Aku terbangun sekitar pukul sebelas siang, tubuhku terasa sangat lelah dan pegal. Karena semalam Mas Andre benar-benar melampiaskan semua nafsunya padaku.
Kami melakukannya sepanjang malam dan saat adzan subuh, akhirnya kami berhenti. Setelah itu Mas Andre pulang kerumahnya, awalnya aku melarangnya pulang tapi akhirnya aku membiarkannya dan menyuruhnya keluar kosanku melalui pintu belakang.
Mas Andre tak begitu kesulitan untuk memanjat pagar tembok yang ada di belakang kamarku. Hingga akupun kembali masuk kedalam kamarku dan terlelap begitu saja melewatkan shalat subuh.
Karena aku merasa sangat lelah, akhirnya aku memesan makanan online lalu aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang kotor dan penuh noda sperma Mas Andre.
Setelah aku selesai mandi dan mencuci pakaian kotorku, tak lama kemudian notifikasi muncul di ponselku, ternyata pesan dari kurir makanan yang sudah menungguku di depan gerbang kosanku.
Aku segera memakai daster panjang dan jilbab instan tentunya tanpa pakaian dalam sama sekali. Aku berjalan keluar kamarku dengan sedikit gugup, karena saat itu terlihat jelas kedua putingku menonjol dari balik dasterku yang tipis.
Sedangkan jilbab instan yang kupakai hanya menutupi sebagian dadaku yang kebetulan daster yang kupakai kerahnya agak longgar. Sehingga bagian dadaku hanya tertutup sebagian.
Kulihat kurir makanan itu hanya diam bengong memandangi bagian dadaku yang juga memperlihatkan sedikit belahan payudaraku.
"Ini mas uangnya, kembaliannya ambil saja ya, makasih..." ucapku sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan kepadanya.
Lalu aku pergi begitu saja meninggalkan kurir makanan itu, mimpi apa kamu semalam mas, siang-siang gini dapat pemandangan seperti ini, ucapku dalam hati.
Setelah aku masuk kedalam kosanku, aku segera mengambil piring di dapur dan masuk kembali kedalam kamarku, kurir makanan itu juga sudah pergi.
Aku memesan dua porsi makanan karena sengaja menyisakan untuk makan nanti malam, semoga saja tidak basi.
Setelah masuk kedalam kamar aku segera menyantap pesananku untuk mengganjal perutku yang sudah sangat lapar.
Hari minggu yang pastinya keadaan kos sangat sepi, aku sengaja membiarkan pintu kamarku terbuka lebar. Karena kamarku terasa begitu pengap dan samar-samar masih tercium aroma sperma.
Setelah makan, aku juga membuka pintu belakang dan jendela di kamarku. Hari ini aku memang berniat untuk membersihkan kamarku yang lumayan berantakan.
Mulai dari menyapu lantai dan mengepel hingga bersih, aku juga membersihkan sprei kasur dan selimutku yang kotor dan ada beberapa bercak noda sperma disana.
Masa harus nyuci lagi sih, ucapku dalam hati. Dengan agak malas aku mengambil sprei dan selimut di atas kasurku lalu aku kembali lagi ke kamar mandi untuk mencuci sprei dan selimutku.
Dengan susah payah aku mencuci sprei dan selimut yang agak tebal itu, lalu kumasukkan kedalam bak. Kali ini aku tidak menjemurnya di belakang kamarku, melainkan di halaman depan kosanku yang lumayan luas.
Setelah itu aku kembali ke kamarku dan merebahkan tubuhku di kasur empuk tanpa sprei itu. Saat ini kamarku sudah bersih dan harum karena aku menyemprotkan cukup banyak parfum ruangan di dalam kamarku ini.
Dengan pintu kamar dan jendela yang masih terbuka lebar, akhirnya aku kembali terlelap begitu saja.
Aku terbangun dari tidur siangku sekitar pukul empat sore, kurasakan tubuhku sudah tidak lelah seperti siang tadi dan sudah agak mendingan.
Karena tadi siang aku bekerja keras membersihkan kamar dan mencuci selimutku sehingga membuatku sedikit berkeringat, aku berniat untuk mandi lagi sore ini.
Saat selesai mandi, aku kembali memakai daster panjangku yang kupakai sebelumnya, namun kali ini aku memakai jilbab instan berwarna maroon yang lebih lebar dan agak tebal sehingga mampu menutupi payudaraku sepenuhnya.
Lalu kututup kembali pintu belakang dan jendela di kamarku, sepertinya tetangga kosku sudah ada yang kembali.
Saat aku keluar kamar untuk mengecek sprei dan selimutku yang ternyata masih belum kering sepenuhnya, aku dikejutkan dengan suara seseorang yang menyapaku.
"Habis bersih-bersih ya Wid?"
Kulihat Mbak Hana sedang duduk di kursi depan kamarnya lalu menyapaku.
"Ehh, iya mbak... Baru sampai ya mbak?" Tanyaku lalu aku berjalan mendekatinya dan duduk di kursi sebelahnya.
