa nikmat, bahkan lebih nikmat dari sebelumnya.
Bahkan kini tubuhku kembali mengejang , sepertinya aku akan mengalami orgasme lagi malam ini.
Tak memberikanku kesempatan sama sekali, Pak Arif kembali memaksaku untuk mengulum penisnya.
"Mmpphhh..." Desahku panjang tertahan oleh penis Pak Arif ketika aku mengalami orgasme kedua ku malam ini.
Mereka terus menggenjot tiga lubangku terus menerus secara bersamaan. Hingga tak lama kemudian, ku dengar suara seseorang dari pintu kamar yang mengagetkanku.
"Wahh, ternyata emang bener kamu emang lonte akhwat ya mbak, hahaha..."
Pria itu, aku mengenali suara pria itu, dia adalah satpam komplek yang tadi berkata kurang ajar padaku.
Hilang sudah harga diriku sebagai seorang akhwat yang selalu menutup auratku di depan orang lain.
"Sini gabung Pak Anwar, mumpung dapat gratisan kita, spek ukhti-ukhti lagi haha..." Sahut Pak Arif pada satpam yang ternyata bernama Anwar itu.
Tak butuh waktu lama, Pak Anwar sudah bugil sepenuhnya dan menunjukkan penisnya dihadapanku.
Aku terus digenjot oleh Pak Burhan dan Pak Wahyu di kedua lubang bawahku, sedangkan mulutku harus bergantian mengulum penis milik Pak Arif dan Pak Anwar di hadapanku.
Lagi-lagi aku merasa akan ada yang keluar dari vaginaku, sepertinya aku akan mengalami orgasme ketiga malam ini.
"Widya, kamu memang lonte akhwat, muridku yang paling binal, saya mau keluar, saya akan mengeluarkan benih unggulku di dalam memekmu, ahh..."
Aku seketika membelalakkan mata, aku kembali berusaha meronta tapi tenagaku masih kalah jauh jika dibandingkan tenaga mereka yang terus menahan tubuhku.
"Ahhh... Pak saya mohon jangan di dalam pakk... Nanti saya bisa hamil, Ahh..."
Tapi semua sudah terlambat, Pak Burhan semakin menekan penisnya kedalam vaginaku dan kurasakan, crot... crot... crot... sekitar lima kali semburan sperma hangat memenuhi rahimku.
Seketika aku kembali meneteskan air mata, "Aku hamil, aahh... Aku akan mengandung anak Pak Burhan... Kalian semua jahat..." Teriakku tak karuan sembari mengutuk diriku sendiri yang dengan mudahnya menikmati perzinahan ini.
Mereka menghentikan genjotannya namun sama sekali tidak mempedulikan ku. Kali ini gantian Pak Wahyu yang terlentang di bawahku, sedangkan Pak Arif menggenjot anusku.
Kulihat Pak Burhan keluar kamar sedangkan Pak Anwar menyetubuhi mulutku.
Kali ini aku kembali disiksa oleh mereka dengan kenikmatan duniawi. Ya, perzinahan atau pemerkosaan yang aku sendiri malah menikmatinya.
"Ya Tuhan, jika memang takdirku seperti ini, maka biarkan aku menikmatinya. Sungguh dosa ini begitu nikmat."
Aku hanya pasrah dengan apa yang mereka lakukan selanjutnya padaku, bahkan aku juga tak menghiraukan saat Pak Wahyu juga menyemburkan spermanya kedalam rahimku.
Mereka terus bertukar posisi, terus menyetubuhiku hingga masing-masing dari mereka berempat sudah merasakan ketiga lubangku.
Ku lihat jam dinding di kamar sudah menunjukkan puku 11 malam, artinya sudah tiga jam lebih aku disetubuhi mereka secara bersamaan.
Tubuhku tergeletak lemas di atas kasur yang sudah berantakan. Bahkan hijab dan gamisku sudah lusuh tak karuan, mereka juga menyemburkan sperma mereka di wajah dan payudaraku.
Tak lama kemudian, Pak Burhan memberiku sesuatu, "Ini, minum!..." Suruh Pak Burhan.
"Apa itu pak?" Tanyaku lemas saat melihat tangan Pak Burhan menyodorkan semacam pil di tangannya.
"Ini obat pencegah kehamilan."
Aku langsung meraih obat itu dan tanpa pikir panjang, aku langsung meminumnya.
"Widya, sekarang kamu tidak perlu khawatir masalah spp atau uang sekolah apapun lagi, tapi dengan syarat kamu harus siap jika saya minta kamu melayani saya dan orang-orang saya dimanapun itu. Saya juga akan rutin memberimu obat itu, kamu harus minum obat itu setiap hari, karena saya sendiri juga tidak tahu kapan saya akan meminta tubuhmu lagi, paham?"
Aku hanya mengangguk pelan seakan mengerti apa yang dikatakan Pak Burhan. Ia jugan mengancam akan menyebar video persetubuhanku dengan mereka jika aku berani cerita pada siapapun. Ya, video yang tadi sempat direkam oleh Pak Arif, dimana dalam video itu aku terlihat begitu menikmatinya.
Saat Pak Burhan sudah keluar kamar dan kudengar sedang bercanda dengan yang lain, bahkan satpam komplek ini juga ikut serta, aku kembali menangis.
