Jam pelajaran telah selesai, saat semua siswa laki-laki sedang bersiap untuk shalat jum'at di masjid sekolah, aku mengajak Maya membeli jajan di kantin.
Beberapa waktu lalu saat sebelum ke kantin, Fajar sempat mendatangiku. Rasanya berbeda seperti saat-saat sebelumnya, sepertinya aku sudah merasakan apa itu yang namanya cinta.
Di kantin sekolah saat ini hanya dipenuhi oleh siswa perempuan, sedangkan siswa laki-laki sedang bersiap melaksanakan shalat jum'at.
Meski ada beberapa juga siswa laki-laki, tapi mereka semua adalah siswa non muslim.
"Kamu mau jajan apa, Wid?" tanya Maya.
"Hmm... Cilok kayaknya enak tuh, emang kamu mau jajan apa?"
"Sama ajalah, hehehe..."
"Huu... Selalu aja gitu..."
Setelah sempat berbincang dan bercanda sambil menunggu antrian, kami berdua memesan cilok kesukaan kami.
Memang saat jam-jam istirahat keadaan kantin selalu saja ramai. Saat kami sedang asik makan cilok di salah satu meja kantin, ada dua siswa laki-laki yang sekelas denganku.
"Eh, kami ikut gabung boleh gak?"
"Boleh kok, duduk aja," ucapku yang saat itu sedikit mengejutkan Maya.
Aku lalu menatap kearah Maya yang saat itu juga menatap kearahku, "Kenapa, May?" Tanyaku.
"Tumben, biasanya kamu bersikap jutek sama cowok," ucap Maya yang saat itu melihatku menyambut Daniel dan Bryan yang ikut duduk dengan kami. Hanya mereka berdua yang beragama non muslim di kelasku.
"Hmm... Setelah kupikir-pikir lagi, gak ada salahnya kan punya beberapa temen cowok," ucapku.
"Hsss... Tapi ingat ya, kamu udah jadian loh sama Fajar," bisik Maya kepadaku.
Aku membalasnya hanya dengan acungan jempol padanya, menandakan kalo aku juga bisa menjaga hati untuk pacarku sendiri. Tapi kalau menjaga tubuhku sendiri mungkin aku tidak bisa pikirku, upss...
Kami berempat pun mulai mengobrol dan bercanda, ternyata punya teman laki-laki tidaklah buruk pikirku.
Dan seperti siswa laki-laki yang lain, kulihat Daniel dan Bryan beberapa kali mencari beberapa kesempatan untuk memandangku atau bahkan dengan terang-terangan merayuku.
Tapi untungnya aku tidak mudah terpengaruh oleh rayuan mereka, tapi jika mereka merayuku dengan memberikan kepuasan birahi padaku, mungkin aku tidak akan menolaknya.
Ah, kenapa pikiranku semakin liar? Kenapa juga aku malah membayangkan mereka berdua memuaskanku dengan penisnya yang besar dan tidak disunat.
Hanya membayangkan saja sudah membuat vaginaku sedikit basah dan kurasakan putingku mulai mengeras. Tapi beruntungnya kain jilbab yang kupakai agak tebal dan menutupi bagian dadaku.
Cukup lama kami ngobrol dan bercanda lalu kubuka ponselku kulihat baru saja ada pesan masuk dari Pak Burhan. Ia menyuruhku menemuinya lagi di ruangannya setelah semua siswa laki-laki selesai shalat jum'at.
Mau apa lagi orang ini? Apa dia belum puas dengan tubuhku setelah ia melampiaskan semua nafsunya pagi tadi.
Setelah semua siswa laki-laki keluar dari masjid, aku bergegas menuju ruangan Pak Burhan saat sebelumnya aku berpamitan pada Maya dengan alasan aku dimintai tolong untuk membantu pekerjaannya yang padat.
