POV : Maya
Bel sekolah telah berbunyi menandakan pelajaran pagi ini akan segera dimulai, tapi aku tak melihat sahabatku itu sama sekali.
Biasanya sebelum masuk dia sudah berada di dalam kelas, atau kalau sedang banyak pikiran dia duduk-duduk terlebih dahulu di bangku taman belakang sekolah.
Ya, siapa lagi kalau bukan Widya, dia sudah menjadi sahabatku sejak pertama masuk sekolah, bahkan dia adalah teman pertamaku di sekolah.
Awalnya aku berpikir akan sangat sulit bisa berteman dengannya, karena penampilannya yang selalu mengenakan hijab sedangkan penampilanku selalu modis.
Sampai akhirnya aku bisa berteman dengannya, ternyata Widya berasal dari desa dan dia rela sekolah jauh-jauh ke kota demi menggapai cita-citanya, sungguh aku salut dengannya.
Aku sendiri sudah punya pacar, namanya Steven, akan tetapi berbeda kelas denganku. Sejak awal akulah yang sangat bodoh, sering kali Widya menasehati ku agar aku tidak berpacaran, hingga akhirnya pacarku sendiri telah merenggut sesuatu yang paling berharga dari diriku yaitu keperawananku.
Ya, awalnya aku hanya sesekali melakukannya dengan pacarku, hingga suatu saat Steven mulai sering mengajakku melakukannya di toilet sekolah.
Hingga suatu saat karena kecerobohan kami, akhirnya kami ketahuan oleh tukang kebersihan sekolah yaitu Pak Jarwo, dan itulah awal dari segalanya.
Steven sendiri tidak tahu jika Pak Jarwo sudah memergoki perbuatan hina kami, karena Pak Jarwo hanya mengincarku. Ia berjanji tidak akan menyebarkan rekaman video mesumku dengan Steven di toilet. Tapi dengan syarat, aku harus melayani nafsu Pak Jarwo kapanpun saat dia mau.
Hingga akhirnya masalah itu semakin merembet sehingga Pak Burhan, kepala sekolah mengetahui perbuatanku dengan Pak Jarwo. Dan akibatnya, Pak Jarwo terkena amukan Pak Burhan dan beliau juga memecat Pak Jarwo karena berani menyetubuhi muridnya, yaitu aku sendiri, tapi.
Sudah lima belas menit lebih semenjak bel sekolah berbunyi, bahkan pelajaran sudah dimulai. Namun aku belum melihat Widya sama sekali hari ini.
Aku merasa khawatir, takutnya jika dia tidak jadi mendapat bantuan dari sekolah. Meski aku tahu Widya sangat cerdas dan merupakan siswi yang berprestasi, tapi di sekolah ini. Ya, siapapun yang berkuasa di sekolah ini, maka merekalah yang menang.
Semua murid di kelasku mulai berbisik, mulai membicarakan ketidak hadiran Widya di kelas hari ini.
Bahkan mulai ada yang bilang kalau saat ini Widya sudah benar-benar dikeluarkan karena tidak mampu membayar tunggakan sppnya.
"Eh, May. Itu si besti lu kemana?" Tanya seorang temanku yang duduk tepat di depanku.
"Gatau juga ya, katanya sih kemarin dia mau daftar beasiswa dibantu pak kepsek. Nanti lah coba gw hubungin dia," ucapku dengan nada sedikit khawatir.
"Gausahlah, gak penting juga. Lagian gw gedeg sama itu cewek," ucap Rere.
"Sama, Re. Gw juga, emang apasih yang istimewa dari tuh anak? Sampai-sampai banyak cowok yang naksir sama dia, lagian cantikan gw," sahut Nabila, teman sebangku Rere.
"Ya ampun, kalian kenapa sih dari dulu selalu gitu? Emang Widya pernah ganggu kalian? Gak kan?"
"Ada apa ini ribut-ribut?"
Kami semua akhirnya terdiam saat seorang guru yang mengisi pelajaran hari ini menegur kami.
Setelah itu, kondisi mulai kembali kondusif, semua murid kembali fokus dengan pelajaran, tapi tak sedikit juga yang sibuk dengan urusan mereka sendiri.
Begitulah siswa-siswi di kelasku, meski banyak cowok yang naksir sama Widya, tapi karena itulah tak sedikit bahkan hampir semua murid perempuan di kelasku tidak suka dengan Widya.
