POV : Widya
Aku masuk kedalam rumah makan itu yang pastinya selalu ramai setiap harinya. Meski saat jam-jam kerja kantor dan lewat tengah malam, rumah makan ini masih terlihat ramai.
Pernah sekali beberapa minggu lalu saat aku mengobrol dengan Mbak Hana sampai lupa waktu, aku diajak oleh Mbak Hana ke rumah makan ini sekitar pukul setengah dua belas malam, tapi masih begitu banyak juga orang-orang yang makan di tempat ini.
Aku ikut berbaris mengantri untuk memesan makanan, saat sedang menunggu aku mengambil ponselku dari dalam tas selempang yang ku bawa.
Saat kubuka ponselku, ternyata begitu banyak pesan masuk dari Maya, sahabatku. Bahkan ada beberapa panggilan tak terjawab dari Maya.
Aku merasa bersalah karena tak mengabari sahabatku itu, aku segera membalas pesannya dengan alasan kalau aku sedang membantu Pak Burhan menyelesaikan tugasnya.
Tak mungkin jika aku mengatakan yang sebenarnya pada Maya, meski aku sendiri tahu aku sudah berbohong padanya.
Karena antrian tidak terlalu lama, aku segera memesan makanan karena sebentar lagi giliranku.
Saat aku memesan, seorang kasir laki-laki terus saja menatapku. Apa dia sadar kalau aku tidak memakai apapun dibalik gamisku? Tapi aku masih berusaha bersikap normal.
Aku segera memesan satu porsi ayam krispi, namun saat akan membayar, entah aku merasa gugup atau apa, aku menjatuhkan dompetku sesaat setelah mengambilnya dari dalam tasku.
Kuambil dompetku dalam posisi membungkuk sembilan puluh derajat, namun saat itu juga kurasakan sebuah benda menyentuh tepat di tengah pantatku. Bahkan sepertinya benda itu sedikit mendorong lubang pantatku dari luar gamis.
"Ahh..." Aku tak sengaja mengeluarkan suara itu lagi karena aku bisa merasakannya karena gamisku terbuat dari bahan yang tipis.
Aku berusaha tak menghiraukannya dan bergegas membayar pesananku. Saat aku beranjak pergi menuju tempat nasi yang sudah disediakan, kulihat kebelakang seorang pria yang tadinya antri di belakangku, tersenyum padaku.
Di rumah makan ini memang membebaskan pelanggan untuk mengambil nasi sesuka mereka. Sehingga saat antri memesan, mereka hanya perlu memesan lauknya saja, sedangkan untuk nasi mereka bisa ambil sendiri sepuasnya.
Bahkan untuk minum, sudah disediakan air mineral di galon yang sudah disediakan beserta gelasnya.
Setelah aku mengambil nasi, aku bergegas mencari meja yang kosong. Namun hanya tersisa satu meja kosong, itupun berada di pojok belakang.
Tanpa pikir panjang, aku bergegas berjalan ke meja kosong itu. Namun karena tempatnya di ujung, aku harus melewati beberapa meja yang penuh dengan pelanggan.
Tak hanya itu, mereka juga memandangku aneh. Apa ada yang salah denganku? Sesampainya di meja kosong itu, kulihat masih banyak pasang mata yang sesekali mencuri pandang kearahku.
Namun, saat aku sudah duduk dan hendak menyantap pesananku, aku sangat terkejut. Kulihat dibalik gamis dan jilbabku, putingku terlihat menonjol, meski samar-samar, semua orang pasti membayangkan atau berfantasi denganku.
Tapi, aku tak menghiraukannya sama sekali karena perutku yang sejak tadi sudah berteriak seakan minta jatah makanan hari ini.
Saat aku sedang asik makan, kurasakan seseorang duduk di samping kananku. Seorang pria yang tadi menatap dan tersenyum kearahku.
Ah, ada apa denganku? Saat pria itu duduk di sebelahku, tiba-tiba nafsuku mulai naik, muncul perasaan aneh seakan ingin orang itu menjamah tubuhku, meremas payudaraku, mengobok-obok vaginaku lalu menyetubuhiku.
Sadar Widya, kenapa aku malah berfikiran seperti itu? Apa sekarang aku sudah menjadi akhwat binal? Tidak, tapi akhwat lonte.
