POV : Widya
Aku terbangun tepat waktu yaitu pukul empat subuh, setelah itu aku langsung bergegas mandi lalu menyempatkan untuk shalat subuh.
Tapi entah kenapa pagi ini aku merasa birahiku begitu bernafsu, apa karena semalam aku tidak sempat memuaskan diriku sendiri? Tapi memang semalam aku sama sekali tidak masturbasi.
Sejak kejadian semalam, seketika saat itu aku tidak bernafsu sama sekali. Bagaimana tidak, orang yang selama ini memberikan contoh kebaikan dan menjadi panutanku, melakukan masturbasi sebrutal itu.
Tapi, sebagai gantinya aku merasa hasrat birahiku seakan ingin dipuaskan pagi ini. Tapi disisi lain, aku harus cepat-cepat berangkat sekolah.
Ah, sekarang hari senin dan seragamku adalah putih abu-abu, ditambah lagi nanti siang ada jam olahraga. Masa aku harus memakai pakaian olahraga tanpa pakaian dalam sama sekali?
Aku berusaha keras memutar otakku, saat ini aku sudah memakai seragam putih abu-abu beserta jilbab segi empat lebar yang menutupi bagian dadaku.
Beruntungnya kain jilbab yang kupakai bahannya agak tebal, sehingga bisa menutupi tonjolan putingku dari balik baju putih yang kupakai. Saat aku sibuk mencari di lemari pakaianku, akhirnya aku menemukan jilbab sport hitam lebar yang bisa menutupi payudaraku.
Aku pakai jilbab ini saja saat jam olahraga nanti, meski seragam olahragaku berwarna biru gelap dan terbuat dari kain yang lumayan tebal. Tapi seragam itu cukup ketat, sehingga lekuk tubuhku bisa terlihat sepenuhnya.
Setelah memasukkan buku pelajaran dan seragam olahragaku kedalam tas, aku bergegas keluar kamar kosanku. Ah, hampir kelupaan, aku lalu mengambil topi putih abu-abu yang kuletakkan di gantungan sebelah lemariku, karena nanti ada jam upacara bendera.
Seperti biasanya, Pak Burhan menyuruhku datang ke kantornya sebelum jam upacara dimulai, itulah kenapa aku terlihat sangat terburu-buru pagi ini. Tak lupa juga sebelum keluar kamar tadi, aku meminum obat yang diberikan Pak Burhan supaya ia tak perlu khawatir jika nanti mengeluarkannya didalam vaginaku.
Saat melewati kamar Mbak Hana, aku kembali mengingat bagaimana Mbak Hana menikmati masturbasinya semalam. Tapi aku tidak ada waktu sama sekali untuk memikirkannya.
Setelah keluar dari gerbang kos, aku agak berlari kecil menuju halte di jalan raya. Kurasakan payudaraku bergerak bebas dari balik baju seragamku, sehingga putingku bergesekan dengan bajuku dan membuatku semakin terangsang.
Namun aku berusaha menahannya sekuat tenagaku meski saat ini kurasakan vaginaku sudah sangat basah. Aku sampai di halte tepat pukul lima pagi, dan saat jam segini membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk sampai di sekolah.
Tak lama kemudian datanglah bus yang langsung berhenti di halte dimana aku menunggu. Aku bergegas menaiki bus itu yang masih sangat sepi. Aku memilih duduk di kursi depan tepat di belakang supir bus.
"Kok pagi sekali mbak?" Tanya kernet bus berbasa-basi.
"Iya bang, nanti ada upacara ditambah lagi saya ada piket hari ini," jawabku beralasan.
"Owalah gitu ya, saya seneng mbak kalo ada anak sekolah yang rajin seperti mbaknya ini," sahut sopir bus yang sedang fokus menyetir.
"Ya, makanya ngebut aja Kang, kasihan tuh mbaknya nanti terlambat," ucap kernet bus itu pada sopir.
Tak terasa akhirnya aku sampai di halte dekat sekolahku sekitar pukul setengah enam pagi. Meski di sekolah belum ada siswa yang datang sama sekali, tapi aku melihat mobil Pak Burhan sudah berada di parkiran khusus guru. Sepertinya ia sudah tidak sabar ingin menuntut kepuasan dari tubuhku.
Sebelum pergi ke ruangan Pak Burhan, aku menuju ke kantin terlebih dahulu untuk memesan sarapan. Tapi ternyata penjaga kantin masih bersiap dan ada juga beberapa yang baru datang.
"Wih Mbak Widya udah datang nih, rajin banget mbak," ucap salah satu penjual di kantin yang masih sibuk menyiapkan dagangannya.
Memang di sekolah banyak yang mengenaliku, entah itu karena mereka mengenalku sebagai siswa berprestasi atau karena mengenalku sebagai primadona di sekolah.
"Iya bang, sebenernya saya mau pesan sarapan, tapi saya buru-buru bang."
"Oh, kalo gitu ditinggal dulu aja gapapa mbak, nanti dateng lagi kesini."
