"Hehehe... Apa kabar Widya? Setiap hari saya membayangkan bisa ngentotin kamu," ucap Pak Wahyu.
"Sama Pak, saya juga tiap kali lihat Widya lewat di depan pos selalu saya merasa sangat bernafsu pengen ngentotin nih ukhti hehe..." Sahut Pak Arif
Tak terasa mataku mulai berlinang, Pak Wahyu yang selama ini sangat baik dan merupakan salah satu guru favoritku, ternyata memiliki niat yang jahat padaku.
"Toolloooong...." Aku berteriak sekeras mungkin berharap ada yang menolongku.
Namun ternyata ekspresi mereka bertiga diluar dugaanku, mendengar teriakanku mereka semua malah tertawa.
"Hahaha... Ternyata kamu bodoh juga Widya, tempat ini adalah komplek prostitusi, jika mereka mendengar teriakanmu, yang ada kamu malah akan di gilir rame-rame sama preman-preman di komplek ini."
Deg, aku langsung tertegun. Pantas saja selama di jalan banyak orang bahkan ada preman yang menatapku tajam, ternyata aku telah di jebak.
"Sudah, Pak... Aaaah... Lepasin sayaa..."
Sama sekali tak menghiraukan ucapanku, Pak Wahyu dan Pak Arif berjalan mendekatiku.
Mereka berdua menciumi wajah dan sekujur tubuhku, bahkan saat ini Pak Arif sudah berjongkok di hadapanku dan menyingkap rok gamisku.
"Tolol! Ngapain sih masih pake celana training segala?" ucap Pak Arif sambil berusaha melorotkan celana trainingku.
"Sudah Rif, lepas aja tuh training, kalo perlu buang aja sekalian haha..." Sahut Pak Wahyu.
Sementara Pak Burhan menyingkap hijabku dan meremas kedua payudaraku dari luar gamisku.
"Buset, kakinya mulus banget pak, putih bersih gak kayak lonte-lonte yang lain," ucap Pak Arif kagum.
Kulihat Pak Wahyu yang tadi sibuk menciumi wajahku, kini ikut terpana dengan kemulusan kakiku yang putih bersih.
"Barang sebagus ini kenapa ditutupin?"
Tak menghiraukan ucapan Pak Wahyu, Pak Arif langsung mencium dan menjilati kakiku bahkan beberapa kali sampai di pangkal pahaku. Sehingga aku mulai merasakan geli di kedua kaki ku.
"Ahhh... Mhh... " Aku tak sengaja mengeluarkan suara desahan karena merasa geli. Mereka semua tertawa mendengar suara desahanku.
Sementara itu, Pak Wahyu mulai melumat bibir mungilku sehingga aku merasakan ada hal yang aneh dalam diriku.
Apakah aku terangsang? Tidak! Jangan! Seorang ukhti sepertiku kenapa malah menikmati diperlakukan seperti ini?
"Hmmm..." Desahku tertahan karena bibirku yang sedang dilumat habis oleh Pak Wahyu.
Ternyata Pak Arif sudah melepas celana dalamku, kurasakan pria itu menjilati vaginaku yang membuatku menggoyangkan tubuhku karena geli.
Perlakuan mereka semakin intens sehingga akhirnya aku merasa lemas dan lelah, tenagaku mulai terkuras sehingga aku tidak lagi berontak seperti sebelumnya.
Kurasakan Pak Burhan berhenti meremas payudaraku, dan kulihat pria itu mengambil sesuatu dan berdiri lagi di belakangku.
"Widya, kamu diam saja dan turuti semua yang saya minta, ini cara supaya kamu tidak perlu lagi pusing masalah SPP kamu yang sudah menunggak," ucap Pak Burhan.
Aku hanya diam dan tidak bereaksi apa-apa, tapi kemudian Pak Wahyu mengarahkan sebuah gunting ke baju gamisku bagian depan.
"Ah... Pak, jangan!... Hentikan!..."
Karena terkejut, aku kembali berontak, namun Pak Burhan mengancamku, jika aku meronta dia tak segan-segan akan menusukkan benda tajam itu ke dadaku.