Seperti dugaanku, beberapa saat kemudian ketika makananku sudah hampir habis, tangan kiri pria itu mulai meraba pahaku dari luar gamisku.
Tapi, entah kenapa aku tak menegurnya, aku malah membiarkan tangannya begitu saja yang saat ini semakin kurang ajar. Tangannya kini mulai memindai area pahaku dan berhenti tepat di area selangkanganku.
Aku hanya ingin cepat menghabiskan makananku dan pergi dari sini. Namun, tangannya tak berhenti begitu saja, tangannya mulai naik ke atas, meraba payudaraku dan sesekali memilin putingku.
Pria itu melakukannya dari dalam jilbab pashmina lebar yang kupakai, sehingga tak ada seorangpun melihat aksinya.
"Ternyata kamu gak pake daleman ya? Dasar lonte akhwat!" Bisiknya di telingaku.
Aku tersadar karena bisikan itu, ternyata sebelumnya pikiranku sudah pergi entah kemana, bahkan aku sama sekali tidak menyadari jika saat ini aku berada di rumah makan yang ramai.
Saat dua orang pemuda ikut bergabung di meja makan, aku segera ingin pergi dari tempat ini. Tapi, pria itu menahanku, ia tak ingin memberiku jalan meski aku sudah memintanya dengan baik dan sopan.
Meja ini berkapasitas empat orang dan letaknya di pojok, sedangkan aku duduk di kursi paling pojok sehingga jika ingin keluar, orang yang duduk di sebelah kananku harus memberiku jalan.
Aku pun terpaksa menunggu pria itu sampai selesai makan, tapi beruntung ada dua orang pemuda yang ikut bergabung sehingga membuat pria itu berhenti melakukan aksinya.
Sembari menunggu pria itu selesai makan, aku kembali membuka ponselku yang ternyata ada pesan masuk lagi dari Maya.
'Iyaa, Pak Burhan udah buatin surat ijin kok, semangat ya Bu Ustazah yang cantik dan manis' isi pesan chat dari Maya.
Aku tersenyum saat membaca isi pesan itu lalu kumasukkan lagi ponselku kedalam tas selempang.
Tapi, pria itu masih belum selesai makan juga. Aku memandangi kearah dua pemuda yang terlihat cuek itu sedang sibuk makan dan sesekali mereka saling mengobrol.
Kedekatan mereka terlihat seperti aku dan Maya, kembali teringat dengan pesan Maya yang selalu saja menggodaku.
Tapi, bagaimana jika mereka juga menyadari jika aku tak memakai pakaian dalam sama sekali? Lalu mereka menyetubuhiku secara bersamaan?
Kira-kira penis mereka besar gak ya? Bagaimana jika pria di sebelahku juga ikut menyetubuhku? Aku seorang diri melawan tiga orang laki-laki seperti saat pertama aku melakukannya dengan Pak Burhan, Pak Wahyu, dan Pak Arif.
Tidak, kenapa aku kembali memikirkan hal semacam itu? Kenapa setiap kali aku memikirkannya, nafsuku semakin naik? Mhhh... Vaginaku kembali terasa becek dan gatal, ingin sekali aku segera pulang dan masuk kedalam kamar kos lalu memuaskan birahiku sendiri dengan cara masturbasi.
Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba pria di sebelahku menepuk pundakku lalu berdiri. Akhirnya dia akan pergi, sehingga aku bisa cepat-cepat pulang.
Namun sebelum itu, aku mengambil segelas air mineral dari galon yang sudah tersedia di rumah makan lalu meneguknya habis.
Tapi, saat aku berjalan hendak keluar dari rumah makan, tiba-tiba seseorang menarik tanganku. Pria yang tadi meraba tubuhku saat makan.
Aku belum sempat bereaksi apa-apa tapi dia sudah melangkahkan kakinya. Apa kuturuti saja dia? Ah, kuikuti saja dia, lagipula dia tak macam-macam dulu.
Ternyata ia mengajakku ke sebuah parkiran luas dengan mobil dan motor yang tersusun rapi. Hingga akhirnya ia sedikit memaksaku masuk kedalam mobil mewah miliknya karena aku sempat menolak.
"Siapa namamu?" Tanya pria itu saat kami sudah berada di dalam mobil.
"Na-nama saya Widya," aku menjawab pertanyaannya gugup, karena pria itu mendekatkan dirinya pada wajahku dan tangannya mulai meraba selangkanganku.
