"Jawab, Wid! Kamu sebenarnya apa?... Jawab jujur!..."
Masih didalam pos tertutup yang pengap dan kumuh ini aku masih belum bisa menjawab pertanyaan dari Fajar yang terus mendesakku.
Aku tak tahu harus berkata apa untuk menjawab pertanyaannya, bahkan untuk beralasan saja aku sendiri tidak tahu harus beralasan apa.
Sampai aku teringat sekitar dua tahun yang lalu aku pernah berhubungan dengan temanku waktu masih SMP hingga aku sampai hilang kontak dengannya.
"Kalo aku jujur, apa kamu akan marah, Jar?" Tanyaku dengan penuh harap padanya.
"Selagi kamu mau jujur aku gak akan marah kok," ucapnya sambil membenarkan kacamata tebalnya.
Aku menghirup nafas panjang lalu perlahan mengeluarkannya, sebelum akhirnya aku berkata dengan sedikit tidak jujur padanya.
"Sebenarnya dua tahun lalu aku pernah pacaran sama anak beda sekolah sama kita, tapi aku sama dia cuma kayak kita tadi... Aku... Aku... Gak sampai gituan kok, kamu percaya kan, sayang? Aku bahkan udah lama putus sama dia."
"Terus kenapa kalian putus?" Tanya Fajar dengan tatapan tajam darinya.
"A-aku tahu dia selingkuh dari temanku waktu di SMP dulu. Itu juga jadi alasan kenapa aku gak mau pacaran lagi dan nolak semua cowok."
Setelah mendengar jawaban dariku, kami hanya diam, hanya keheningan didalam pos yang pengap dan kumuh ini. Hanya terdengar suara kendaraan lalu lalang di jalan raya.
Hingga akhirnya aku membuka mulutku berusaha memecah keheningan di dalam pos ini.
"Maaf... A-aku mungkin bukan cewek baik-baik, aku... Emmm... Ka-kamu pantas dapet cewek yang lebih baik dariku... Aku..."
Aku tak bisa lagi melanjutkan ucapanku barusan karena saat itu juga aku mulai terisak, air sudah mengalir keluar dari mataku.
Aku juga sudah membohongi Fajar, berkata tidak jujur dengan laki-laki baik yang sering dibuli di sekolah.
Kembali teringat saat beberapa hari yang lalu ketika keperawananku direnggut oleh Pak Burhan secara paksa. Lalu mengubah diriku yang sebelumnya adalah seorang akhwat yang selalu taat menjadi seorang akhwat lonte yang liar dan binal.
Dengan tangisku yang masih terisak, Fajar hanya membiarkanku meluapkan kesedihanku. Tak lama kemudian kurasakan tangannya mengusap air mata di pipiku, tangannya yang lembut membuatku semakin sedih.
Hingga akhirnya dia menarik tubuhku dan mendekapku dalam pelukannya, pelukan hangat yang membuatku begitu nyaman.
Namun, aku masih mengutuk dan menyalahkan diriku sendiri karena sudah mengkhianati orang yang ternyata sangat baik dan peka padaku.
Meski dari penampilannya yang terlihat seperti pria culun dengan kacamata tebal dan ciri khasnya saat berjalan, ternyata Fajar sangat peka dan tegas disaat-saat seperti ini.
Beberapa menit berlalu saat tangisku mulai reda, ia melepaskan pelukannya dan membelai lembut kepalaku yang masih tertutup jilbabku.
"Iya sayang, aku percaya kok. Sekarang pulang yuk, udah sore nih." Fajar berkata lembut kepadaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan lalu keluar dari pos mengikutinya, aku berdiri di sebelahnya saat dia akan menaiki motor maticnya. Lalu Fajar dengan malu-malu memandang kearahku.
Aku yang tak tahu arti ekspresi di wajahnya hanya menatapnya dengan ekspresi kebingungan.
"Sayang, eee... Aku... Aku boleh gak pegang itumu sekali lagi, hehe..." Tanyanya sambil menggaruk-garuk kepalanya dari luar helm yang dia pakai.
"Boleh kok, pegang aja," ucapku yang saat itu tangan Fajar langsung memegang dan sedikit meremas payudaraku.
"Nanti kalo emang kamu pengen kayak kita lagi juga boleh kok sayang," ucapku saat Fajar sudah menarik lagi tangannya.
"Boleh sayang?" Tanya Fajar dengan ekspresi wajah seperti mendapat harta karun.
"Boleh kok, tapi bilang dulu jangan langsung nyenggol kayak di jalan tadi, hihi... Yaudah pulang sana, nanti dicariin orang rumah loh,"
"Wih, makasih ya sayang. Iyadeh, aku pulang dulu ya..."