"Udah dari tadi sih, tapi waktu lewat tadi mbak lihat kamu masih tidur, capek banget ya Wid? Kok kamu gak kayak biasanya yang selalu semangat hihihi..." Tanya Mbak Hana bercanda.
"Ee... Iya mbak, capek banget," ucapku singkat.
Akhirnya kami berdua mengobrol, sesekali aku juga menanyakan kesibukan waktu jam kuliah. Karena aku juga sangat ingin masuk ke perguruan tinggi favoritku.
Namun Mbak Hana hanya menyarankan supaya aku fokus terlebih dahulu dengan sekolahku.
Aku hanya menuruti saran dari Mbak Hana karena selain menjadi panutanku, dia juga yang membimbingku selama di kosan ini.
Tetangga kosku yang lain juga sudah mulai berdatangan lalu ikut mengobrol dengan kami.
Hingga beberapa waktu berlalu, saat adzan maghrib sudah berkumandang, kami akhirnya bubar dan masuk ke kamar masing-masing.
Aku kembali mengecek sprei dan selimut yang siang tadi kucuci, tapi selimutku masih belum kering sepenuhnya. Lalu aku mengambil spreiku yang ternyata sudah kering dan masuk kedalam kamar.
Tak lupa aku menutup pintu kamarku lalu menguncinya. Setelah itu aku bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan shalat maghrib di dalam kamar, dilanjutkan mengaji sekalian menunggu waktu shalat isya'.
Setelah selesai dengan kewajibanku sebagai akhwat muslimah, aku mengambil makanan yang kusisakan tadi siang. Beruntungnya makananku masih belum basi, akupun keluar kamar untuk mengambil piring dan sendok sebelum akhirnya kembali masuk kedalam kamar untuk menyantap makananku.
Saat sedang asik menyantap makananku, kudengar ponselku berdering akupun bergegas mengambil ponselku yang tergeletak di kasur yang sudah terpasang sprei.
Sebelumnya aku sempat memasang sprei di kasurku dan setelah membalas beberapa pesan dari Fajar, aku meninggalkan ponselku di atas kasur begitu saja.
Aku menjawab panggilan dari Fajar lalu aku mulai mengobrol dengannya sambil makan.
Layaknya pasangan pada umumnya, tak jarang juga Fajar melemparkan pujian dan sesekali menggodaku dengan gombalan-gombalannya yang terkesan agak garing itu.
Tak ingin mengecewakannya, aku menerima segala gombalan darinya meski aku juga agak bosan.
Namun semakin lama obrolan kami semakin intens dan tak terasa ternyata sudah pukul sepuluh malam, bahkan aku sudah selesai makan sejak tadi.
"Sayang, aku tinggal dulu ya... Mau buang sampah nih, gapapa kan?"
'Gapapa kok, hmm... Kalo gitu aku tutup aja ya...'
"Loh kok ditutup sih? Aku kan cuma bentar aja, kamu udah ngantuk ya?" Tanyaku pada Fajar melalui panggilan telepon.
'Hehe... Kamu tahu aja, iya nih aku udah ngantuk banget, kamu cepat tidur ya sayang, biar besok sekolahnya gak telat'
"Hmm... Iyadeh, habis ini aku langsung tidur kok," ucapku lalu panggilan itu terputus begitu saja.
Tapi tak lama kemudian Fajar mengirimku pesan, dia meminta pap imut dariku sambil memperlihatkan payudaraku.
Aku menghembuskan nafasku kasar, semenjak aku memuaskan Fajar di pos dekat halte kemarin, dia setiap malam selalu meminta pap dariku.
Tapi aku tak ingin mengecewakannya, lagipula Pak Burhan juga menyuruhku untuk bersetubuh dengan Fajar yang belum terlaksanakan. Entah kapan aku akan melakukannya dengan Fajar, yang pasti aku takut jika Fajar akan marah ketika dia mengetahui ternyata aku sudah tak perawan lagi.
Akhirnya aku menyingkap jilbab instan lebar ke pundakku dan membuka dua kancing dasterku yang kerahnya memang sudah lebar sehingga payudaraku menyembul keluar dari kerah dasterku yang sudah terbuka lebar.
Aku mengambil fotoku dengan kamera depan ponselku lalu berpose seiumut mungkin dan mengirimkannya pada Fajar pacarku.
Setelah itu aku melempar ponselku begitu saja keatas kasurku dan bergegas keluar untuk membuang bungkus makanan di tempat sampah depan kamarku, setelah sebelumnya sempat merapikan jilbab dan dasterku namun dengan kancing dasterku yang masih kubiarkan.
Saat aku akan membuang sampah, namun tempat sampah di depan kamarku sudah penuh. Seketika sisi binalku muncul dari dalam diriku.
Saat kurasa keadaan di sekitar sudah aman, aku membuka lagi kerah dasterku dan aku mengeluarkan payudaraku hingga menyembul keluar. Namun saat itu juga aku kembali menutup dadaku dengan kain jilbab instan yang kupakai.
Terlihat jelas tonjolan putingku yang sudah mengeras dari balik kain jilbabku yang lebar. Tanpa pikir panjang, aku mengambil tempat sampah yang sudah penuh itu dan berjalan ke arah gerbang kosanku.
