"Ahh... Tidak, Pak... Sayahh tidak punya pacar..."
Ia lalu menuntunku menuju cermin besar di sudut ruangannya, kulihat diriku sendiri dengan ekspresi wajah begitu menikmati saat Pak Burhan meremas dan memilin puting di kedua payudaraku.
"Lihat, Widya. Kamu sangat cantik, banyak siswa laki-laki yang jatuh hati padamu, tapi kamu selalu mematahkan hati mereka. Bagimana jika mereka tahu kalau pujaan hati mereka ternyata sangat binal dan haus kontol,"
Aku tak menjawab apapun yang dikatakan oleh Pak Burhan, hingga ia kembali menarik rok hitamku dan mulai mengocok vaginaku. Aku semakin merasakan nikmat saat sedang diperlakukan seperti ini dalam posisi melihat bayangan diriku sendiri di cermin.
"Saya tahu, sudah lama saya mengincarmu... Sampai saat ini masih ada seorang siswa yang begitu gigih memperjuangkan mu."
"Ahh... Shhh... Fajarr... Ahhh..." Aku terasa seperti terhipnotis olehnya, entah kenapa saat mendengar ucapan Pak Burhan, seketika wajah Fajar yang begitu polos dengan kacamata tebalnya terbayang begitu saja didalam pikiranku.
Kemudian Pak Burhan mendorong tubuhku hingga aku menungging dengan kedua tanganku menyangga tubuhku di kedua sisi cermin.
Ia semakin mengangkat rok hitamku dan aku malah semakin menunggingkan tubuhku.
"Akhh..."
Aku menjerit saat tiba-tiba saja Pak Burhan sudah memasukkan kembali penisnya kedalam vaginaku dengan satu hentakan kasar.
"Akhh... Akhh... Pelan-pelan, Paakhh.. Akhh..."
Pak Burhan kembali menggenjotku, meski dengan tempo yang pelan tapi ia menghentak-hentakkan penisnya di dalam vaginaku dengan kasar.
Aku semakin menunggingkan tubuhku sembilan puluh derajat dan sesekali aku melihat bayangan wajahku sendiri yang begitu menikmati di cermin.
"Saya mau... Kamu menerima Fajar... Jadi pacarmu..."
plak... plak... plak...
Ucap Pak Burhan sambil terus menggenjotku dengan kasar, dan sesekali ia menampar pantatku sehingga membuatku semakin melayang dibuatnya.
"Akhh.. Gakk.. Mau.. Akhh.. Pacaran itu dosa Pakkhh.. Akhh..."
"Kamu bilang pacaran itu dosa, tapi kamu malah keenakan saat dientot orang lain, hah?..."
Aku tak tahu harus menjawab pertanyaan Pak Burhan seperti apa. Aku merasa sudah dibodohi dengan ucapannya barusan.
Tapi, ia benar. Aku sangat menikmatinya, bahkan aku sekarang mulai mengakui jika aku adalah seorang lonte akhwat.
"Aaahhh..." Aku mendesah panjang saat Pak Burhan semakin mempercepat genjotannya di lubang vaginaku.
"Sekarang saya mau kamu bayangkan Fajar sedang ngentotin kamu, menyodok memekmu dengan kontolnya yang besar dan panjang, kamu harus setiap hari ngentot sama Fajar..."
Apa yang diucapkan Pak Burhan semakin membuatku tidak bisa berfikir jernih. Seakan terhipnotis olehnya, aku mulai membayangkan sosok Fajar sedang menyetubuhiku. Sampai tak terasa aku menyebut namanya di sela-sela desahanku.
"Ahhh... Fajarr... Enakkhh, ahh.. Kontolmu enakh sayang..."
Namun, saat aku sedang sibuk membayangkan Fajar, tiba-tiba tubuhku mengejang hingga akhirnya aku mengalami orgasme keduaku pagi ini. Dengan waktu bersamaan, Pak Burhan mendorong penisnya semakin dalam lalu kurasakan sebanyak empat kali penisnya menyemburkan sperma hangat didalam rahimku.
"Bagaimana? Enak ngentot sama Fajar?"
"E-enaakkhh, Pakk..."
Aku menjawab pertanyaan Pak Burhan dengan nafasku yang masih terengah-engah.
Lalu ia mencabut penisnya dari vaginaku hingga membuat spermanya yang sudah tercampur dengan cairan orgasmeku meluber menetes ke lantai dan sebagian mengalir membasahi pangkal pahaku.
Setelah nafasku sudah teratur, Pak Burhan menyuruhku segera keluar dan mengikuti pelajaran.
Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan kurang lima belas menit. Aku bergegas mengambil tasku menuju ke kelasku, namun sebelum itu aku pergi ke toilet terlebih dahulu untuk membersihkan sisa sperma Pak Burhan di vaginaku dan bekas sperma yang sudah mengering di payudaraku.
Beruntungnya aku selalu membawa parfum di dalam tasku, lalu kusemprotkan parfum itu ke seluruh tubuhku untuk menghilangkan aroma sperma dari tubuhku.
