Aku membuka ponselku untuk melihat jam yang ternyata saat ini sudah pukul dua belas malam. Sekalian aku juga membalas beberapa pesan masuk dari Fajar dan Bryan, lalu ada juga dari beberapa teman laki-laki di kelasku.
Aku beralasan jika hari ini aku menonton film di laptopku sampai lupa waktu hingga akhirnya tertidur. Aku masih dalam keadaan telanjang dengan jilbab masih menempel di kepalaku.
Beberapa saat kemudian Andre kembali masuk, memberi tahuku bahwa ada handuk dan sabun di kamar mandi belakang yang bisa kupakai.
Setelah aku membalas beberapa pesan di ponselku, aku langsung membersihkan tempat yang kami gunakan bermain tadi. Lalu aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
Ah, rasanya begitu segar saat air dingin malam ini membasuh seluruh tubuhku.
Tak ingin lama-lama karena takut masuk angin, aku segera keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk saja.
Kupakai gamis biru muda berbahan jersey yang kupakai saat datang kesini tanpa pakaian dalam sama sekali. Lalu aku juga memakai kembali jilbab segi empat putih.
Tak lupa aku menyemprotkan parfum yang selalu kubawa di tas selempang milikku. Setelah semua terasa cukup dan jilbabku sudah menutupi payudaraku sepenuhnya, aku bergegas keluar pos.
Aku disambut oleh tiga orang yang tadi menggagahiku, kubalas sambutan dari mereka dengan senyum manisku.
"Bang, Widya pulang dulu ya..."
"Ndre, jadi pulang gak lu? Katanya tadi mau ngantar Widya sekalian pulang," ucap Bang Abdul menegur Andre yang memandangiku tanpa berkedip sedikitpun. Andre langsung terhenyak kaget dan berdiri menghampiriku.
"Wid, sabtu depan jangan lupa kasih jatah lagi ya hehehe..." Ucap Bang Anton.
"Iyaa bang, asalkan yang lagi ronda kalian aja gak ada orang lain lagi saya mau kok... Saya pulang dulu ya bang..."
Setelah itu aku dan Andre berjalan berdua saja menyusuri jalan gang yang sudah sangat sepi ini.
Beberapa kali kami sempat berbincang dan bercanda, bahkan dia secara terang-terangan mengatakan kalau dia sudah lama menyukaiku.
Namun ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkan perasaannya padaku. Dia hanya sering memandangiku saat kebetulan melihatku berangkat atau pulang sekolah.
Dan hebatnya lagi, Andre adalah orang yang rajin, seperti ucapan Bang Abdul sebelumnya, Andre masih cukup muda, masih berusia dua puluh tiga tahun selisih lima tahun denganku.
Saat ini dia memilih bekerja di sebuah pabrik sebagai operator, karena mengikuti saran dari omnya yang kebetulan adalah salah satu staf di kantor tempantnya bekerja.
Sampai tak terasa kami sudah hampir sampai di kosanku, bahkan saat ini saja aku berjalan sambil bergandengan tangan.
"Mas Andre emang rumahnya dimana?" Tanyaku tiba-tiba.
"Rumah warna biru itu rumahku Wid," ucap Andre sambil menunjuk kearah belakang.
"Loh mas, kenapa tadi gak bilang? Jadi gak enak kang akunya," ucapku merasa bersalah padanya.
"Gapapa kok Wid, lagian emang aku pengen aja nganter kamu, udah yuk jalan."
Kami berdua kembali berjalan, hingga akhirnya setelah beberapa meter aku sampai juga di kosanku.
"Makasih ya mas udah mau nganter," ucapku sambil tersenyum saat menatap kearahnya.
"Sama-sama.. Eee... Ohiya Wid, emang pacar kamu gak marah soal yang tadi?" Andre tiba-tiba saja bertanya seperti itu padaku.
"Hmm... Kalo tahu sih marah mungkin hihi... Emang kenapa mas?"
"Gapapa sih, tapi aku masih gak nyangka loh kamu ternyata sebinal itu," ucap Andre sambil kedua matanya melihat kearah payudaraku yang memang sangat menggoda, apalagi karena dinginnya malam dan gesekan dengan kain gamis yang membuat putingku mengeras sejak tadi.
"Mas Andre beneran suka sama aku? Tapi... Gapapa kan mas kalo kita gak pacaran, yang penting kan tadi aku udah bilang kalo Mas Andre bebas mau lampiasin nafsunya ke aku."
Aku lalu menyingkap jilbabku ke pundakku sehingga semakin jelas tonjolan putingku dari balik kain gamis yang kupakai. Namun Andre hanya diam saja melihat kedua tonjolan di bagian payudaraku.