Aku hanya diam dan mulai meneteskan air mata karena takut. Secara perlahan Pak Burhan merobek gamis bagian atasku sampai tepat di bawah payudaraku.
Tak sampai di situ, dia juga menggunting tali bra ku lalu menariknya sehingga saat ini payudaraku langsung terbebas dari sarangnya.
"Jangan pak! Hiks, jangan sakiti saya, saya mohon hiks..."
Aku memohon sambil menangis, tapi mereka bertiga sama sekali tak menghiraukanku.
Malah saat ini Pak Wahyu membuka gamis bagian atasku yang sobek sehingga payudaraku mencuat dari sela sobekan gamisku itu.
"Ahh..."
Pak Wahyu dan Pak Burhan langsung melumat dan menyedot kedua putingku, sedangkan Pak Arif mulai menjilati daerah kewanitaanku lagi.
Tapi anehnya aku sama sekali tak bisa melawannya, tubuhku kembali kelojotan seperti cacing kepanasan.
Tak kusangka ternyata mereka bertiga sudah telanjang sepenuhnya, aku hanya bisa menutup mata dan mengutuk diriku sendiri karena tak mampu melawan perlakuan-perlakuan bejat mereka.
"Aaahhh..."
Bahkan saat ini tanganku yang awalnya kugunakan untuk meronta, malah semakin menekan Kepala Pak Arif yang dari tadi sibuk menjilati vaginaku.
"Aahhh, Paak ampuunn... Aku mau pipiisss..."
"Keluarkan saja sayang," ucap Pak Arif pelan dari bawah sana.
Tak lama kemudian tubuhku mulai mengejang, mereka bertiga langsung menghentikan aktifitas mereka, dan...
Serrr...
Aku mengalami orgasme pertama untuk malam ini dan pertama kali seumur hidupku.
Rasanya sungguh nikmat, tak kusangka ternyata orgasme rasanya senikmat itu. Tubuhku terasa sangat lemas dan lelah.
"Hahaha, tadi sok nolak sekarang muncrat juga..."
"Emang cocok jadi lonte kamu Widya," ucap Pak Arif menanggapi ucapan Pak Wahyu barusan.
"Kalo sudah gini, sekarang saatnya kita eksekusi aja nih lonte akhwat, tapi saya duluan hahaha..."
"Yaa, mau bagaimana lagi, silahkan Pak Burhan, saya dan Arif akan menunggu giliran haha..."
Apa maksud mereka mengeksekusiku? Apa mereka akan benar-benar memperkosaku?
Tapi bodohnya aku, pikiranku jelas-jelas menolak tapi kenapa tubuhku berkata lain? Ada apa dengan tubuhku?
Bahkan saat Pak Burhan mengangkat dan mengangkangkan kakiku, aku menurut begitu saja.
Pak Burhan mulai mengarahkan kepala penisnya ke vaginaku, ia mengarahkan penisnya tepat di depan lubang vaginaku.
Kenapa kamu Widya? Kenapa kamu tidak melawan? Ingat Widya, ini dosa! Apa kamu akan membiarkan pria-pria jahanam itu merenggut keperawananku?
Aku berperang antara pikiranku dan tubuhku sendiri, pikiran sehatku berusaha membuatku melawan dan menghindari perzinahan ini, tapi tidak dengan tubuhku. Entah apakah tubuhku sudah dikuasai oleh hawa nafsu? Tapi tubuhku seakan ingin merasakan batang penis Pak Burhan yang cukup besar tapi tidak terlalu panjang itu segera masuk kedalam vaginaku.
Ah, kurasakan geli saat kepala penisnya menggesek lubang vaginaku di bawah sana. Lalu sedikit demi sedikit ia memasukkan penisnya kedalam vaginaku.
Bles...
"Aahhh... Sakiiittt..." Teriakku saat penis Pak Burhan sudah sepenuhnya masuk kedalam vaginaku.
"Sabar ya sayang, sakitnya cuma di awal kok, nanti juga enak," ucap Pak Burhan padaku.
Aku hanya mengangguk pelan sambil berusaha menahan perih yang amat sangat di vaginaku. Sedangkan Pak Burhan membiarkan penisnya tertanam didalam vaginaku, mungkin untuk memberiku kesempatan untuk mengatur nafasku.