Setelah itu Fajar langsung pergi mengendarai motornya setelah sebelumnya sempat melambaikan tangannya yang kubalas dengan melambaikan tanganku padanya.
Setelah cukup jauh Fajar mengendarai motornya, aku bergegas kembali ke kosanku.
Namun saat akan berjalan menuju sebuah gang yang menuju tempat kosanku, aku sempat menoleh ke arah halte bus yang ternyata sudah ada seorang pria berdiri disana sedang memandang kearahku dengan tatapan mesum.
Jarak antara halte dan pos lumayan dekat, hanya berjarak sekitar sepuluh meteran saja sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas.
Wajahnya yang memasang ekspresi datar dengan senyuman mesum itu, terlihat tidak asing bagiku.
Saat pria itu mulai berjalan mendekatiku, aku seketika terkejut saat sudah mengingat wajahnya.
Tidak salah lagi, dia adalah pria yang sama yang sudah melecehkanku di dalam bus saat pulang dari komplek atas. Tapi apakah itu disebut pelecehan jika yang dilecehkan sangat menikmatinya.
Aku yang merasa khawatir ingin segera lari menuju jalan gang yang menuju tempat kosanku. Namun, pria itu segera berlari menghadangku.
"Aaakhhh..." Aku berteriak saat pria itu berhasil mencengkeram salah satu pergelangan tanganku dengan erat.
"Aaa... Lepasin... Tooloong..."
Namun sepertinya suaraku masih kalah dengan suara kendaraan yang lalu-lalang, sore hari saat ini memang keadaan di jalan raya sangat ramai sehingga meski aku berteriak tak ada seorangpun yang mendengar teriakanku.
"Diem lu..."
Pria itu membentakku, lalu dia menyeretku kembali masuk kedalam pos yang kumuh ini.
Saat sampai di dalam pos, pria itu mendorong tubuhku menghadap ke tembok yang penuh coretan didalam pos, lalu ia melepas tasku secara paksa.
Dia lalu mengapitku di tembok dengan posisiku masih menghadap ke tembok yang kotor. Lalu mengunci kedua tanganku di belakang tubuhku sehingga membuatku tak bisa bergerak sama sekali.
"Lu masih inget gw? Gw tadi nyari lu di kosan lu tapi nggak ada, eh taunya lu malah ngentot sama cowok lu di sini."
"Enggak bang... Ampun, lepasin sayaa..."
Aku berusaha berontak, namun aku tak bisa melawannya, tubuhku yang sebenarnya sudah lelah sama sekali tak bisa melawan tenaganya yang sangat kuat.
"Ternyata lu masih sekolah ya, tapi kok udah jadi lonte sih? Tapi kalo lonte masih harus bayar, kalo lu kan bisa dipake gratisan, hahaha..."
"Udah bang, tolong lepasin saya... Saya udah capek bang..."
"Capek ngapain lu hah? Capek jadi perek di sekolah? Sekarang lu harus nurut sama gw, lu sendiri kan yang kemarin mancing-mancing gw buat kesini?"
"Ampun bang, iya... iya... Tapi jangan sekarang bang, pliss saya mau istirahat dulu, capek bang..."
"Gw maunya sekarang..." Pria itu membentakku lalu satu tangannya langsung mengangkat rok hitamku lalu menyelinap masuk mencari vaginaku.
"Hahaha... Beneran jadi perek di sekolah lu, memek lu aja udah basah banget, gak pake kancut lagi, hahaha..." ucapnya lalu mulai memasukkan jarinya mengobok-obok vaginaku.
"Ahhh... Jangan bang, ahhh..."
Aku mulai mendesah seakan menolaknya, namun aku malah semakin menunggingkan pantatku dan melebarkan kedua kakiku.
Kedua tanganku yang sebelumnya berusaha berontak, kini hanya diam tak bergerak. Tangan pria itu sebelumnya berusaha mengunci kedua tanganku di belakangku, kini mulai meraba payudaraku karena aku tak lagi melawan.
"Ahh... Enak bang, teruss.. Aku mau pipis... Ahh..."
Tangan pria itu semakin mempercepat mengobok-obok vaginaku hingga kurasakan vaginaku yang sudah basah sejak tadi bersama Fajar, seperti akan mengeluarkan cairannya.
"Tampang lu aja alim, tapi diri lu sendiri malah keenakan, dasar lonte akhwat, haha..."
Tak lama kemudian tubuhku mulai mengejang, dan kurasakan kocokan tangannya di vaginaku semakin brutal. Hingga akhirnya aku mengalami orgasme, cairan vaginaku yang muncrat lumatan banyak sampai membasahi rok hitamku dan tangan pria asing itu.
Nafasku memburu tak beraturan menikmati sisa-sisa orgasmeku barusan, sedangkan tangan pria itu berhenti memberikan rangsangannya pada tubuhku.
