Setelah jam olahraga selesai, aku membersihkan tubuhku dari keringat lalu memakai kembali seragam putih abu-abu dan tentunya tanpa pakaian dalam sama sekali.
Saat jam istirahat kedua, aku dan Maya duduk-duduk santai di tempat biasanya, taman belakang sekolah. Bahkan saat ini ada beberapa teman laki-laki yang ikut ngobrol bersama kami.
Setelah mereka menyadari perubahan sikapku pada teman laki-laki di kelasku, mereka semua sempat mengerubungiku. Aku menggunakan kesempatan itu untuk meminta maaf kepada mereka karena selama ini aku begitu jutek pada mereka.
Mereka tak mempermasalahkannya, bahkan semua cowok di kelasku sudah tahu bahwa aku sudah punya pacar. Saat ini aku hanya ingin berteman saja dengan mereka, dan mereka malah senang karena aku sekarang bersikap ramah pada mereka.
Tapi tidak dengan para siswa perempuan di kelasku, sejak saat itu tatapan mereka semakin sinis padaku. Bahkan ada beberapa yang mulai berkata bahwa aku cewek genit yang suka berteman dengan banyak cowok, tapi aku tak menggubrisnya sama sekali.
Bryan, Daniel, dan Akmal ikut bergabung bersamaku dan Maya nongkrong di bawah rimbunnya pepohonan di tamam belakang sekolah. Ada dua cowok lagi yaitu Deni dan Yoga juga ikut bergabung.
Sesaat setelahnya, kulihat dari kejauhan Fajar dengan langkah khasnya berjalan kearahku, tapi saat ini dia nampak ragu-ragu.
"Tuh pacar kamu Wid, samperin sana.. Ajak nimbrung di sini sekalian," ucap Bryan seakan bersikap biasa saja padaku.
Aku menganggukkan kepalaku lalu aku berjalan menghampiri Fajar yang memang sudah dekat.
Aku mengajaknya ikut bergabung dengan kami, awalnya dia ragu karena takut jika sampai mereka memalak lalu membulinya.
Setelah aku berhasil meyakinkan Fajar, akhirnya dia mau juga bergabung. Kulihat saat itu salah satu temanku memandang kearah Fajar dengan tatapan canggung.
Dia adalah Yoga, memang di kelasku dia termasuk anak yang nakal dan suka seenaknya sendiri, tapi tidak separah siswa laki-laki yang lain.
"Yog, lu kan biasanya yang malak anak ini? Minta maaf sana, buruan! Atau lu pengen Widya gak mau temenan sama lu?" Ucap Deni tiba-tiba.
Saat itu semua teman cowokku menatap tajam kearah Yoga bahkan Maya juga melakukannya. Sedangkan Fajar yang duduk tepat di sebelahku hanya menundukkan kepala, padahal aku sendiri sedang menggandeng tangannya.
"Eh, Jar. Maafin gw ya..." Ucap Yoga cuek.
"Yang bener dong, minta maaf tuh yang tulus. Masa ya kalah sama bencong," sahut Maya yang saat itu membuat semua orang menahan tawanya.
Setelah itu, dengan sedikit paksaan akhirnya Yoga mau meminta maaf pada Fajar dan mengakui semua kesalahannya.
"Sayang, maafin dia ya! Gak baik loh kalo kamu masih dendam sama dia," ucapku dengan memberikan senyum manis pada Fajar.
Akhirnya Fajar memaafkan semua kesalahan Yoga dan mereka berdua mulai damai.
Suasana yang awalnya canggung mulai kembali cair karena Deni dan Yoga yang memang pandai mencairkan suasana. Bahkan Fajar sendiri mulai nyaman berteman dengan teman laki-laki sekelasku.
Mereka semua asik mengobrol, sedangkan aku dan Maya sibuk ngobrol berdua. Sesekali kulihat kearah mereka dan aku merasa lega, akhirnya Fajar tak harus takut lagi dengan siswa laki-laki yang sering memalaknya.
"Ini juga jadi alasanku pengen punya banyak teman cowok May," ucapku sambil tersenyum saat melihat Fajar mulai bercanda lepas dengan teman sekelasku.
"Iya juga ya, kenapa aku jadi gak kepikiran sampe kesana? hehe..." Ucap Maya cengengesan dengan wajah polosnya.
Tak terasa waktu berlalu hingga jam istirahat kedua sudah habis, bel masuk sebenarnya sudah berbunyi sekitar setengah jam yang lalu, namun kami semua masih asik mengobrol. Bahkan sekarang Fajar hampir melupakan keberadaanku sebagai pacarnya, tapi aku sendiri tidak mempermasalahkannya.
"Sayang, aku ke kelas dulu ya! Udah ada gurunya ternyata," ucapnya saat menghampiriku.
"Hmm.. Iyadeh, aku bentar lagi juga mau balik ke kelas kok."
"Ehh, nanti aku gak antar kamu dulu ya, tadi aku gak bawa motor soalnya," ucap Fajar padaku.
