Aku terus mengulum penis mereka secara bergantian. Saat aku mengulum penis Pak Burhan, kedua tanganku sibuk mengocok penis Pak Arif dan Pak Wahyu secara bersamaan.
Tak lupa juga aku mengulum dan menyedot buah zakar mereka, aku terus mengoral penis mereka sampai lima menit kemudian Pak Wahyu duduk di lantai yang dingin.
Aku yang sudah mengerti keinginan mereka, aku langsung meraih kontol Pak Wahyu dan kumasukkan kedalam vaginaku.
"Ahh..."
Kontolnya dengan mudah masuk sepenuhnya kedalam vaginaku yang sejak tadi sudah basah karena cairan vaginaku sebagai pelumas kontolnya.
Ia lalu menggenjot vaginaku dari bawah sedangkan kedua tangannya meremas payudaraku dengan gemas. Mereka tak membiarkan tanganku menganggur.
Pak Burhan dan Pak Arif juga mendekatkan kontol mereka di wajahku. Aku kembali harus mengulum kontol mereka bergantian dan sesekali tanganku mengocoknya.
Aku terus mendesah keenakan karena perlakuan mereka, hingga sekitar sepuluh menit kemudian kurasakan kontol Pak Wahyu berdenyut.
Mungkin karena ia sangat bernafsu padaku hingga ia langsung menyemburkan sperma hangatnya kedalam rahimku. Sedangkan aku belum menunjukkan tanda-tanda akan orgasme.
Beberapa saat Kemudian, Pak Arif duduk menggantikan posisi Pak Wahyu yang saat ini mengambil ponselnya.
Sama seperti sebelumnya, aku memasukkan batang kontolnya yang sudah tegang sejak tadi kedalam vaginaku.
"Ahh... Memek akhwat lonte emang enak, masih rapet kayak perawan," ucapnya memujiku.
Lalu aku mendorong tubuhnya supaya ia terlentang di lantai yang dingin. Lalu aku semakin menunggingkan badanku dan kembali kugoyangkan pinggulku naik turun. Sedangkan tanganku bertumpu pada lantai dan sesekali menuntun tangannya supaya meremas payudaraku.
"Hahaha... Lonte kita udah ketagihan kontol, kamu emang lonte akhwat binal, Widya," ucap Pak Wahyu yang merekam aksiku menggunakan ponselnya.
"Ahhh... Iyahh Pakk... Kontol kalian enakhh banget... Ahhh..."
Aku semakin mendesah, semakin liar dan semakin binal. Sedangkan Pak Burhan sudah berada di belakangku menggesekkan kontolnya ke lubang anusku.
"Ahh... Ahh... Ahh... Pak, buruan masukin... Masukin ke anus sayahh Pakk.. Ahh..."
Mendengar desahanku yang semakin binal, Pak Burhan langsung membasahi anusku dengan air liurnya, sebelum akhirnya ia memasukkan kontolnya kedalam anusku, lalu dengan sekali hentakkan keras, akhirnya kontolnya berhasil masuk sepenuhnya kedalam anusku.
"Akkhhh... Sakiittt... Pelan-pelan Pak," aku meringis kesakitan karena tak menyangka Pak Burhan akan langsung menghentakkan kontolnya kedalam anusku dengan kasar.
Aku menghentikan goyanganku sejenak untuk membiarkan anusku beradaptasi, karena saat Pak Burhan memasukkan kontolnya dengan kasar, lubang anusku masih sangat kering.
Tak lama kemudian, Pak Wahyu dengan masih merekamku, ia mengarahkan kontolnya ke mulutku.
Aku langsung berinisiatif mengulum kontolnya yang masih ada sisa spermanya dan sesekali ku kocok dengan salah satu tanganku.
Sedangkan Pak Arif tidak membiarkan payudaraku diam sama sekali, ia langsung meremas kedua payudaraku yang menggelantung itu dengan gemas.
"Mphhh... Mphhh..." Desahanku tertahan saat Pak Burhan dan Pak Arif mulai menggenjotku bersamaan di kedua lubang bawahku.
"Ahh... Pantat kamu enakk sekali, Widya..." Ucap Pak Burhan yang saat itu menggenjot anusku dan sesekali ia menampar pantatku tanpa ampun.
Aku merasakan pantatku panas dan perih karena berkali-kali ia menampar pantatku. Namun, aku menggoyangkan pinggulku semakin liar.
Tubuhku mulai mengkilap karena keringat yang keluar dari pori-poriku, Pak Burhan berusaha meraih payudaraku yang sedang diremas oleh Pak Arif.
Hingga posisiku saat ini sedang diapit oleh dua orang pria sedangkan mulutku masih sibuk disetubuhi oleh Pak Wahyu.
Kulitku yang putih dan mulus terlihat sedikit kontras dengan kulit Pak Arif dan Pak Burhan yang warnanya sedikit gelap seperti kulit pria pada umumnya.