Sesampainya di kelas, aku segera masuk kedalam kelas yang ternyata belum ada guru yang masuk sama sekali. Aku bisa sedikit bernafas lega, namun saat aku masuk semua mata memandang ke arahku.
Terutama para murid perempuan yang selalu memandangku dengan tatapan sinis, aku berjalan menuju bangkuku di sebelah Maya duduk.
Maya langsung menyambutku dengan senang, namun tak lama kemudian dua orang siswa perempuan yang duduk di depan kami berbicara padaku.
"Eh, lu kenapa masih masuk juga sih? Udah bener-bener gak mampu bayar spp mending gausah sekolah sekalian,"
"Tau tuh, udah sok cantik, sok alim pula,"
Ucap dua orang siswi perempuan itu bergantian.
"Eh, kalian ngapain sih selalu gak suka sama Widya? Udah jelas-jelas kalian kalah cantik sama Widya..."
"May, udah... gapapa kok," ucapku berusaha meredakan amarah Maya yang selalu bar-bar.
"Tapi, Wid. Mereka tuh selalu sinis sama kamu."
"Iya iya, udah biarin aja. Makasih ya udah belain aku."
Akhirnya Maya mau mendengarku dan kembali tersenyum meski terlihat jelas ada paksaan disana. Dan tak lama kemudian seorang guru masuk untuk memulai pelajaran pagi ini.
Untung aja aku gak telat, lalu aku mulai fokus memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru itu.
Dan pastinya setiap jam pelajaran selalu banyak siswa laki-laki yang mencuri pandang kearahku. Bahkan ada beberapa yang tersenyum kearahku, namun kali ini aku tak bersikap jutek ke mereka, melainkan aku membalas senyuman mereka dengan senyum manisku, sehingga ada beberapa dari mereka yang salah tingkah olehku.
Ditengah pelajaran, aku sesekali membuka aplikasi pesan chat ponselku, kubuka pesan masuk dari Fajar yang selama ini tidak pernah kubalas pesannya.
'Eh, Jar... Tadi mau ngomong apa? Bikin penasaran aja sih,'
Dengan reflek aku mengetikkan pesan itu pada Fajar, sepertinya aku sudah benar-benar terhipnotis oleh ucapan Pak Burhan. Dimana saat ini aku mulai membuka hati untuk Fajar, dan bukan tidak mungkin aku akan membuka hati untuk siapa saja yang berniat mendekatiku.
Tiba-tiba kurasakan nafasku begitu berat, saat teringat aku langsung mencapai puncak kenikmatan orgasme saat membayangkan Fajar tadi.
Pikiran kotor dan nakal mulai menguasai hawa nafsuku, bagaimana jika aku menerima Fajar sebagai pacarku. Tidak, tapi bagaimana jika aku menerima semua siswa laki-laki menjadi pacarku dan aku harus berhubungan sex dengan mereka bergantian.
Namun, saat aku sibuk dengan pikiran kotorku seketika Maya membuyarkan semua lamunanku.
"Eh, Wid. Ini gimana sih? Aku gak paham sama sekali sama rumus yang dijelaskan barusan."
Aku kembali tersadar bahwa saat ini aku sedang mengikuti pelajaran fisika, dan aku bahkan sama sekali tak memperhatikan penjelasan rumus yang diberikan tadi.
Tapi, karena aku termasuk siswa yang cerdas dan berprestasi, dengan mudahnya aku memahami rumus yang dituliskan di papan tulis, lalu aku menjelaskan pada Maya sebisaku.
"Ohh, begitu yaa... Oke thanks," ucap Maya berterima kasih.
Pelajaranpun selesai dan saatnya jam istirahat pertama, kali ini aku dan Maya memilih duduk santai di bangku taman belakang sekolah. Kami sepakat untuk beli jajan di kantin saat jam istirahat kedua, dimana saat semua siswa laki-laki shalat jum'at di masjid sekolah.
Saat kami sedang duduk santai, kulihat dari kejauhan Fajar berjalan kearahku, dengan langkah khasnya yang sedikit membungkuk, ia akhirnya sampai juga di depanku.
Tanpa basa-basi, Fajar mencurahkan seluruh isi hatinya yang sudah sangat kuhafal. Karena sudah puluhan bahkan mungkin ratusan kali dia menembakku.
Namun kali ini berbeda, aku sangat terkejut saat tiba-tiba saja dia berlutut di depanku.
"Ehh, Jar... Kamu ngapain? Jangan gitu," ucapku menyuruhnya berdiri. Tapi dia tetap tidak mau dan tetap akan berlutut sampai aku menjawabnya.
"Ehem, cieee ada yang lagi kasmaran nih..." Maya yang saat itu duduk di sebelahku menyindirku. Bahkan mulai ada beberapa pasang mata yang melihat kearah kami bertiga.
Aku mulai berpikir keras karena tak tahu harus menerimanya sesuai keinginan Pak Burhan atau tidak.
Jika aku menolak, pasti Pak Burhan pasti akan memarahiku dan menghukumku, dan pasti hukumannya akan sangat menyikasku. Ya, menyiksa kenikmatan birahiku.
Tapi jika aku menerima, apa Fajar mau menerimaku yanh sudah tidak suci lagi, yang sudah menjadi lonte akhwat seperti ini.