"Iya sayang, gapapa kok. Aku nanti naik bus aja kayak biasanya," ucapku tak ingin Fajar merasa bersalah.
Setelah itu Fajar langsung bergegas kembali ke kelasnya yang letaknya agak didepan, berjarak sekitar dua puluh meteran dari kelasku.
"Masuk kelas aja yuk, gw mau tiduran aja di kelas, mumpung jam kosong nih," ucap Yoga tiba-tiba.
"Hah? Emang sekarang jam kosong?" Tanya Daniel.
"Lihat aja tuh di grup kelas."
Mereka bahkan termasuk aku membuka ponsel dan melihat ada pengumuman dari salah satu siswa di kelasku bahwa saat ini sedang ada rapat, sebagai gantinya kami disuruh mengerjakan tugas yang sudah diberikan.
Pada akhirnya kami bergegas masuk kedalam kelas untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru pelajaran.
Karena tugas yang diberikan saat ini adalah mata pelajaran terakhir di hari ini, banyak siswa yang malas mengerjakannya dan meminta kompensasi untuk dijadikan pekerjaan rumah saja.
Meski kompensasi itu disetujui oleh guru pelajaran, tapi tugas yang diberikan juga ditambah sehingga semakin banyak saja. Tapi, aku dan Maya tetap mengerjakannya, supaya nanti saat di rumah tidak terlalu menumpuk dan bisa istirahat lebih tenang.
Tak hanya aku dan Maya, tapi beberapa teman cowok di kelasku juga ikut mengerjakan tugas dengan bergerumbul di mejaku, pastinya mereka ingin menyontek. Tapi sejak aku bersikap ramah dengan mereka, akhirnya mereka tidak malas lagi mengerjakan tugas.
Bahkan saat ini yang terlihat malas adalah siswa perempuan yang lebih memilih untuk mengobrol tidak jelas.
Akhirnya bel pulang berbunyi, aku segera merapikan kembali buku-buku di mejaku dan memasukkan kembali kedalam tasku. Aku sengaja membiarkan para siswa laki-laki itu memotret hasil kerjaku untuk mereka kerjakan di rumah masing-masing.
Aku harus menunggu agak lama karena mereka harus bergantian memotret tugas yang sudah kukerjakan. Karena aku tidak mau jika hanya salah satu dari mereka yang memotretnya lalu mengirimkannya di grup kelas.
Bryan yang saat itu sangat santai hanya membiarkan yang lain saling berebut, dia rela mengambil giliran paling akhir.
Setelah mereka semua selesai, kini giliran Bryan yang memotret hasil kerjaku. Lalu aku segera memasukkan jawabanku kedalam tas, karena saat itu memang keadaan kelas sudah sepi. Bahkan Maya sudah pergi sejak tadi karena masih ada urusan yang penting.
"Tunggu dong Wid," ucap Bryan lalu dia berjalan kearah mejanya dan memasukkan buku-bukunya kedalam tasnya.
Saat ini hanya tingga aku dan Bryan saja di dalam kelas, lalu saat aku akan memakai tasku, dia menghampiriku.
"Mphhh..."
Bryan langsung melumat bibirku dengan ganas, lalu tangannya menuntun kedua tanganku untuk melingkarkannya di lehernya.
Setelah itu dia mulai meremas payudaraku yang tertutup oleh jilbab lebarku. Aku hanya menuruti kemauannya dan membalas lumatannya.
Setelah itu, dia melepaskan bibirku dan kedua tangannya berada di pinggangku, sedangkan tanganku masih melingkar di lehernya.
"Main lagi yuk Wid, lagi pengen nih. Emang kamu gak pengen?" Ucap Bryan berusaha merayuku.
"Pengen sih, tapi emang harus sekarang ya? Di dalam kelas?"
"Iyalah, sekali-sekali kita di dalam kelas," ucapnya lalu menggerakkan tubuhnya semakin dekat denganku, kurasakan tonjolan di selangkangan Bryan menyentuh tepat di perut bawahku, karena memang Bryan lebih tinggi dariku.
"Hmm... Iyadeh, tapi cepetan ya, aku nanti ketinggalan bus," ucapku manja padanya.
Lalu, Bryan mengajakku ke pojok kelas mencari tempat yang aman supaya tidak sampai ketahuan dari luar.
Dengan bersandar di dinding kelas, aku berjongkok di hadapan Bryan yang tengah berdiri, lalu aku membuka celananya. Kontolnya yang tegang sejak tadi langsung kukocok dengan tanganku lalu sesekali aku langsung mengulum buah zakarnya.
Setelah itu aku mulai mengulum penisnya dan menggerakkan kepalaku maju mundur. Karena tak ingin lama-lama, setelah tiga menit aku mengulum kontolnya, aku langsung berdiri dan menungging sembilan puluh derajat dengan kedua tanganku bertumpu pada salah satu kursi.