"Iyadeh, tapi saya nitip tas boleh gak bang? Berat banget nih," ucapku sambil memberikan senyum manis berusaha menggodanya.
"Yah, kalo Mbak Widya udah senyum-senyum gitu saya gak bisa nolak lagi, yaudah deh taruh ruangan belakang aja ya," ucap pria itu lalu membalas senyumanku.
"Asik... Makasih ya Bang Ipul yang baik dan tidak sombong."
Aku langsung masuk kedalam dan meletakkan tasku di dalam sana, kulihat pedagang kantin yang bernama Saiful itu seakan salah tingkah saat melihat senyumanku yang begitu manis.
Setelah itu aku bergegas menuju ruangan Pak Burhan, sepanjang lorong ruang guru yang kulewati hanya ada tukang kebersihan yang sedang mengobrol dengan Pak Burhan seakan menerima instruksi darinya.
Namun, saat aku sampai di ruangan kepala sekolah, kulihat tukang kebun yang bernama Pak Sumanto itu memberikan tatapan mesum kearahku.
Tanpa menunggu lama, Pak Burhan langsung menyergapku, menutup mulutku dengan tangannya dan menyeretku masuk kedalam ruangannya.
"Ikut masuk To, tutup pintunya yang rapat terus kita senang-senang dulu hahaha..." Ucap Pak Burhan yang sudah berhasil menyeretku kedalam ruangannya.
"Mpphhh... Mpphhh..." Aku berusaha berontak, namun tenagaku kalah jauh olehnya.
Kemudian Pak Sumanto menyusul masuk dan menutup pintu lalu menguncinya rapat. Sedangkan Pak Burhan langsung melumat bibirku dan meremas kedua payudaraku dengan kasar.
Sambil terus melumat bibirku, Pak Burhan mulai membuka kancing bajuku satu persatu sampai terlepas seluruhnya.
Aku yang sudah sangat bernafsu sejak berangkat sekolah, hanya menikmati rangsangan yang ia berikan, hingga tanpa kusadari kedua tanganku merangkul leher Pak Burhan seakan tidak mau melepaskannya.
Saat ini baju seragamku sudah terlepas sepenuhnya, kemudian tangan Pak Burhan mulai melepas ikat pinggangku lalu membuka resleting rok abu-abuku, sehingga rokku seketika langsung terjatuh di lantai.
"Waahhh... Makanya banyak yang bilang kalo Widya itu primadona sekolah, emang kulitnya putih mulus banget hehe..."
Saking menikmatinya, aku sampai lupa bahwa saat ini diruangannya ada Pak Sumanto yang sudah melihat tubuhku.
Aku terkejut dan berusaha melepas dekapan Pak Burhan. Tapi dengan sigap, Pak Burhan memutar tubuhku sehingga aku membelakanginya, namun kedua tanganku dikunci olehnya di belakangku.
"Pak, saya mohon lepaskan sayaa..."
Tubuhku yang sudah telanjang hanya menyisakan jilbabku yang masih menutup kepala dan payudaraku, menjadi santapan pagi untuk Pak Sumanto yang ternyata sudah telanjang sepenuhnya.
"Gausah sok ngelawan kamu, memek kamu aja sudah basah hahaha... Lemesin tuh kontolnya Sumanto, kalo tidak saya akan menyuruhmu keluar, mau kamu?" Pak Burhan mengancamku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan, dan dengan terpaksa aku berjalan pelan lalu berlutut di hadapan Pak Sumanto yang tengah berdiri.
Kusingkap kain jilbabku ke pundak dan kuikat di belakang kepalaku supaya tidak jatuh. Dengan ragu aku memegang kontol Pak Sumanto yang berwarna hitam dan pastinya lengket karena ia selalu berkeringat.
Aku mulai mengocok kontolnya pelan dan mulai mengulum kontolnya yang sudah sangat tegang. Aromanya yang lebih menyengat karena mengingat Pak Sumanto adalah tukang kebersihan, hampir membuatku merasa mual.
Tapi perasaan itu perlahan menghilang karena aromanya yang menyengat membuatku semakin bernafsu.
"Enak gak To sepongan ukhti lonte sang primadona sekolah? Haha..."
"Ahh.. Sshhh.. Enak banget pak sumpah, mimpi apa saya semalam sampai bisa menikmati sepongannya Widya..." Balas Pak Sumanto semakin mengerang keenakan.
"Hahaha... Kamu bebas ngentotin Widya, asalkan kalo kamu gak sengaja lihat dia ngentot sama murid laki-laki siapapun mereka, biarin aja," ucap Pak Burhan yang saat ini sudah berada di belakangku meremas kedua payudaraku.
Tak lupa juga aku mengulum dan menyedot buah zakar Pak Sumanto sehingga kontolnya berada tepat di wajahku. Meski kontolnya bisa kubilang agak kotor dan berdaki, tak menyurutkan keinginanku untuk memuaskan nafsu Pak Sumanto.