Pria itu lalu melepaskanku dan menyuruhku berjongkok di hadapannya, lalu ia membuka celananya dan terpampang tepat di hadapanku batang kontolnya yang sudah tegang.
Aku langsung mengulum kontolnya dan menggerakkan kepalaku maju mundur, sesekali aku juga melumat buah zakarnya. Pria itu mulai mengerang menikmati servis yang kuberikan.
Aroma kontolnya yang agak bau karena berkeringat tak menghentikan kulumanku di kontolnya karena aku sendiri sudah dikuasai oleh nafsu birahi.
Beberapa menit kemudian, pria itu mengangkat tubuhku sampai aku berdiri. Lalu aku menyingkap jilbabku ke pundakku sedangkan pria itu melepas kancing-kancing bajuku sepenuhnya.
Pria itu membelalakkan matanya ketika melihat payudaraku yang besar dan sekal. Tanpa pikir panjang, ia langsung melumat habis kedua payudaraku dan menyedot putingku seperti bayi yang sedang nyusu.
Aku semakin mendesah keenakan, payudaraku kini mulai basah dipenuhi iar liur pria itu.
Setelahnya, ia menyuruhku berbalik menghadap tembok, lalu menyuruhku mengangkat kaki kananku untuk berpijak pada tempat yang sebelumnya dipakai duduk oleh Fajar.
Aku yang sudah dikuasai oleh hawa nafsu, tanpa diperintah olehnya, akupun berinisiatif mengangkat rokku setinggi pinggang.
Kulebarkan kedua kakiku dan aku semakin meninggingkan pantatku dengan kedua tanganku bertumpu pada tembok di depanku.
"Akhh... Pelan bang, akhhh... Shh..."
Aku mendesah dan tubuhku sedikit terdorong kedepan saat ia menghentakkan batang kontolnya kedalam vaginaku hingga masuk sepenuhnya.
Ia lalu menggenjotku menggoyangkan pinggulnya maju mundur secara perlahan, menikmati jepitan vaginaku yang masih rapat.
"Ahhh... Lu jadi lonte gratisan tapi memek lu rapet banget kayak masih perawan... Kalo gini bisa cepet keluar gua..."
Lalu pria itu mulai mempercepat genjotannya di vaginaku, kedua tangannya mulai meremas kedua payudaraku yang menggantung dengan gemas.
"Ahh... Terus bang... Ahh... Ahh..."
Aku semakin mendesah manja hanya agar pria itu semakin terangsang oleh desahanku dan cepat ejakulasi.
Akupun berhasil membuatnya mencapai puncak kenikmatannya, karena tidak sampai lima menit saja kurasakan kontolnya sudah mulai berdenyut.
"Ahh... Sial... Gw udah mau keluar aja, biarin ah, yang penting bisa ngentot sama lu..."
Ia semakin mempercepat sodokannya di vaginaku, lalu dengan satu dorongan pria itu mendorong kontolnya sedalam mungkin dan menyemburkan sperma hangat yang memenuhi rahimku.
"Akhh..." Aku menjerit karena tubuhku ikut terdorong karena ulah pria itu.
"Rasain tuh lonte akhwat, terima pejuh gw biar cepet hamil lu hahaha..."
Saat pria itu mencabut kontolnya dari dalam vaginaku, kurasakan spermanya yang banyak meluber menetes ke lantai pos yang kotor.
Aku kembali menurunkan rokku dan merapikan kembali baju dan jilbabku yang acak-acakan.
Saat aku menoleh kearahnya, kulihat pria itu seperti sedang menelpon seseorang dan terlihat terburu-buru saat ia kembali memakai celananya.
Melihatku yang sudah rapi sambil memandang kearahnya, pria itu langsung mendekat dan mendorong tubuhku ke arah tembok dengan kasar.
Posisiku yang saat ini berdiri dengan bersandar di tembok, ia langsung melumat bibirku dan meremas kedua payudaraku dengan gemas.
Akupun hanya membalas lumatannya di bibirku, namun tak lama setelahnya pria itu melepas lumatannya di bibirku.
"Eh, sekarang gw lagi ada panggilan di kantor, besok-besok gw bakal cari lu lagi dan lu harus mau kalo gw lagi pengen ngentot sama lu," ucapnya sambil mencengkeram daguku dengan keras.
Dalam posisi seperti itu, wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Aku menatap kearahnya dan aku mulai tersadar, ternyata pria itu cukup tampan.
"I-iya, bang..." Jawabku terbata.
"Oiya, kenalin nama gw Zaki," ucap pria yang bernama Zaki itu, lalu pergi meninggalkanku begitu saja.
5706Please respect copyright.PENANAvJ9zBhw4st