"Hmm... Saya Evan, berapa tarifmu?"
"Ma-maksunya, P-pak?" Aku tahu benar apa yang ia inginkan dariku. Tapi, kenapa secepat ini?
"Heh, lonte! Jangan pura-pura tidak tahu, kamu sengaja kan ke tempat ini buat cari pelanggan? Gak pake daleman segala?" ucapnya dengan nada datar, namun nada bicara seperti itu justru membuatku semakin merinding.
"Jangan kurang ajar!... Akhh..."
Belum sempat aku melayangkan tamparan padanya karena sudah bersikap kurang ajar padaku, tapi dengan sigap tangannya memegang daguku dengan kuat sehingga membuatku kesakitan.
Aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya di daguku, tapi tenagaku sama sekali tak bisa menandinginya, meski aku sudah menggunakan kedua tanganku.
Lalu, ia arahkan wajahku menghadap kearahnya, dengan sigap ia melumat bibirku lalu perlahan mulai melepas daguku.
Akupun mulai membalas lumatannya, ia meraih kedua tanganku lalu ia arahkan kedua tanganku keatas, tepatnya di belakang kepalaku sehingga payudaraku semakin membusung kedepan.
Sedangkan tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk meremas payudaraku bergantian.
"Mhhh... Mhhhh..."
Desahku tertahan karena ia masih terus melumat bibirku, aku kembali merasakan kenikmatan diperlakukan seperti ini. Tenaganya yang kuat, dan remasannya di payudaraku lalu sesekali memilin putingku membuatku seolah melayang.
"Berapa usiamu? Sepertinya masih sangat muda," tanya pria itu yang bernama Pak Evan sesaat setelah melepas mulutku dari lumatannya.
"Ahh... Delapan belas tahun, Pak... Ampun, Pak... Lepaskan saya, saya mohon... Saya masih sekolah..." Aku memohon pada pria itu sambil berusaha melepaskan kedua tanganku.
"Bagus, kalau begitu ikut saya dulu. Saya tidak akan menyakitimu jika kamu nurut," ucapnya lalu melepaskan kedua tanganku.
Aku hanya pasrah, mau kaburpun pintunya terkunci dan aku baru pertama kali masuk kedalam mobil semewah ini, sehingga aku juga tak tahu bagaimana cara membuka pintu mobil ini.
Ia lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya, saat mesin mobil menyala sepenuhnya, aku terpana mendengar suara mobilnya.
Setelah keluar dari parkiran dan mulai berjalan di jalan raya, suara mobilnya menderu seperti mobil sport lalu mulai fokus ke arah jalan raya dan mulai mengajakku mengobrol.
"Ternyata ada juga lonte berjilbab sepertimu, saya kira cuma cerita omong kosong yang dibuat orang-orang,"
Aku hanya diam, bahkan aku sendiri tak tahu harus menanggapi ucapannya seperti apa. Hingga akhirnya aku memberanikan diri bertanya pada pria itu.
"Ki-kita mau ke-kemana, Pak?" Tanyaku gugup, karena saat ini aku merasa takut.
Sepertinya, untuk yang satu ini aku benar-benar tidak bisa melawannya. Terlihat jelas dari mobil mewah yang ia bawa selain itu aku juga melihat iphone versi terbaru di dasbor mobilnya. Handphone yang sudah menjadi impian banyak orang, bahkan sahabatku Maya secara terang-terangan menginginkan benda itu.
Sempat hening untuk beberapa saat, sepertinya aku sudah menanyakan hal bodoh pada Pak Evan. Namun sesaat setelahnya, pria itu menatapku dengan senyum mesumnya ia menjawab pertanyaanku.
"Hotel bintang lima di pusat kota, saya sudah tidak sabar ingin menikmati tubuhmu," ucapnya sambil tatapannya mengarah pada payudaraku, sebelum akhirnya ia kembali memfokuskan pandangannya pada jalan raya.
Akan sangat bodoh jika aku tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria itu, aku kembali menundukkan kepalaku, membayangkan bagaimana aku nantinya karena sebentar lagi, tubuhku akan kembali dinikmati oleh orang asing, orang yang sama sekali tidak ku kenali.
8239Please respect copyright.PENANAghz5SPBZ7b