Aku terbangun sekitar pukul tujuh malam dengan dildo yang masih menancap di anusku, namun aku sama sekali tak menemukan Pak Evan di kamar hotel ini.
Tubuhku masih terasa lelah dan pegal-pegal mengingat aku mengalami orgasme berkali-kali karena harus mengimbangi tenaga Pak Evan yang sangat kuat dan tahan lama.
"Akhh..." Aku mencabut dildo itu dari lubang anusku, rasanya sedikit perih karena ukuran dildo itu yang besar dan kering.
Aku ambil ponselku yang dari tadi tergeletak di meja sebelah kasur, kulihat juga di sebelah ponselku terdapat segepok uang seratus ribuan.
Kulihat ada beberapa pesan masuk dari Pak Evan, ternyata ia sudah pergi sejak sore tadi karena ada urusan bisnis, dan uang yang perkiraanku berjumlah sekitar lima jutaan lebih itu ia berikan kepadaku sebagai imbalan karena telah memuaskan nafsunya.
Aku membalas pesan darinya dengan ucapan terima kasih. Lalu kubuka lagi pesan masuk dari Pak Burhan dan Maya.
Pak Burhan menyuruhku langsung menuju ruangannya setelah sampai di sekolah besok, sedangkan Maya hanya bertanya padaku apakah besok aku sudah masuk sekolah atau belum.
Setelah kubalas satu-persatu pesan mereka, aku bergegas menuju kamar mandi. Tak lupa juga kubawa vibrator dan dildo yang penuh dengan bekas cairanku untuk sekalian ku cuci.
Kubasuh seluruh tubuhku dengan air dingin, rasanya sangat segar dan membuat pikiranku juga kembali lebih segar.
Selesai mandi, kubuka paper bag dari hasil belanja tadi sore berniat memilih gamis yang ingin kupakai.
Lalu, aku memakai gamis tipis berwana merah muda dan jilbab pashmina yang kupakai tadi siang. Beruntung saat bermain dengan Pak Evan, ia tak menyemburkan spermanya di jilbabku sehingga aku masih bisa memakai jilbabku lagi.
Kupandangi seluruh tubuhku yang terlihat menggoda dengan gamis merah muda yang agak ketat dan berbahan tipis. Kedua putingku terlihat menonjol dari balik gamisku namun masih bisa tertutupi oleh kain jilbabku yang lumayan tebal.
Aku segera mengemasi barang-barangku termasuk segepok uang dari Pak Evan yang langsung kumasukkan kedalam tas selempang. Namun dildo yang ukurannya lumayan besar, sama sekali tidak muat di tasku sehingga aku memasukkannya kedalam paper bag paling bawah.
Perhatianku beralih pada benda kecil dengan tali diujungnya dan remot kontrol benda itu, sebuah vibrator yang tadi sempat membuatku hilang akal.
Seketika muncul ide gila dari pikiran kotorku untuk memakai benda itu saat perjalanan pulang. Tanpa pikir panjang lagi, kuangkat gamisku dan kumasukkan barang haram itu kedalam vaginaku.
"Ahhh..."
Aku mendesah ketika kucoba menekan tombol di remot kontrol yang seketika membuat kakiku sedikit bergemetar.
Nafsuku kembali naik dan putingku terasa mengeras sehingga samar-samar terlihat menonjol dari gamisku yang tertutup jilbab pashmina berwarna krem.
Tapi aku tak punya banyak waktu sekarang, aku harus segera pulang karena besok harus masuk sekolah.
Kumatikan lagi vibrator yang ada didalam vaginaku lalu segera keluar hotel mencari tumpangan pulang menuju kosanku.
Aku berjalan di sepanjang lorong lantai paling atas dengan perasaan campur aduk dan juga dalam posisi nafsu birahiku yang mulai bangkit.
