Keesokan harinya aku terbangun sedikit terlambat, aku bangun sekitar pukul setengah lima pagi karena setelah menggoda Mang Tejo, aku melakukan masturbasi menggunakan dildo pemberian Pak Evan sampai aku muncrat begitu banyak.
Tapi untungnya saat ini adalah hari jum'at, dimana sekolahku masuk agak siang sekitar jam setengah delapan pagi.
Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku agar kembali segar.
Setelah itu aku juga tak lupa menunaikan kewajibanku sebagai akhwat muslimah yaitu shalat subuh.
Karena ini hari jum'at, seragam sekolahku saat ini adalah baju batik biru dengan rok panjang berwarna hitam.
Meski Pak Burhan melarangku memakai pakaian dalam, aku tak perlu khawatir karena seragam sekolah yang kupakai. Tapi jika nanti waktu hari senin dan selasa, aku harus memakai seragam putih abu-abu, tapi pikir nanti aja lah.
Aku segera memakai baju batik dan rok hitamku tanpa pakaian dalam sama sekali, lalu untuk kepalaku aku memakai jilbab segi empat berwarna hitam.
Setelah memasukkan semua buku pelajaran kedalam tas dan memakai sepatu, tak lupa juga aku meminum obat pencegah kehamilan pemberian Pak Burhan, aku beranjak pergi dari kosanku berjalan menuju jalan raya menunggu bus.
Saat berjalan kurasakan payudaraku bergerak bebas dengan putingku yang mulai mengeras karena bergesekan dengan baju batik. Meski bajuku tidak terlalu ketat tapi masih bisa terlihat jelas lekukan dibagian payudaraku, namun untungnya bagian dadaku tertutup oleh jilbab yang kupakai.
Tak perlu waktu lama untuk menunggu bus lewat saat pagi-pagi seperti ini, tepat pukul enam pagi bus yang ku tunggu akhirnya berhenti di depan halte dan akupun langsung masuk kedalamnya.
Setelah setengah jam lebih perjalanan, akhirnya aku sampai di halte dekat sekolah. Biasanya hanya butuh waktu setengah jam saja, tapi karena sedikit kesiangan jalanan sudah mulai ramai.
Saat aku berjalan masuk melewati gerbang, kulihat Pak Arif satpam sekolah memandangku dengan tatapan mesum. Tak henti-hentinya ia memandang kearah payudaraku yang besar dan sekal.
Aku sama sekali tak mempedulikannya, langsung saja aku berjalan kearah kantin sekolah untuk membeli sarapan sebelum nantinya aku harus menemui Pak Burhan.
Saat pesananku sudah selesai dan memilih tempat duduk, seorang siswa laki-laki menghampiriku.
"Pagi, Widya..." Sapa siswa itu dengan tatapan yang selalu ramah padaku, dia adalah Fajar.
"Ya..." Jawabku cuek padanya, saat Fajar duduk di kursi didepanku aku hanya diam dan terus menyantap sarapan pagi ini.
Beberapa kali Fajar mengajakku mengobrol, namun aku hanya menanggapinya dengan jawaban cuek.
Hingga saat makananku tinggal sedikit, kulihat dia menatapku dengan serius sebelum akhirnya ia membuka mulutnya .
"Wid, a-aku mau ngomong sesuatu sama kamu, aku..." Ucapannya menguap begitu saja karena saat itu Maya, sahabatku sudah nyelonong menghampiriku
Saat Maya sudah duduk tepat disampingku, aku menghambur memeluknya melepas rindu. Meski baru saja sehari tidak bertemu, rasanya seperti bertahun-tahun tidak bertemu dengan sahabat yang selalu menjadi tempat keluh kesahku.
Namun aku merasa ada yang aneh dari tatapannya, seperti canggung seperti saat Maya baru saja mengenaliku. Apa ini perasaanku saja ya?
"Ehh, Wid. Jadi?..." Tanya Maya canggung.
Aku hanya menautkan alisku karena jelas sekali terlihat ada yang aneh dari sahabatku itu.
"Kanapa, May?..." Tanyaku sambil memegang tangannya.
"Itu... Kemarin?... Kamu sibuk bantu pekerjaannya Pak Burhan ya?"