Menangisi nasibku yang berakhir seperti ini, seorang akhwat dengan pakaian tertutup harus rela disetubuhi oleh empat orang secara bersamaan hanya supaya tidak perlu lagi memikirkan biaya sekolahku.
Sampai tak terasa aku pun tertidur karena badanku yang terasa sangat amat lelah. Hingga saat aku terbangun, kulihat jam di dinding sudah menunjukkan jam empat subuh.
Aku memang sudah terbiasa sejak kecil bangun jam segini, aku juga mendengar ponselku yang ternyata sudah terletak di atas meja sebelah kasur berdering.
Saat kulihat, ternyata alarmku berbunyi, di bagian atas layar ponselku juga terdapat notifikasi dari nomor tidak dikenal. Ternyata pesan masuk dari Pak Burhan.
Dimana isi pesan itu adalah Pak Burhan menyuruhku untuk tidak masuk sekolah terlebih dulu, ia akan membuatkan surat izin pada wali kelasku dengan alasan aku ditugaskan oleh Pak burhan untuk membantu pekerjaannya sebagai pengganti biaya sekolahku yang sudah menunggak.
Dan intinya isi pesan itu sangat perhatian padaku, inilah yang kuinginkan. Sebuah perhatian dari orang yang lebih tua dariku, aku jadi merindukan Abi dan Umi.
Mengingat kejadian semalam, aku kembali menangis, aku tak bisa membayangkan jika kedua orang tuaku mengetahui jika aku baru saja di setubuhi oleh guruku sendiri.
Tapi aku sendiri juga tidak tahu harus bagaimana, karena aku juga mengingat ancaman Pak Burham semalam.
"Maafkan Widya Abi, Umi... Widya gak tahu kalau akan berakhir seperti ini." Ucapku dalam hati dengan isak tangisku sendiri pagi ini.
Lima belas menit kemudian, akupun berusaha menyeka air mataku sendiri, air mata yang menjadi saksi hilangnya keperawananku malam ini. Tapi saat ku ingat kembali, aku begitu menikmatinya, begitu rendahnya diriku saat ini.
Saat ku lihat meja di sebelah kasur, tak sengaja ku lihat sebuah paper bag dan tas selempang yang semalam ku bawa kemari.
Ku ambil kedua barang itu, saat ku buka isi paper bag itu, ternyata isinya adalah sebuah gamis berwarna biru muda dan hijab segi empat berwarna hitam.
Tapi gamis itu terbuat dari bahan jersey yang tipis, mungkin akan menunjukkan lekuk tubuhku jika aku memakainya, tak lupa juga obat pencegah kehamilan didalamnya yang berisi sebotol kecil dan beberapa lembar uang seratus ribuan untuk uang jajanku dari Pak Burhan.
Aku pun bergegas mandi di kamar mandi yang memang terletak di dalam kamar ini. Aku berharap air segar pagi ini bisa kembali membersihkan tubuhku yang sudah kotor ini.
Tak lama kemudian, akupun selesai mandi, saat aku ingin melaksanakan sholat subuh, aku tidak menemukan mukena di sini. Di komplek prostitusi seperti ini mana mungkin aku bisa menemukan mukena, pikirku.
Saat aku ingin memakai gamis pemberian Pak Burhan, aku tak menemukan pakaian dalamku sama sekali, bahkan celana trainingku semalam sudah tidak berbentuk celana lagi.
"Apa aku harus mengenakan gamis ini tanpa daleman sama sekali? Bagaimana jika lekuk tubuhku terlihat jelas?"
Saat aku bingung harus mencari pakaian dalamku, ponselku kembali berdering, kembali pesan masuk dari Pak Burhan.
*Mulai sekarang tidak usah lagi pake daleman, saya tidak mau tahu. Meski kamu sekolah dan dimanapun jangan pernah pake daleman."
Seperti itulah pesan dari Pak Burhan, dengan terpaksa, aku memakai gamis itu dan memakai jilbab segi empat berwarna hitam itu.
Saat aku melihat tubuhku di depan cermin, aku melihat lekuk tubuhku yang terlihat jelas. Ternyata selain bahannya yang tipis, ternyata gamis itu juga cukup ketat.
Ku lihat juga putingku menjiplak jelas dari balik gamisku, tapi beruntungnya jilbab segi empat yang ku pakai lumayan lebar, sehingga bisa menutupi sedikit tonjolan putingku di bagian dadaku. Tapi masih tidak bisa menutupi bagian bawah payudaraku.
Namun, saat ku raba bagian putingku, aku merasa seperti tersengat listrik. "Ahh..." Aku mendesah kecil saat kurasakan sensasi baru pada tubuhku.
"Ternyata begini rasanya tidak memakai daleman," pikirku.
Tidak pikir panjang, aku bergegas mengambil ponsel dan tas selempangku, tak lupa kumasukkan obat pencegah kehamilan itu kedalam tasku.
"Aku harus segera pulang, sebelum ada orang lain yang melihat penampilanku seperti ini, bahkan jika sampai tetangga kos atau orang-orang di sekitar kos melihatku seperti ini, bisa bahaya nanti."
ns 15.158.61.39da2