"Mas... Mau mampir dulu? Atau nginap sekalian kalo emang Mas Andre belum puas," aku semakin menggodanya.
Aku menoleh kekanan dan kiri, berharap tak ada seorangpun melihat kami berdua di depan gerbang kosanku. Meski keadaan di kos sudah sangat sepi karena penghuninya sudah pulang dan hanya menyisakan aku sendiri, tapi aku masih merasa khawatir.
Tapi sisi liar dan binalku seakan menguasai tubuhku, lalu kuraih tangan Andre berniat mengajaknya masuk kedalam kosanku.
Meski kalau dilihat dari luar dia adalah cowok baik-baik, tapi dia juga laki-laki pada umumnya yang memiliki nafsu.
"Mphhh..."
Namun aku sedikit terkejut karena saat itu juga dia langsung melumat mulutku dan kedua tangannya merangkul pinggangku, lalu perlahan kebawah dan meremas pantatku yang sekal.
Aku hanya diam dan membalas lumatannya di bibirku, hingga dia melepaskanku namun kedua tangannya berganti meraba lalu meremas kedua payudaraku.
"Ternyata kamu memang binal Wid, gak masalah kalo kita gak pacaran yang penting aku bisa menikmati tubuh lonte akhwat sepertimu," ucapnya dengan tatapan mesum kearahku.
Melihat reaksi yang dia berikan dari pertanyaanku, aku langsung mengajaknya masuk kedalam kosanku, saat sebelumnya kami memastikan aman dan tak ada seorangpun yang melihat karena sudah sangat larut dan sepi.
Baru beberapa hari yang lalu keperawananku direnggut oleh Pak Burhan demi bisa melunasi tunggakan spp di sekolah. Tapi aku sudah melangkah sejauh ini, semakin liar dan semakin binal.
Mungkin karena memang sejak dulu aku mudah terangsang dan bernafsu, tapi dulu aku selalu bisa menghindarinya. Tapi sekarang? Sejak aku merasakan nikmatnya surga dunia yang penuh dengan kenikmatan birahi, aku menjadi seperti ini.
Menjadi seorang lonte akhwat yang selalu haus akan kepuasan, selalu menjadi pemuja dunia syahwat dan kelamin laki-laki.
Bahkan jika aku tak memikirkan kedua orang tua dan nasibku, mungkin aku tak akan meminum obat dari Pak Burhan dan merelakan vaginaku menjadi tempat pembuangan sperma bagi siapapun yang menginginkannya. Lalu membuatku hamil tanpa mengetahui siapa ayah dari anak didalam kandunganku. Tidak untuk sekarang, tapi nanti? Aku sendiri tidak tahu.
"Mphh..."
Akhirnya kami berdua sudah berada di dalam kamar kosanku, saat itu juga Mas Andre langsung menerjang dan melumat habis mulutku, padahal saat ini kami baru saja menutup dan mengunci pintu kamar kosanku.
Setelah dia melepaskan bibirku, aku mulai turun dan berjongkok di hadapannya membantunya melepaskan celananya.
Kuangkat rok gamisku setinggi pinggang, lalu aku mengulum kontolnya yang masih memiliki aroma sperma sisa pertempuran kami di pos beberapa waktu lalu.
Aku semakin liar memainkan kontolnya yang semakin tegang, hingga tak lupa juga aku menyedot buah zakarnya.
Setelah itu aku kembali berdiri melepaskan gamisku, namun aku sedikit terpana saat melihat tubuh Andre ketika dia melepas kaosnya. Tubuhnya cukup atletis dan kekar.
Akhirnya kami sudah telanjang sepenuhnya kecuali jilbabku yang masih tak kulepas, dan kusingkap jilbabku lalu aku mengikatnya di belakang kepalaku.
Saat Mas Andre sudah terlentang diatas kasurku, aku mengambil dildo di meja belajarku dan menyusulnya ke ranjang tempat tidurku. Awalnya dia agak terkejut saat melihatku membawa sebuah dildo di tanganku, namun mengingat betapa liar dan binalnya aku, akhirnya dia tampak biasa saja.
"Ternyata kamu punya mainan seperti itu sayang," ucapnya kemudian dia menarik salah satu tanganku kedalam dekapannya.
Andre kemudian duduk dan menyuruhku terlentang dengan kedua kakiku mengangkang lebar.
"Akhh.. Pelan-pelan mas," aku meringis kesakitan karena dildo yang besar dan masih kering itu ia masukkan begitu saja kedalam vaginaku, sepertinya dia memang belum berpengalaman.
"Ehh.. Maaf,"
Aku meminta dildo itu lalu mengulumya, membuatnya basah oleh air liurku lalu aku memintanya memasukkan benda itu kedalam vaginaku.
"Ahh... Mphhh..." Desahku sambil menggigit bibir bawahku.