Seketika entah kenapa aku merasa gugup, padahal aku hanya berbicara dengan sahabatku sendiri. Apa karena ada Fajar yang ikut mendengar? Ah, sepertinya tidak, biasanya dia juga ikut ngobrol dengan kami.
"Hmm... Iya, May. Kemarin itu aku sibuk banget, tapi kemarin aku bisa kerjain semua tugas Pak Burhan di rumah kok. Terus habis ini kayaknya aku juga harus bantu Pak Burhan lagi deh. Maaf yaa kemarin gak sempet ngabarin kamu," ucapku dengan nada sedih pada Maya.
Seakan mengerti situasi yang saat ini kualami, ia langsung memelukku lagi. Mataku seketika mulai berlinang, aku merasa bersalah pada Maya karena sudah bohong padanya.
Dalam pelukannya, Maya sesekali mengelus bahuku seakan memberiku semangat dan energi tambahan untuk melewati semua ini.
Entah kenapa aku merasa seakan dia sudah mengetahui semua yang sudah terjadi padaku. Mungkin karena saking dekatnya, kami berdua seperti memiliki ikatan batin yang sangat kuat.
Setelah melepas pelukannya, aku berusaha mengusap air mataku yang tadi sempat mengalir. Dengan tatapan tulus dan senyum yang terlihat seperti ada sedikit paksaan itu, Maya berusaha menenangkanku.
Melihatku dan Maya bersikap seperti ini, Fajar yang dari tadi hanya menyimak jadi semakin bingung. Tak seperti biasanya dia melihat kami seperti ini.
"Ehh, May... Aku ke ruangannya Pak Burhan dulu ya, nanti kalo udah masuk ijinin aku dulu," ucapku pada Maya yang ditanggapi anggukan pelan olehnya.
Sesaat kemudian entah apa yang merasuki ku, tiba-tiba aku berbicara lembut kepada Fajar tidak seperti biasanya yang selalu jutek pada laki-laki.
"Hmm, Jar. Ngobrolnya nanti dulu ya, aku masih ada urusan," ucapku pada Fajar yang sedikit terkejut karena sikapku padanya yang sangat tiba-tiba ini.
Aku berjalan pergi meninggalkan mereka berdua, entah apa yang Pak Burhan inginkan dariku pagi-pagi begini. Aku tahu jika ia akan memintaku melayaninya tapi ini masih terlalu pagi, kenapa tidak nanti saja sepulang sekolah, pikirku.
Tok tok tok, "Assalamu'alaikum..."
Setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, terdengar suara berat dari dalam ruangan Pak Burhan menyuruhku masuk.
Aku masuk kedalam ruangannya lalu pria itu menyuruhku menutup kembali pintu ruangannya dan menguncinya.
"Akkhh..."
Saat aku sedang menghadap kearah pintu untuk menguncinya, kurasakan Pak Burhan sudah mendekapku dari belakang lalu meremas kedua payudaraku dengan ganas sehingga membuatku mendesah karena terkejut.
Kurasakan remasannya begitu nikmat, vaginaku mulai becek dan basah karena saat itu Pak Burhan juga sesekali memilin putingku.
"Sekolah gak pake daleman mau belajar apa jadi lonte, hehehe..."
Aku hanya diam menuruti semua perlakuannya padaku, setelah itu ia membantuku melepas tasku dan ia lempar tasku ke arah sofa empuk di sebelahku.
Pak Burhan kembali mendekapku dari belakang, saat ia akan melepas satu-persatu kancing baju yang kupakai, aku sedikit menahannya.
"Mau apa, Pak?"
"Sudah pasti ngentotin kamu lah, kami mau kalau bajumu itu nanti kotor?" ucap Pak Burhan tegas.
Aku hanya diam sambil menggelengkan kepala pelan. Saat ia sedang melepas kancing bajuku, ia menyuruhku untuk membuka ikat pinggang dan melepas celananya.
Kedua tanganku berusaha meraih ikat pinggang Pak Burhan yang menempel di belakangku, lalu kulepaskan ikat pinggang itu beserta celananya sehingga membuat celananya melorot seketika.
Kupegang penisnya yang lengket karena keringat dan sudah tegang itu menggunakan kedua tanganku.
Akhirnya ia berhasil melepas semua kancing bajuku namun ia masih membiarkan bajuku menempel di tubuhku.