Kurasakan payudaraku bergerak bebas dari balik kain jilbabku. Karena sudah malam dan sepi, aku sesekali meremas dan memilin putingku dari luar jilbabku sambil terus berjalan, sedangkan tanganku yang satunya menenteng tempat sampah yang sudah penuh.
Saat sampai di luar, aku harus berjalan sekitar sepuluh meter ke arah pos ujung gang dimana aku digilir oleh orang-orang semalam.
Aku mengambil kresek besar didalam tempat sampah yang kubawa dan menaruhnya di gerobak sampah yang berada di sisi jalan.
Setelah itu aku kembali berjalan menuju kosanku dengan membawa tempat sampah yang sudah kosong. Namun dari arah belakangku, kudengar beberapa motor menuju ke arahku.
Saat aku menoleh kebelakang, kulihat sekitar tiga motor dari arah belakangku. Ternyata mereka adalah beberapa anggota geng motor yang sering meresahkan warga di kampung sini.
Namun mereka hanya muncul di kampung ini setiap sekali atau dua kali dalam seminggu.
Tak ingin menghiraukannya, aku segera kembali kedalam kosanku. Ketika aku hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai di gerbang kosanku, mereka sudah semakin dekat dan kurasa mereka memelankan motornya.
Setelah sampai, saat aku berniat menutup gerbang kos dan menguncinya dari dalam, mereka menghentikan motornya di depan rumah Bapak Kos lalu mereka semua memandang kearahku.
Bukannya takut, aku malah tersenyum manis kearah mereka sehingga mereka semua salah tingkah karenaku. Aku berjalan kedalam kosanku dengan langkahku sedikit menggoda mereka dengan sengaja sedikit kugoyangkan pantatku.
Karena pagar dan gerbang kosanku yang tingginya hanya sepundakku, mereka bisa melihat pantatku dengan jelas.
Mereka seakan kegirangan melihat langkahku yang kubuat-buat, namun tak lama kemudian mereka melajukan kembali motornya.
Seandainya saat ini aku berada di jalan yang sepi, mungkin mereka akan menculikku dan nemperkosaku. Namun untungnya aku berada di kos khusus akhwat sehingga mungkin mereka tidak berani bertindak lebih jauh lagi.
Aku berjalan pelan menyusuri kamar-kamar yang sudah sepi dan pintu yang sudah terkunci, meski kebanyakan kamar di kosanku masih membiarkan lampu kamarnya menyala.
Namun saat aku berada tepat di depan kamar Mbak Hana yang kebetulan bersebelahan dengan kamarku, aku mendengar samar-samar seperti orang mendesah dari dalam kamar Mbak Hana.
Karena penasaran, aku mendekatkan telingaku pada pintu kamar Mbak Hana.
'Ahh... Sshhh... Mhhh... Ahh...'
Alangkah terkejutnya aku, saat mendengar suara itu cukup jelas dari balik pintu kamar Mbak Hana.
Aku lihat sekeliling pintu kamarnya yang tertutup, aku ingin mengintip hanya karena penasaran. Tapi semua lubang sudah tertutup, bahkan jendela kamarnya sudah tertutup rapat.
Hingga akhirnya aku menemukan sedikit celah dari gorden jendela bagian bawah yang tidak rapat di kamar Mbak Hana sehingga aku harus sedikit membungkuk.
Seketika aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, aku melihat Mbak Hana sedang duduk di lantai bersandar pada kasurnya, bermasturbasi dengan kedua kaki yang mengangkang lebar.
Ia sudah telanjang hanya menyisakan hijab lebar yang selalu ia pakai, namun bedanya saat ini ia memakai cadar di wajahnya. Dan aku lebih terkejut lagi saat Mbak Hana memasukkan dua dildo sekaligus kedalam vaginanya.
Bahkan ada beberapa dildo yang berserakan di lantai kamar Mbak Hana. Setelah memasukkan dua dildo sekaligus kedalam vaginanya, ia memasukkan kembali dildo berukuran paling besar yang kira-kira sebesar dildo milikku kedalam lubang anusnya.
'Ahh... Mhh... Enaakkhhh sayaang... Ahh..'
Desahan Mbak Hana sambil memaju mundurkan dildo besar di lubang anusnya. Sepertinya saat ini Mbak Hana sedang melakukan vcs dengan seseorang, karena saat itu aku juga melihat tablet miliknya berada tepat didepannya.
Aku langsung bergegas kembali kedalam kamarku, menaruh kembali tempat sampah yang sudah kosong di tempat sebelumnya dan menutup lalu mengunci pintu kamarku serapat mungkin.
Aku sama sekali tak menyangka, orang yang selama ini menjadi panutanku, melakukan hal seperti itu. Tapi apa aku harus terkejut? Karena aku sendiri juga sering melakukannya, namun tak sebrutal Mbak Hana saat melakukannya.
Namun kali ini aku tak mendengar lagi desahan Mbak Hana karena mengingat tembok yang memisahkan setiap kamar sangat tebal dan kedap suara.
ns 18.68.41.177da2