Hingga aku memasuki sebuah lift kosong sampai akhirnya aku di lantai dasar hotel. Aku bertanya pada resepsionis hotel yang sudah berganti shift dimana aku bisa menemukan halte yang paling dekat dengan hotel ini.
Ternyata tepat di sebelah gerbang masuk hotel ini sudah disediakan halte khusus bagi pengunjung hotel. Benar-benar pelayanan yang sangat baik, pikirku.
Sekitar sepuluh menit aku duduk sendirian di halte hingga akhirnya kulihat bus datang dan berhenti di depan halte.
Aku segera naik masuk kedalam bus yang ternyata didalam bus lumayan sepi karena sudah pukul delapan malam. Aku memilih duduk di kursi pojok paling belakang, aku memang berniat memuaskan nafsu birahiku di dalam bus ini.
Perasaanku campur aduk, antara takut dan deg-degan pastinya. Karena ini kali pertama aku melakukannya di tempat umum.
Masih ada waktu sekitar satu jam hingga bus ini mengantarku sampai di halte dekat kosanku. Dengan perasaan yang tak bisa kugambarkan, aku memulai aksiku.
Aku mulai menekan salah satu tombol di remot kontrol yang sejak tadi kutaruh di dalam tasku. Sebisa mungkin aku berusaha menahan supaya aku tidak mendesah.
Vaginaku mulai terasa basah dan becek, aku tak peduli lagi jika nantinya aku akan orgasme di dalam bus dan cairanku membasahi rok gamisku.
Ahh, rasanya sungguh nikmat. Kugigit bibir bawahku berusaha menahan desahanku, namun sekuat apapun aku menahan, akhirnya aku mendesah juga meski pelan.
Kumatikan kembali vibrator yang masih berada di dalam vaginaku karena takut, kulihat sekeliling dan ternyata masih aman. Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri, ada yang bermain handphone atau bahkan sedang tidur menikmati perjalanan. Sedangkan aku juga menikmati perjalanan, tapi juka menikmati aksi liarku.
"Mhhh..."
Kuhidupkan lagi vibrator itu dengan level getaran sedikit lebih tinggi, kedua kakiku mulai bergetar, hingga beberapa menit kemudian akhirnya aku klimaks namun sebelum aku mengalami orgasme aku segera mematikan vibrator itu. Karena dalam waktu bersamaan, bus sudah berhenti di depan halte dan beberapa orang masuk kedalam bus.
Dengan posisi bersandar di kursi bus dan juga nafasku yang masih tidak beraturan, kulihat seorang pemuda berjalan kebelakang duduk di kursi pojok paling belakang, namun posisinya sangat berjauhan denganku.
Aku tak berani menghidupkan vibrator lagi, meski nafsu birahiku sangat ingin dipuaskan. Akhirnya aku hanya bisa menunggu dengan gelisah, berharap bus ini secepat mungkin sampai di halte dekat kosanku.
Hingga akhirnya setelah sekian lama aku menunggu, aku sampai juga di tempat tujuanku. Aku segera turun dari bus saat sebelumnya aku membayar tumpangan bus pada kernet.
Setelah turun dari bus, aku segera berjalan menuju gang kosanku. Sekitar pukul setengah sepuluh malam aku berjalan di sepanjang jalan gang yang sudah sepi.
Tapi dari arah berlawanan, kulihat seseorang sedang mendorong gerobak dari kejauhan. Saat sudah mulai dekat dan ternyata orang itu adalah Mang Tejo.
"Eh, neng Widya. Dari mana kok malam-malam gini?"
"Eee... Itu Mang, tadi habis kerja kelompok di rumah teman," ucapku beralasan.
"I-itu nasi gorengnya masih ada gak Mang? Kok tumben jam segini udah pulang," tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.
"Masih kok, iya tadinya cuma nganter pesanan tapi ternyata masih sisa,"
"Ohh, yaudah Mang, saya buatkan satu bungkus ya,"
"Siapp... Tunggu dulu yaa..."