Bahkan Maya yang sudah tidak sabar menunggu jawabanku sudah memaksaku untuk menerima Fajar. Hingga akhirnya setelah banyak pertimbangan dan perang batin dalam diriku, akhirnya aku mulai membuka mulutku.
"Hmm.. Jar. Kalo misal jawabanku masih sama gimana?"
"Gapapa kok, Wid. Aku akan terus berjuang meluluhkan hatimu," jawaban yang selalu sama saat dulu-dulu aku selalu menolaknya.
"Okey, tapi... Kalo aku nerima kamu, apa kamu mau nerima semua kekurangan dan masa laluku? Dan jangan berharap lebih dariku yang punya banyak kekuranganku,"
Fajar adalah anak yang baik, meski dia tidak tergolong dalam siswa yang memiliki prestasi di sekolah, dia selalu berusaha jadi yang terbaik. Semenjak kejadian yang sudah merenggut keperawananku, aku jadi berfikir bahwa aku bukanlah wanita yang baik untuk Fajar, dia berhak mendapatkan yang lebih baik dariku.
"Selama kamu mau nerima aku, aku juga akan menerimamu sepenuhnya. Aku tak mengharap apapun darimu, jadi aku hanya meminta dua jawaban antara iya atau tidak," ucap Fajar yang seketika membuatku bahkan Maya sedikit terkejut karena tiba-tiba saja dia menjadi seorang pria yang tegas dalam mengambil keputusan.
Aku sempat bertatapan dengan Maya, namun sahabatku itu seakan mengisyaratkanku untuk segera menerimanya.
Detik-detik berlalu yang terasa sangat lama, akhirnya aku menganggukkan kepalaku pelan.
Hal itu membuat Fajar dan Maya yang menjadi saksi kami berdua sedikit kebingungan. Tak terasa kedua pipiku mulai memerah karena malu.
"I-iyaa, aku mau," jawabku pelan karena tersipu.
"Hah? Ka-kamu be-beneran? Be-beneran nerima aku?"
"Iyaa Fajar Genta Bagaskara, aku nerima kamu," ucapku secara reflek menyebut nama lengkapnya.
Saat itu juga Fajar merasa sangat senang, bahkan Maya ikut merayakannya, sedangkan aku masih tersipu malu karenanya.
Saking bahagianya Fajar, sampai-sampai secara tidak sengaja ia mencubit kedua pipiku yang membuatku sedikit kesal kepadanya.
"Ehh, sayang... Maaf banget yaa, sayang... Maaf..." Fajar kembali berlutut untuk meminta maaf padaku, sementara Maya juga terkejut melihatnya.
Aku hanya menghela nafas panjang, sebelum akhirnya aku membuka mulutku.
"Iyaa, lain kali jangan diulangi... Terus, itu jangan pake sayang-sayangan, kayak biasanya aja, aku cuma gak mau kamu kenapa-kenapa itu aja,"
"Tuh, Jar... Denger kan kata Bu Ustazah, lagian nanti kalo semua cowok tahu lu udah resmi pacaran sama Widya, lu mau di keroyok sama mereka semua yang udah patah hati gara-gara pujaan hati mereke lebih milih lu?" Ucap Maya panjang lebar.
"Fajar... Sebenernya gapapa kok, tapi kalo di chat aja yah? Kalo di sekolah atau di tempat-tempat lain jangan," ucapku lembut pada Fajar.
Akhirnya aku dan Fajar resmi pacaran, dan saat bel masuk berbunyi, kami bertiga bergegas masuk kedalam kelas.
Sudah setengah jam bel masuk berbunyi, namun belum ada satupun guru yang masuk. Ternyata saat ini adalah jam kosong, saat seorang staf masuk kedalam kelas untuk memberikan tugas.
Saat aku iseng membuka ponselku, kulihat pesan masuk dari Fajar untuk menyemangatiku.
'Semangat cantik!...' dengan beberapa emoticon love, kubalas pesannya dengan pesan memberikan semangat juga untuknya tak lupa kubumbui dengan emoticon love.
Tak lama kemudian pesan masuk lagi namun dari Pak Burhan, 'Selamat ya, sudah resmi pacaran sama Fajar. Tapi jangan lupa pesan saya, kamu harus goda dia supaya mau ngentot sama kamu, buat apa pacaran kalo gak buat ngentot wkwk.' Seperti itulah pesan dari Pak Burhan.
Seketika pandanganku menatap nanar entah kemana, darimana ia tahu kalau aku sudah pacaran sama Fajar? Lalu? Bagaimana caranya aku menggoda laki-laki polos sepertinya? Bagaimana nanti saat pertama kali aku berhubungan badan dengan Fajar, lalu dia mengetahui kalau aku sudah tidak perawan lagi?
Aku merasa semakin terpuruk, sepertinya aku benar-benar tak bisa keluar dari pengawasan Pak Burhan selama berada di sekolah. Tapi, ah. Aku menikmatinya, kenapa baru membayangkannya saja, vaginaku sudah terasa basah.
6682Please respect copyright.PENANA1sK68TYxYr