Bryan yang berada di belakangku, lalu dia mengangkat rokku setinggi pinggangku. Aku semakin menunggingkan tubuhku agar Bryan lebih mudah mencari vaginaku.
"Ahh... Mhhh..."
Tak butuh waktu lama untuk Bryan memasukkan batang kontolnya kedalam vaginaku yang sudah sangat basah sejak tadi.
Bryan mulai menggenjotku dengan tempo agak cepat, sedangkan aku semakin melebarkan kedua kakiku.
"Mhh... Mhhh..."
Aku berusaha menahan desahanku dengan menggigit bibir bawahku saat Bryan menggenjot vaginaku dengan cepat sambil meremas kedua payudaraku dengan gemas.
Bahkan saat ini aku ikut menggerakkan tubuhku maju mundur mengikuti irama genjotan Bryan di vaginaku.
"Ahh.. Bry... Ahh.. Aku mau keluar..."
Aku berkata dengan menengok ke belakang dan sedikit berbisik, lalu Bryan memelankan tempo genjotannya di vaginaku tapi masih meremas kedua payudaraku.
Dengan tempo yang sangat pelan ini malah membuatku vaginaku semakin ingin menyemburkan cairannya.
Aku menggunakan tangan kiriku untuk mengangkat rokku lalu mengocok bagian luar vaginaku. Lalu sesaat kemudian tubuhku mengejang, aku mengalami orgasme dan vaginaku menyemburkan cairannya di sela kontol Bryan yang hanya masuk kepalanya saja.
Cairan orgasmeku mengalir seperti kran lalu merembes di pangkal pahaku dan akhirnya membasahi kaos kakiku.
"Lanjut Wid?" Tanya Bryan saat nafasku masih terengah-engah.
"Iya, Bry... Kamu kan belum keluar..." Jawabku lemas dan semakin menunggingkan pantatku.
Dengan sigap Bryan kembali menggenjotku dengan tempo yang lebih cepat. Hingga sesaat kemudian Bryan mendorong kontolnya masuk semakin dalam di vaginaku.
Kurasakan sperma hangat milik Bryan menyembur memenuhi rahimku. Bryan masih membiarkan kontolnya yang masih berdenyut didalam vaginaku, menikmati sisa-sisa ejakulasinya di dalam vaginaku.
Setelah itu dia mencabut kontolnya sehingga membuat spermanya meluber dan menetes ke lantai kelas.
Dengan rok abu-abuku yang masih terangkat setinggi pinggang, aku kembali jongkok di hadapan Bryan, membersihkan sisa sperma di kontolnya menggunakan mulutku.
Setelah itu aku mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tasku lalu aku membersihkan sisa sperma Bryan yang masih mengalir dari vaginaku sampai benar-benar bersih.
Bryan kembali menarik tubuhku lalu melumat bibirku dan kembali meremas kedua payudaraku dengan gemas.
Tak lama kemudian dia melepas lumatannya di bibirku, sedangkan kedua tangannya masih terus meremas kedua payudaraku.
"Kamu puas Bry?" Tanyaku dengan senyum nakal di wajahku
"Kalo sama kamu gak ada puas-puasnya Wid, pengen ngentotin kamu terus."
"Hihihi... Dasar... Udah yuk pulang..."
Setelah itu kami berdua berjalan keluar kelas setelah aku memakai tasku, baju seragamku juga sudah kurapikan saat sebelum keluar kelas yang memang sudah sepi.
Kami berjalan berdua sampai akhirnya kami berpisah di depan pintu gerbang sekolah. Meski saat itu aku juga masih melihat beberapa siswa yang masih nongkrong di pos satpam.
Aku bergegas menuju halte dekat sekolahku menunggu bus, tak lama kemudian aku melihat Bryan mengendarai motor sportnya keluar parkiran dan mulai melajukan motornya berlawanan arah denganku.
Tak lama kemudian akhirnya ada juga bus yang berhenti di halte, aku segera menaiki bus itu yang ternyata di dalamnya sudah sangat ramai.
Aku berusaha menemukan kursi yang masih kosong, hingga aku menemukan kursi kosong tepat di sebelah seorang pemuda yang penampilannya seperti preman itu.
Dia memandangku dengan tatapan mesum, aku masih mengingat jelas wajahnya beberapa hari lalu saat aku berusaha mencari rumah Pak Burhan di suatu komplek prostitusi.
Ia memberiku isyarat seolah menyuruhku duduk di sebelahnya, karena tak menemukan kursi kosong lagi, akhirnya dengan terpaksa aku duduk di sebelah preman itu.
Pemuda itu berdiri dan menyuruhku duduk di pinggir, tepat di sebelah jendela kaca bus, sedangkan dia duduk di sebelahku mengapitku hingga jika aku ingin turun, dia harus mengalah terlebih dahulu.
Karena tak ada pilihan lagi dan bus sudah berjalan, akupun menuruti keinginannya. Aku juga penasaran, sebenarnya apa yang dia inginkan dariku.
ns 15.158.61.42da2