Kurasakan ada yang mengalir dari dalam vaginaku. Ya, sepertinya cairan itu adalah darah perawanku yang sudah dijebol oleh kepala sekolahku sendiri.
"Darah perawannya sudah ngucur tuh," ucap Pak Wahyu, sedangkan Pak Arif sibuk merekam aksi cabul Pak Burhan padaku.
"Aahhh..." Aku berteriak kesakitan, disaat bersamaan Pak Wahyu mulai memaju mundurkan penisnya secara perlahan.
Tapi rasa sakit yang tadi kurasakan, perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Pak Burhan mulai mempercepat gerakan pinggulnya.
"Ahh..." Aku mulai mendesah karena rasa nikmat saat vaginaku di sodok oleh Pak Burhan. Seketika aku lupa dengan statusku sebagai seorang akhwat muslimah yang selalu menjaga auratku pada orang lain.
Pak Burhan semakin mempercepat genjotannya di vaginaku, sehingga aku mulai mendesah sedikit lebih keras. Sedangkan tubuhku mulai ikut bergoyang mengimbangi irama genjotan Pak Burhan.
"Nih anak emang cocok banget jadi lonte," ucap Pak Burhan tiba-tiba.
"Masa sih pak? Enak banget ya?" Tanya Pak Arif penasaran dengan apa yang dikatakan Pak Burhan.
"Gak cuma enak Rif, tapi lihat nih!..." Ucap Pak Burhan lalu ia menghentikan genjotannya.
Sedangkan aku masih sibuk menggoyangkan tubuhku sendiri, aku pun merasa bingung kenapa Pak Burhan menghentikan genjotannya. Kemudian Pak Burhan mencabut penisnya dari dalam vaginaku, sehingga aku semakin bingung dibuatnya.
"Hahaha..." Mereka semua tertawa saat melihatku.
"Hahaha... Tadi nolak, sekarang keenakan ya..." Ucap Pak Wahyu seakan merendahkanku.
Pak Burhan yang sudah berdiri sejak mencabut penisnya dari vaginaku, kini ia menarik tanganku. Ternyata Pak Burhan mengajakku masuk kedalam sebuah kamar yang cukup besar dengan ukuran ranjang yang tak kalah besarnya.
Setelah itu Pak Burhan langsung merebahkan badannya di atas kasur dan seketika aku ikut tertarik karena ia masih memegang tanganku.
Pak Burhan kemudian menyuruhku memasukkan penisnya kedalam vaginaku dengan diriku berada di atas tubuhnya.
Kemudian aku menyingkap gamisku sepinggang dan menuruti permintaannya begitu saja. Entah kenapa aku begitu menurutinya, padahal sebelumnya aku menolak.
"Ahh..." Aku mendesah saat penis Pak Burhan terbenam seluruhnya kedalam vaginaku.
Dalam posisi seperti ini, rasanya sangat berbeda dari sebelumnya, penis Pak Burhan seperti menyentuh rahimku. Akupun berinisiatif menggoyangkan tubuhku dengan kedua tanganku bertumpu pada dada bidang milik Pak Burhan.
"Hahaha... Sekarang kamu udah mulai ketagihan kontol Wid," ucap Pak Arif.
"Betul, sepertinya obat yang diberikan Pak Burhan efeknya sungguh dahsyat," balas Pak Wahyu.
Hah, obat apa yang sudah mereka berikan padaku? Aku sama sekali tak merasa sudah meminum obat. Apa mungkin obat itu dicampur dengan teh hangat yang kuminum tadi? Meski begitu, aku sama sekali tak mempedulikannya.
Aku terus menggoyangkan pinggulku, sehingga payudaraku yang dari tadi mencuat dari sela sobekan gamisku sedikit bergetar dalam posisiku yang sedikit membungkuk.
Tak lama kemudian, Pak Burhan seakan mengisyaratkan sesuatu pada Pak Arif yang kemudian Pak Arif keluar kamar, sepertinya sedang menelfon seseorang. Entah kenapa aku tak menghiraukannya sama sekali, seakan tubuhku bergerak sendiri menuntut kepuasan di vaginaku yang terasa gatal sejak tadi.
ns 15.158.61.23da2