Beberapa saat kemudian, aku berbalik dan bergantian mengulum kontol Pak Burhan yang tak kalah tegangnya.
Saat itu Pak Sumanto langsung menarik pinggulku sehingga aku sedang dalam posisi merangkak dengan mulutku masih sibuk mengulum kontol Pak Burhan.
Kedua tangan Pak Burhan memegangi kepalaku dengan erat.Sedangkan Pak Sumanto yang berada di belakangku langsung menggesekkan kontolnya di vaginaku, sebelum akhirnya dengan satu hentakan keras, ia berhasil mendorong kontolnya hingga masuk sepenuhnya kedalam vaginaku.
"Mphh... Akhh..."
Aku semakin mendesah saat Pak Sumanto semakin mempercepat genjotannya di vaginaku. Sedangkan tangannya juga mulai menggerayangi lubang anusku dan memasukkan jarinya kedalam anusku.
Sekitar sepuluh menit mereka menyetubuhiku dalam posisi seperti ini, hingga akhirnya tubuhku mulai mengejang. Namun mereka berdua tidak mempedulikanku, mereka terus menggenjot vagina dan mulutku.
Sampai akhirnya aku mengalami orgasme pertamaku dengan hebat, bahkan cairanku muncrat begitu banyak membasahi lantai.
Sesaat kemudian, dengan satu hentakan Pak Sumanto mendorong kontolnya masuk lebih dalam di lubang vaginaku. Sekitar lima kali kontolnya menyemburkan spermanya yang hangat sehingga memenuhi rahimku.
Lalu disusul oleh Pak Burhan yang memasukkan kontolku semakin dalam di mulutku dan menyemburkan spermanya yang otomatis langsung ku telan.
Uhuk... Uhuk...
Aku kembali terbatuk karena tersedak oleh sperma Pak Burhan yang lengket membasahi seluruh tenggorokanku.
Setelah nafasku sudah mulai normal, ternyata mereka berdua mengarahkan kontolnya tepat didepan wajahku, memintaku untuk membersihkan sisa sperma yang ada di kontol mereka.
Aku langsung berlutut dan membersihkan sisa sperma mereka di kontolnya menggunakan mulutku. Kurasakan sperma Pak Sumanto masih menetes dari dalam vaginaku dan langsung membasahi lantai, karena saat itu aku agak melebarkan kedua kakiku supaya tidak merembet di pangkal pahaku.
Setelah selesai membersihkan kontol mereka dengan mulutku, mereka kembali memakai pakaian mereka masing-masing. Sedangkan aku harus membersihkan lantai ruangan Pak Burhan seperti sebelumnya.
Kulihat Pak Sumanto yang sudah berpakaian rapi, duduk di sofa panjang sambil beristirahat. Sedangkan Pak Burhan sudah duduk di kursinya, sibuk dengan komputer di meja kerjanya.
Setelah membersihkan lantai, aku langsung saja pergi ke kamar mandi sambil membawa seragamku yang berserakan di lantai untuk membersihkan vagina dan mulutku.
Setelah merapikan kembali seragamku seperti sedia kala saat aku masuk ke sekolah, aku keluar dari kamar mandi dan meminta izin pada Pak Burhan untuk meninggalkan ruangannya.
Setelah ia memberiku izin, tak lupa juga ia memberikan selembar uang seratus ribu padaku.
"Pak, cipok dulu bentar boleh?" Tanya Pak Sumanto yang saat itu sudah berdiri di belakangmu.
"Itu mah bebas, terserah kamu saja To, kalo mau ngentot lagi juga gapapa," balas Pak Burhan seakan tak peduli.
"Gak ah pak, nanti aja kalo ada waktu. Harus siap-siap dulu nih, bentar lagi kan upacara," balas Pak Yanto yang saat itu seketika memelukku dari belakang, lalu meremas kedua payudaraku dengan gemas. Sedangkan Pak Burhan hanya memberi acungan jempol pada Pak Sumanto.
Aku hanya mendesah ringan saat kedua tangan Pak Sumanto meremas kedua payudaraku.
"Sekolah kok gak pake daleman, mau ngelonte ya hehehe..." Ucap Pak Yanto setengah berbisik di telingaku.
"Ahh... Iyaahh Pak..."
Setelah itu, akhirnya Pak Sumanto melepasku, namun ia memutar tubuhku dan langsung melumat bibirku dengan kedua tangannya kembali meremas kedua payudaraku.
"Mphhh..."
Aku hanya mendesah dan membalas lumatannya di mulutku, namun tak lama kemudian setelahnya Pak Sumanto melepaskan tangannya dari payudaraku dan pergi begitu saja.
Aku kembali harus merapikan bajuku yang kusut karena ulah tangan Pak Sumanto, setelah itu aku keluar dari ruangan Pak Burhan dan langsung menuju kantin.
Kulihat keadaan di sekolah sudah agak ramai, masih ada banyak waktu yang bisa kumanfaatkan untuk sarapan di warungnya Bang Ipul.
6076Please respect copyright.PENANAR1rdZxQ6mw