Hingga beberapa menit kemudian, kurasakan aku akan mencapai puncaknya, puncak kenikmatan yang disebut orgasme.
Kurasakan juga kontol mereka mulai berkedut di ketiga lubangku. Hingga akhirnya tubuhku menegang sepenuhnya, aku berhenti menggoyangkan pinggulku dan akhirnya aku mengalami orgasme.
Beberapa saat kemudian mereka bertiga semakin mempercepat tempo genjotan mereka tanpa memberiku jeda. Sedangkan Pak Wahyu memegang kepalaku dengan erat dan memasukkan kontolnya sampai menyentuh tenggorokanku.
"Mphhhh...." Aku berusaha melepaskan cengkraman tangan Pak Wahyu di kepalaku namun sudah terlambat.
Mereka bertiga mengalami ejakulasi, menyemburkan sperma mereka kedalam tiga lubangku secara bersamaan. Aku merasakan rahimku semakin hangat karena sperma Pak Arif, sedangkan sperma Pak Wahyu terpaksa langsung kutelan.
"Uhuk... Uhuk..."
Setelah Pak Wahyu mencabut penisnya dari mulutku, aku langsung terbatuk karena tersedak.
Dengan posisi masih menungging dan nafasku yang masih memburu, kubuka mulutku sehingga air liurku dan sisa sperma Pak Wahyu menetes ke lantai dari mulutku.
Setelah Pak Burhan mencabut kontolnya dari lubang anusku, aku langsung mencabut kontol Pak Arif dan aku merebahkan tubuhku di samping Pak Arif di lantai yang dingin ini.
Sperma kental yang bercampur dengan cairan orgasmeku, aku masih tergeletak lemas menikmati sisa gelombang orgasme yang begitu nikmat.
Namun, tak lama kemudian mereka bertiga kembali mengangkat tubuhku, kembali menyetubuhiku hingga masing-masing dari mereka merasakan ketiga lubangku.
Bahkan sudah tak terhitung lagi, sepertinya sekitar empat atau lima kali aku mengalami orgasme.
Sampai akhirnya mereka mendudukkanku di atas sofa yang empuk.
Mereka secara bersamaan mengarahakan kontolnya di depan wajahku, lalu menyuruhku mengulum kontol mereka bergantian.
Lalu setelahnya mereka bertiga menyuruhku berhenti dan menyemburkan spermanya di payudaraku.
Aku menjilati sisa sperma di ujung kontol mereka yang masih menetes sampai bersih, lalu aku meratakan sperma mereka di payudaraku.
Sementara mereka sibuk memakai pakaian mereka, Pak Burhan menyuruhku membersihkan lantai dari sisa pertempuran kami menggunakan kain pel.
Aku langsung mengambil kain pel yang ada di sudut ruangannya dan segera membersihkan lantai ruangannya.
Saat Pak Wahyu dan Pak Arif hendak keluar dari ruangan Pak Burhan, aku meminta izin kepada Pak Burhan untuk memakai kamar mandi dalam untuk membersihkan tubuhku.
Untuk ruangan kepala sekolah, memang sudah disediakan khusus kamar mandi dalam yang letaknya di sudut ruangan dimana aku mengambil kain pel barusan.
Untungnya Pak Burhan mengizinkanku menggunakan kamar mandinya, aku lalu mengambil seragamku yaitu baju batik dan rok hitam kedalam kamar mandi.
Beberapa menit kemudian aku keluar kamar mandi dengan keadaan rapi dan bersih, meski tubuhku masih basah karena tidak memakai handuk.
Saat aku ingin mengambil ponselku dan berpamitan kembali kedalam kelas, Pak Burhan menahanku, lalu memberikanku beberapa lembar uang seratus ribuan untuk uang jajanku.
"Widya, ini uang jajan untukmu anggap saja bonus karena sudah memuaskan nafsu saya, dan mulai minggu depan saat jadwal seragam hari jum'at kamu harus pakai ini," ucapnya sambil memberikan kresek hitam kepadaku.
"A-apa ini, Pak?"
"Buka saja," ucapnya yang saat itu sudah kembali fokus pada laptopnya.
Didalamnya ternyata sebuah rok hitam model span yang agak ketat, meski bahannya melar namun agak tipis jika dibandingkan dengan rok hitam yang kupakai.
Dimana rok hitam yang saat ini kupakai adalah rok lebar yang bagian bawahnya lebih besar. Sangat berbeda dengan rok-rok hitam milik murid perempuan di sekolah ini yang kebanyakan adalah rok span.
Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan, ia pun mengizinkan aku kembali ke kelasku.
Saat aku keluar dari ruangannya, ternyata keadaan di sekolah sudah lumayan sepi dan masih ada beberapa siswa yang hanya sekedar mengobrol santai di bangku depan kelas atau bangku taman. Saat kulihat jam di ponselku, ternyata sudah pukul tiga sore.