Sepertinya mereka kalah saing dengan Widya, memang kalau menurutku sendiri Widya sangat cantik dan manis. Jika aku boleh berpendapat, Widya adalah siswi tercantik di semua angkatan kelas 12 saat ini.
Itulah kenapa ada banyak siswa laki-laki yang berusaha mendekati Widya, bahkan Steven dulu sempat naksir sama Widya. Tapi karena sikapnya yang terkesan sangat cuek dengan siswa laki-laki, akhirnya semua laki-laki mundur, termasuk Steven. Sehingga dia mendekatiku dan akhirnya akupun Pacaran dengan Steven.
Tapi aku kagum dengan Widya, karena sejauh ini sahabatku itu masih bisa menahan dirinya sendiri. Tidak seperti aku yang mudah baper hingga akhirnya kehilangan mahkotaku.
Sejak pelajaran pertama sampai menjelang jam istirahat, aku diam-diam mencoba mengirim pesan pada Widya bahkan sesekali menelponnya.
Tapi, sampai sekarang tak ada satu panggilanpun yang dia jawab, bahkan pesanku tak dibaca sama sekali.
Hingga akhirnya saat pergantian jam pelajaran, aku memberanikan diri pergi ke ruang kepsek untuk bertanya soal Widya, karena aku juga cukup dekat dengan Pak Burhan. Ya, dekat dalam artian yang sebenarnya.
Tok tok tok.
Assalamu'alaikum, Pak...
Ku ketuk pintu ruangan kepsek yang sebenarnya terbuka itu, karena saat itu Pak Burhan terlihat sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sepertinya ia sangat sibuk sekarang.
Setelah ia menutup telpon, Pak Burhan memandangku dengan tatapan yang sudah sangat familiar bagiku, tatapan mesum itu.
"Maya, silakan masuk! Bagaimana kabarmu? Sudah lama saya tidak melihatmu," ucapnya dengan senyum yang sama.
"Ba-baik, Pak." ucapku gugup.
Pak Burhan menautkan alisnya karena tidak seperti biasanya ia melihatku terlihat gugup seperti ini.
"Masuk dan kunci pintunya rapat, sudah kita tidak bersenang-senang. Kamu punya masalah sama pacarmu yang mesum itu? Sampai-sampai kamu datang kesini?"
Pertanyaan itu, aku sangat mengerti apa isi pertanyaan itu, "Ta-tapi bukan itu pak, saya hanya-" Ucapanku terpotong saat tiba-tiba saja Pak Burhan menggelengkan kepalanya.
Ia beranjak dari meja kerjanya lalu berjalan kearahku, tidak, ia berjalan ke belakangku menutup pintu lalu menguncinya dari dalam.
Ia berjalan mendekatiku dan menatap mataku seakan-akan ingin memangsaku, aku beringsut mundur saat ia semakin dekat denganku.
"Kenapa kamu sekarang takut padaku, Maya?"
Aku hanya menggelengkan kepalaku, tapi kini tubuhku sudah bersandar pada tembok dan tak bisa kabur lagi.
Dengan sigap ia melumat bibirku, meremas payudaraku dan tangan satunya lagi mengangkat rok pendekku dan menyelinap masuk mencari vaginaku.
Tangannya menyelipkan celana dalamku ke samping lalu ia masukkan jari tangannya kedalam vaginaku.
Mphh... Desahku tertahan karena ia terus melumat bibirku tiada henti. Aku mulai mendesah menikmati permainan tangannya di vaginaku dan payudaraku.
Pertahananku mulai runtuh, nafsu birahiku mulai bangkit hanya karena permainan tangannya. Aku mulai membalas lumatannya di bibirku.
Beberapa saat kemudian, ia mengangkat tubuhku lalu mendudukkan ku di atas meja kerjanya. Ia melepas celana dalamku, lalu ia lepas satu-persatu kancing bajuku, lalu menyingkap bra ku ke atas hingga terlihat payudaraku yang hanya berukuran 33C itu, masih kalah jauh dengan milik Widya yang kutahu berukuran 36C.
Ia membuka lebar kakiku hingga mengangkang, aku yang sudah mengerti langsung merebahkan tubuhku di atas meja kerjanya.
Saat itu aku tak menyadari ternyata Pak Burhan juga sudah melepas celananya, lalu tanpa basa-basi ia masukkan kontolnya kedalam vaginaku.