Setelah itu, ia menuntunku berdiri di depan meja kerjanya. Ia seketika mendorong badanku sehingga pantatku menempel pada meja kerjanya.
Ia membaringkanku di atas meja kerjanya, lalu ia menarik rok hitamku sampai setinggi pinggang.
"Udah basah aja nih memek, dasar lonte akhwat hehehe..."
Setelah mengatakan itu, Pak Burhan membuka lebar kedua kaki ku lalu ia mendekatkan penisnya di depan lubang vaginaku.
"Akhhh...." Aku mendesah saat penisnya berhasil masuk sepenuhnya kedalam vaginaku.
Awalnya terasa sakit karena penis Pak Burhan yang masih kering ia paksakan masuk, tapi tak lama kemudian penisnya sudah mulai basah karena cairan vaginaku.
"Memekmu masih seret aja Wid, kalo gini saya gak ada bosan-bosannya minta jatah sama kamu, ahhh..."
"Ahh... Iyahh, Pakkhh... Saya akan kasih jatah rutin ke Pak Burhan, ahh..."
Semakin cepat ia menggenjotku, ia juga meremas kedua payudaraku yang sudah tidak tertutupi oleh bajuku.
Ku gigit bibir bawahku supaya aku bisa menahan desahanku sendiri. Kurasakan genjotannya semakin nikmat.
Aku melingkarkan kedua kaki ku di pinggang Pak Burhan seakan tak ingin ia lepas. Hingga akhirnya tubuhku menegang pertanda akan mengalami orgasme.
"Ahhh... Pakk, sayah mau keluarrr..."
Hingga akhirnya tubuhku mengejang, mengalami orgasme yang rasanya sungguh nikmat pagi ini.
Lalu Pak Burhan menghentikan genjotannya lalu mencabut penisnya dari vaginaku sehingga cairan orgasmeku langsung meluber keluar membasahi lantai.
Setelah nafasku sudah teratur, ia ternyata sudah duduk di sofa dengan penisnya yang masih tegang. Pak Burhan kali ini menyuruhku menggunakan mulutku untuk memuaskannya.
Aku bangkit dari atas meja kerjanya, lalu berjongkok di hadapannya. Aku menyingkap jilbab segi empatku ke pundakku lalu ku ikat di bagian belakang kepalaku.
Aku mulai mengulum penisnya, sesekali mengocok penisnya dan menghisap buah zakarnya.
Namun Pak Burhan menyuruhku berhenti, kali ini ia ingin aku melakukannya dengan payudaraku.
Awalnya aku tidak mengerti bagaimana caranya, tapi setelah ia ajari akhirnya aku mulai mengerti.
Aku menjepit penisnya menggunakan payudaraku yang besar, lalu aku mulai bergerak naik turun mengurut penisnya menggunakan himpitan kedua payudaraku.
Hal ini membuat payudaraku sedikit basah karena sisa cairan vagina dan air liurku yang membasahi penisnya.
Kurasakan penisnya mulai mengeras dan berkedut, aku mempercepat gerakanku hingga akhirnya tanpa aba-aba penisnya menyemburkan sperma putih kentalnya sebanyak lima kali.
Spermanya langsung muncrat membasahi wajah dan payudaraku dan sebagian mengenai jilbabku. Aku kembali mengulum penisnya berniat membersihkan sisa sperma di penisnya.
Lalu aku meratakan seluruh spermanya yang menempel di payudaraku seakan sedang menggunakan lulur.
Tak lama kemudian ia berdiri dan memakai kembali celananya, aku juga ikut berdiri dan kuambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan sisa sperma di payudara, wajah serta sedikit yang mengenai jilbabku.
Aku segera merapikan kembali baju batikku dan jilbab yang tadinya ku singkap ke pundakku, ku rapikan lagi sampai jilbab itu benar-benar menutupi bagian dadaku.
"Akhhh... Pakh... Saya mau masuk pelajaran..."
Namun, baru saja aku selesai merapikan bajuku, Pak Burhan kembali mendekapku dari belakangku dan meremas lagi kedua payudaraku.
"Tenang saja, kamu sudah punya pacar, Widya?" Tanyanya tiba-tiba kepadaku.
7213Please respect copyright.PENANAHwmVrQAZg6