Maya hanya menangguk, sedangkan Daniel dan Bryan yang tidak tahu apa-apa hanya bingung melihatku yang tiba-tiba saja terlihat begitu dekat dengan kepala sekolah.
"Gini loh, Widya mulai kemarin diminta Pak Burhan buat bantu-bantu pekerjaannya untuk mengganti spp bulanan Widya yang sudah nunggak itu, sedangkan di sekolah kita kan gak ada beasiswa," ucap Maya berusaha menjelaskan pada Daniel dan Bryan.
Setelah mendengar penjelasan yang diberikan Maya, mereka berdua akhirnya mengerti.
"Wiihh, enak tuh bisa-bisa dapet uang jajan tambahan," ucap Daniel bersemangat.
"Ya mana ada enaknya, tolol. Widya mah udah pusing sekolah masih ditambah harus bantu pekerjaannya Pak Burhan," balas Bryan pada Daniel.
"Iya juga ya, kalo gini yang enak Pak Burhan sendiri gak sih? Tinggal rebahan aja tugasnya udah selesai."
Mereka bertiga lalu tertawa setelah mendengar apa yang dikatakan Daniel, tapi aku hanya tertawa canggung.
Andaikan mereka tahu apa yang sebenarnya aku lakukan demi untuk membayar sppku, mungkin mereka tidak akan pernah mau dekat denganku.
Beberapa saat aku melamun hingga akhirnya Bryan membuyarkan lamunanku.
"Yaudah, semangat ya, Wid," ucap Bryan yang saat itu ternyata sudah berdiri di sampingku dan menepuk pundakku.
"Ehh, ee... i-iya... Makasih yaa..." Ucapku sedikit gugup, dan tiba-tiba saja Daniel ikut berdiri dan sesuatu yang sama sekali tidak kusangka.
Dengan beraninya Daniel mengusap lembut bagian atas kepalaku, namun aku merasakan hal yang berbeda, seperti ada rasa kasih sayang saat mereka berdua dengan berani menyentuhku, sehingga membuat jantungku semakin berdetak kencang.
Aku berusaha sebisa mungkin mengendalikan diriku sendiri sebelum akhirnya aku berpamitan pada mereka dan bergegas pergi.
Sepanjang lorong depan ruang guru, aku merasa gugup, ada sesuatu yang aneh saat Daniel dan Bryan menyentuhku. Bukan lagi perasaan nafsu birahi, melainkan seperti ada perasaan nyaman.
Hingga akhirnya aku sampai di ujung lorong, dimana ruangan Pak Burhan berada.
Aku mengetuk pintunya yang sebenarnya terbuka lebar, setelah aku mengucap salam ia menyuruhku masuk namun tidak menyuruhku menutup pintunya.
Ia lalu berdiri dari kursinya dan menghampiriku, aku sudah tahu apa yang ia inginkan. Tepat seperti dugaanku, Pak Burhan langsung melumat bibirku dan meremas kedua payudaraku.
Namun kali ini ia berhenti melakukan aksinya karena saat ini aku menaruh ponselku di saku bajuku. Ia lalu mengambil ponselku dan menaruhnya di meja kerjanya.
"Saya taruh di meja kerja saya dulu ya, Wid," ucapnya.
Aku hanya menganggukkan kepalaku lalu ia kembali melumat bibirku dan meremas kedua payudaraku dengan gemas. Aku mulai merasa nafsuku mulai bangkit, aku merangkulkan kedua tanganku di lehernya sehingga ia semakin leluasa memainkan kedua tangannya di payudaraku.
Pak Burhan lalu menyingkap jilbabku ke pundakku, ia juga mulai membuka kancing bajuku satu-persatu, namun tak melepas semuanya. Ia hanya melepas empat kancing atas bajuku bagian atas.
Tapi, sesat kemudian aku merasakan ada orang masuk kedalam ruangan Pak Burhan. Karena terkejut, aku langsung melepas rangkulan tanganku di lehernya dan segera berbalik membelakangi Pak Burhan, karena sejak awal posisiku sudah membelakangi pintu ruangannya.