Aku bergegas menuju kelasku yang sudah sangat sepi untuk mengambil tasku. aku segera mengambil tasku lalu membuka kembali ponselku dan ternyata ada pesan masuk dari Fajar sekitar pukul satu siang tadi.
'Sayang, aku tadi cari kamu di kantin udah gak ada, cuma ada Maya sendiri di kantin. Terus katanya kamu lagi dipanggil Pak Burhan buat bantu kerjaannya, semangat ya sayang...' isi pesan dari Fajar dengan emoticon love di akhir pesannya.
Aku hanya tersenyum sendiri membaca pesan dari Fajar yang menunjukkan perhatiannya padaku. Lalu aku berjalan keluar kelas dan duduk di bangku teras kelas berniat membalas pesannya.
'Iyaa sayang, makasih yaa...' isi pesan balasanku padanya dan kutambahkan juga emoticon love seperti isi pesannya padaku.
Kemudian aku mengambil botol minum di tasku dan menenggaknya, karena aku merasa sangat haus. Lalu aku mencari parfum dan menyemprotkan parfum itu ke tubuhku, karena aku masih mencium samar-samar aroma sperma yang sepertinya berasal dari jilbabku.
Tak lama kemudian kembali ponselku berdering, tanda notifikasi pesan masuk yang ternyata dari Fajar.
'Pulang bareng yuk, aku antar kamu sampe ke kosanmu, aku tunggu di pos satpam'
Awalnya aku sempat menolak tawaran Fajar, tapi dia memaksaku dan jika diingat lagi menjelang sore seperti ini pasti cukup sulit untuk mencari angkot, sedangkan untuk bus masih harus nunggu sekitar setengah jam lagi. Hingga akhirnya aku menerima tawarannya.
'Hmm... iyadeh, tapi gapapa kan? Aku gamau ngrepotin kamu.'
'Gak papa kok, sekali-sekali nganter kamu pulang,' isi pesan dari Fajar.
Aku pun kembali berdiri dan berjalan keluar, aku berharap kali ini aku tidak bertemu dengan Pak Arif satpam sekolah.
Tapi saat sudah sampai di pos satpam dan kulihat Fajar dengan kacamata tebalnya melambaikan tangannya padaku, saat itu juga Pak Arif yang sedang mengobrol dengan Fajar menoleh kearahku.
Kulihat Pak Arif tersenyum genit kearahku, aku mengabaikannya dan berjalan ke arah Fajar.
Saat Fajar berpamitan pada Pak Arif yang sudah seperti kakaknya sendiri itu, ia lalu mengajakku ke parkiran mengambil motor maticnya.
"Mau langsung pulang apa main dulu?" Tanya Fajar dengan nada lembut padaku.
"Langsung pulang aja ya, aku capek banget," jawabku yang saat itu akan naik ke motornya.
"Oke sayang."
Setelah itu dia menjalankan motornya keluar parkiran, saat dijalan kami beberapa kali ngobrol dengan obrolan canggung. Namun beberapa kali aku dibuatnya tertawa dengan ucapannya, ternyata Fajar lucu juga, ucapku dalam hati.
Dia mengendarai motornya pelan, aku mengerti dia pasti ingin lebih lama denganku, menikmati momen saat berdua denganku.
Namun tak lama setelahnya, saat kami berhenti di lampu merah tangan kiri Fajar menyentuh lututku dan membelainya lembut.
"Fajar, fokus aja nyetir sana," ucapku dengan sedikit bercanda sambil melepaskan tangannya agar dia tidak tersinggung.
"Masih lampu merah kok, sayang. Gapapa kan..." ucapnya sambil kembali membelai lututku dari balik rokku.
"Hihihi... Yaudah deh..." Ucapku sedikit tertawa geli, sebelum akhirnya motornya kembali berjalan karena lampu sudah berwarna hijau.
Aku sedikit tertawa bukan karena tanpa alasan, karena saat itu kurasakan tangannya seakan meraba lututku lalu semakin naik dan membelai pahaku dari balik rokku, dan saat itu juga entah disengaja atau tidak siku tangannya menyenggol payudaraku.
"Ehh... Maaf yaa, aku gak sengaja, sumpah... Sekali lagi maaf yaa," dia panik karena takut aku akan marah, tapi.
"Ahh... Fajar, kamu nakal ternyata, iya.. iya.. Gapapa kok, hihihi..." Ucapku lalu aku sedikit mencubit pinggangnya, bahkan aku tadi sempat mendesah.
Apa Fajar tadi mendengar desahanku ya? Bahkan dia sempat menyenggol payudaraku, apa dia menyadari jika aku juga tidak memakai pakaian dalam?
8216Please respect copyright.PENANAaOAT9suAE1