Seperti biasa Mang Tejo selalu bersikap ramah padaku, namun kali ini tatapannya sedikit berbeda. Kulihat sesekali ia mencuri pandang kearah payudaraku.
Dan benar saja, saat aku menundukkan kepalaku, kulihat samar-samar putingku terlihat menonjol. Seketika aku berniat untuk menggoda Mang Tejo, aku sengaja menyingkap jilbabku keatas pundakku.
Sehingga tonjolan di kedua payudaraku semakin jelas terlihat, dan aku semakin terangsang sehingga kedua putingku semakin mengeras saja.
Kulihat Mang Tejo sedikit kurang fokus saat menyiapkan pesananku karena pandangannya selalu tertuju pada payudaraku yang sekal dan montok, dengan kedua putingku yang terlihat sangat jelas menonjol dari balik gamisku.
Saat ia ketahuan basah melihat kearahku, kubuat ekspresiku senakal mungkin untuk menggoda Mang Tejo. Lumayan Mang, bisa cuci mata gratis, pikirku.
"Mang, udah belum? Widya udah keburu laper nih," ucapku dengan nada manja dan sedikit menggoyangkan dadaku sehingga payudaraku bisa bergerak bebas karena aku tak memakai daleman sama sekali.
"I-iya Neng, s-sabar dulu yaa..."
Ia semakin tidak fokus, bahkan saat menjawabku barusan terlihat sangat gugup, seperti bukan Mang Tejo yang biasanya.
Setelah menunggu sedikit lebih lama, akhirnya Mang Tejo selesai membuatkan pesananku. Sambil membayar pesananku, sengaja aku sedikit menyentuh tangannya bahkan saat menerima kembalian darinya, aku juga kembali menyentuh tangannya.
"E-emang gak dingin ya Neng?"
"Hah? Dingin kenapa Mang?" Tanyaku sengaja berpura-pura tidak tahu apa maksudnya.
"Ya, ya i-itu tuh..." Ucapnya sambil terus memandangi kedua payudaraku yang putingnya terlihat menjiplak.
Aku tertawa geli karena berhasil menggoda dan membuat Mang Tejo salah tingkah.
Aku berjalan pelan mendekatinya, kuraih tangan kasarnya lalu aku menuntun tangannya supaya menyentuh payudaraku dari luar gamisku.
Saat ia menyentuh bahkan mulai sedikit meremas payudaraku, aku semakin membusungkan dadaku supaya terlihat semakin menonjol.
"Dingin sih Mang, tapi lain kali aja yah? Mang Tejo lain kali mau gak bantu angetin saya? Kalo sekarang, Widya udah laper nih Mang, jadi lain kali ajah yah? Janji deh... Tapi kalo Mang Tejo maksa sekarang, saya bakal teriak sekarang..." ucapku dengan nada manja.
Kulihat Mang Tejo semakin kegirangan seakan mendapatkan durian runtuh, mimpi apa semalam kamu Mang, sampe bisa remas payudaraku.
"I-iya dah, Mamang mau nanti kapan-kapan bantu angetin badannya Neng Widya,"
Setelah mengatakan itu, ia semakin gemas saat meremas kedua payudaraku dengan berani. Tapi aku membiarkannya untuk sesaat, namun setelahnya aku pergi menuju ke kosanku.
Saat hendak pergi, tanganku bergerak ke arah selangkangannya dan saat kuraba ternyata penisnya sudah tegang dari dari balik celananya.
"Pas malam minggu ajah ya Mang, kasian tuh adeknya udah tegang hihi..." Ucapku sebelum akhirnya aku bergegas pergi begitu saja.
Sesekali kulihat ke belakang melihat Mang Tejo yang sedang melongo melihat kearahku. Sepertinya saat ini keliaran dan kebinalanku mulai menjadi-jadi.
10582Please respect copyright.PENANArrh3H8uEcq