Kulihat ternyata Pak Arif dan Pak Wahyu yang masuk kedalam ruangan Pak Burhan lalu menutup pintu dan menguncinya. Sepertinya aku akan digilir lagi.
Tanpa menunggu lama, Pak Burhan langsung menarikku kebelakang hingga aku bersandar di tubuhnya dalam posisi berdiri. Sedangkan Pak Burhan sudah duduk di meja kerjanya dengan selangkangannya menempel di atas pantatku.
Ia membuka lebar bajuku yang sudah terbuka setengahnya, lalu ia meremas kedua payudaraku yang sudah terlihat jelas dengan gemas.
"Wihh... Udah mulai aja nih Pak Burhan hahaha..." Ucap Pak Wahyu.
"Lonte kita udan punya pacar nih, barusan jadian katanya hehehe..." Ucap Pak Burhan di belakangku.
"Wihh... Siapa tuh yang beruntung dapet primadona sekolah, Pak?" Tanya Pak Arif yang saat itu kulihat sedang melepaskan celananya.
"Anak buah lu sendiri tuh, hahaha..."
"Anak buahku?" Ucap Pak Arif Bingung.
"Masa sama anak buah sendiri lupa Rif? Itu anak yang sering dipalak sama anak lain, lu kan selalu belain bocah itu haha..." Ucap Pak Wahyu yang ternyata sudah telanjang sepenuhnya.
"Maksudnya Fajar itu? Masa sih, Pak? Wah, hebat juga dia, haha..."
Memang dari dulu Fajar dan Pak Arif terlihat dekat sudah seperti adik kakak. Setiap kali Fajar di palak atau di buli, selalu Pak Arif yang membela Fajar.
Sedangkan aku yang sudah sangat bernafsu karena rangsangan dari Pak Burhan yang ternyata sudah menarik rok hitamku dan mengobok-obok vaginaku tak begitu menyimak apa yang mereka bicarakan.
Kedua tanganku yang masih bertumpu pada meja di belakangku, sedangkan bibirku yang sesekali membalas lumatan Pak Burhan dari belakangku, hampir melupakan kalau Pak Arif dan Pak Wahyu sudah berada di ruangan ini.
Seketika tubuhku diangkat oleh Pak Arif yang berbadan kekar karena ia adalah satpam sekolah. Lalu ia menyuruhku berlutut di lantai, mereka berdua menyuruhku untuk mengulum penis mereka yang sudah tegang di depanku secara bergantian.
Sedangkan Pak Wahyu berada di belakangku, ia sedang sibuk melepaskan baju dan rokku, tak lupa juga ia mengikat ujung jilbabku di belakang kepalaku.
Mereka terlihat terkesima saat melihat seluruh tubuhku yang putih dan sangat mulus, karena bagaimanapun baru kali ini mereka melihatku telanjang bulat. Karena saat pertama mereka menyetubuhiku, aku masih mengenakan gamis dan hijab lebarku.
Jika siang ini aku harus melayani mereka sampai benar-benar puas, aku akan melakukannya. Karena setelah ini tidak ada kegiatan pembelajaran, hanya ekstra kulikuler wajib bagi seluruh siswa.
Setiap hari jum'at setelah shalat jum'at, di sekolahku memang khusus untuk jam ekstrakulikuler sampai sore hari, sedangkan untuk hari sabtu dan minggu libur.
Setelah melepas baju dan rok hitamku, Pak Burhan ikut berdiri di depanku hingga aku berlutut dengan dikelilingi tiga penis besar dan berurat namun masih kalah panjang dari penis Pak Evan.
Meski tubuhku sudah telanjang, Pak Burhan tidak melepas jilbabku, supaya aku tidak melupakan statusku sebagai seorang akhwat.
8302Please respect copyright.PENANAHBCfJnWkMS