Aku menyuruh Mas Andre untuk berada diatasku dan nyusu di kedua payudaraku, seperti orang sedang kesurupan, ia mengulum lalu menyedot putingku hingga aku semakin mendesah keenakan. Setelah beberapa saat kemudian aku lalu menungging membelakanginya.
"Mas, masukin kontolmu ke pantatku ya, tapi basahi dulu kontolmu itu," ucapku sambil kedua tanganku membuka lebar lubang pantatku, namun dengan dildo yang masih menancap di vaginaku.
Andre seakan menelan ludahnya sendiri, tapi sesaat kemudian dia meludahi kontolnya dan anusku. Saat itu juga dia mendekatkan ujung kontolnya ke lubang anusku.
"Pelan-pelan ya mas, akhh... ahh..." Saat aku mengatakannya Andre ternyata sudah mendorong kontolnya masuk kedalam anusku secara perlahan.
Ia mulai memaju mundurkan pinggulnya sambil mencengkeram kedua pantatku yang sekal, sedangkan tanganku berusaha mengocok vaginaku sendiri dengan dildo.
Beberapa menit kemudian, Aku menyuruhnya untuk terlentang menggantikan posisiku sebelumnya. Aku lalu mengulum penisnya yang baru saja menyodok anusku tanpa merasa jijik sama sekali.
Setelahnya aku mencabut dildo di vaginaku dan memasukkan benda itu kedalam anusku. Aku yang berada di atas Mas Andre, lalu berusaha memasukkan kontolnya yang tegang kedalam vaginaku.
Ah, rasanya sungguh nikmat, kontolnya terasa mentok didalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik turun, sambil membusungkan dadaku, aku menuntun tangan Mas Andre untuk meremas kedua payudaraku.
Aku semakin mendesah tak karuan, bahkan saat ini Mas Andre juga ikut menggerakkan pinggulnya naik turun mengikuti irama goyanganku.
Akupun mencabut kembali dildo dari anusku karena merasa sesak, lalu aku mengulum benda itu dan kembali menggoyangkan pinggulku.
Hingga tak lama kemudian kurasakan aku akan mencapai orgasme dengan tubuhku yang mulai mengejang.
"Ahh... Mass... Enakk... Aku mau keluar.. mass... Ahh..."
Lalu aku mengangkat pinggulku dengan posisi menungging, kedua tanganku bertumpu pada dada Mas Andre yang bidang.
Serrr... Cairan orgasmeku keluar begitu banyak membasahi kontol Mas Andre.
Kemudian Mas Andre bangun dan mendorong tubuhku kebelakang hingga aku terlentang, lalu ia melebarkan kedua kakiku dan dia memasukkan kontolnya kedalam vaginaku.
"Mhhh... Ahhh... Mass..."
Aku kembali mendesah karena genjotan Mas Andre yang terasa begitu nikmat mengobok-obok vaginaku. Dia juga meremas kedua payudaraku dengan gemas, beberapa menit kemudian kurasakan kontolnya mulai berkedut di dalam vaginaku.
"Ahh... Memek kamu enak Wid... Aku keluarin di dalam ya? aku hamilin kamu ya Wid?" Ucap Mas Andre semakin mempercepat gerakannya.
"Ahh... Boleh kok masss... Shhh.. Tapi aku udah minum obat ahh.. obat pencegah kehamilan mass.. Ahh..."
Kulihat dia tak menghiraukannya, dengan sekali hentakan kontolnya terasa masuk semakin dalam di vaginaku. Lalu kurasakan dia menyemburkan spermanya kedalam rahimku.
Akhirnya Mas Andre menghentikan genjotannya, dia memandangku dengan tatapan puas. Tubuh kami sudah basah oleh keringat kami berdua malam ini.
"Mas... Sini..." Aku memintanya menindih tubuhku, lalu aku memeluk tubuhnya yang juga basah oleh keringatnya.
Lalu dia bergerak turun sehingga wajahnya berada tepat diatas payudaraku yang montok dan sekal. Kemudian dia melumat habis putingku seakan tak ingin membaginya dengan orang lain sampai kedua payudaraku basah oleh air liurnya.
Setelah itu, kami berdua melakukannya lagi, kami bersetubuh sepanjang malam sampai kupastikan Mas Andre benar-benar puas menikmati tubuh yang sudah kotor.
Tubuh yang awalnya kututup rapat-rapat dengan gamis panjang dan hijab lebar, kini aku dengan suka rela memberikannya pada siapapun yang menginginkannya.
Bahkan kini aku tak peduli lagi jika desahanku terdengar sampai luar, atau bahkan tetangga kosku yang mungkin belum pulang ke rumah mereka masing-masing mendengar desahanku.
ns 18.68.41.146da2