Ahh... Aku mulai mendesah keenakan, tangannya masih terus meremas kedua payudaraku dan sesekali memilin putingku. Sambil menggenjotku dengan kasar, ia melumat habis bibirku.
Hingga lima belas menit kemudian, kurasakan aku akan mencapai orgasmeku. Ku lingkarkan kedua kakiku di pinggulnya, berharap ia membantuku mencapai kepuasanku.
"Ahh... Saya mau keluar pakk," Desahku.
"Tahan dulu, bentar lagi saya juga mau keluar. Kamu masih minum obat pencegah kehamilan?"
"Ahh... Ti-tidak pakhh..." Ucapku sambil menggelengkan kepala.
"Ahh... Sial, apa boleh buat," Aku sudah hafal dengan permintaannya, jika ia tak bisa menyemburkan spermanya di dalam vaginaku, maka ia akan menggunakan mulutku sebagai gantinya.
"Ahh... Saya tidak kuat pakk, Saya keluaar, ahhh..."
Tubuhku mengejang, kurasakan sesuatu akan keluar dari vaginaku dan, seerrr... Akhirnya aku mencapai puncaknya, cairan vaginaku masih tertahan oleh kontol Pak Burhan yang tak mempedulikanku sama sekali. Ia terus memompa kontolnya meski aku mengalami orgasme, aku hanya pasrah olehnya.
Hingga akhirnya ia mencabut kontolnya lalu berjalan ke arah sampingku, aku berusaha meraih kontolnya lalu mengulum dan menyedotnya dan crot... crot... crot...
Pak Burhan menyemburkan semua spermanya kedalam mulutku yang langsung ku telan habis. Lalu kubersihkan sisa sperma di kontolnya menggunakan lidahku.
Setelah itu ia bergegas kembali memakai celananya, sedangkan aku harus membutuhkan beberapa saat lagi supaya aku bisa kembali mengumpulkan tenagaku sampai nafasku benar-benar normal.
Aku bergegas berdiri dan merapikan lagi bra dan kancing bajuku, tak lupa aku memakai lagi celana dalamku. Sedangkan Pak Burhan sudah duduk kembali di kursinya, di balik meja kerjanya.
Aku pun duduk di kursi seberang Pak Burhan, aku berniat ingin menanyakan sesuatu tentang Widya, tapi.
"Widya? Kamu kesini mau menanyakan Widya?" Tanyanya santai sambil terus menatapku datar, baru kali ini ia memberiku tatapan seperti itu. Bahkan saat setelah memarahi Pak Jarwo lalu mengancamku agar aku mau memuaskan nafsunya, ia tak memberikan tatapan seperti ini.
Dengan gugup, aku mengangguk pelan, berharap Pak Burhan memberikan kabar baik padaku, tapi apa yang ia katakan selanjutnya, benar-benar membuat jantungku seakan berhenti berdetak.
Hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang ia tunjukkan padaku setelahnya, yang membuat perasaanku hancur, bahkan tubuhkupun rasanya sangat lemas.
"Saya tahu Widya adalah sahabat baikmu sehingga membuatmu khawatir. Tapi, kamu tahu apa yang sebenarnya dia lakukan?" Ucap Pak Burhan.
Setelah beberapa saat, setelah ia membuka ponselnya, Pak Burhan kembali melanjutkan ucapannya.
"Tapi percayalah, Widya sangat menikmatinya." Ucapnya singkat sambil memperlihatkan layar ponselnya yang sedang memutar sebuah video.
'Ahh... enaakkhh... terus paakk... perkosa saya paakkhh... ahh... setubuhi sayahh... zinahi sayaahh...' suara yang keluar dari Ponsel Pak Burhan.
Seketika, aku menatap layar ponsel itu dengan tatapan nanar. Karena ku lihat dalam video itu, Widya sedang di gangbang oleh tiga orang pria sekaligus.
Dengan tubuhnya diapit oleh Pak Burhan sendiri dan Pak Wahyu, ia sedang di setubuhi di vagina dan anusnya, dengan gamis dan hijab panjangnya yang masih menempel di tubuhnya. Bahkan yang membuatku tercengang adalah dia sangat menikmatinya. Ya, Widya sangat menikmatinya.
Bahkan aku sendiri belum pernah melakukan sex dengan lebih dari satu pria secara bersamaan. Apalagi melakukan sex seperti Widya, dengan anus dan vaginanya di genjot secara bersamaan.
11860Please respect copyright.PENANAeHJtZS4tPm