POV : Maya
Setelah aku meminta izin dan bilang pada Widya untuk membantuku absen saat jam pelajaran terakhir, aku bergegas mengikuti Steven untuk bolos pelajaran.
Cukup lama aku tidak bertemu dengan Steven pacarku sekitar satu bulan yang lalu aku terakhir bertemu dengannya.
Seperti biasanya jika Steven mengajakku bertemu atau bolos jam pelajaran terakhir, dia pasti ingin melakukan itu denganku.
Merasa hubungan kami mulai renggang aku awalnya menolak ajakan Steven untuk bolos. Tapi akhirnya aku menurutinya lagi, hanya demi satu alasan yaitu aku tidak ingin kehilangan dia, seseorang yang telah merenggut keperawananku.
Kami berdua mulai berjalan keluar sekolah, setelah melewati gerbang kami harus berjalan sekitar kurang lebih seratus meter.
Kami menuju ke sebuah tempat kos bebas dimana teman Steven yang sudah lulus sekolah tinggal disana.
Dulu memang aku sering melakukannya dengan Steven di toilet sekolah, namun semenjak tukang kebersihan di sekolah di ambil alih oleh Pak Sumanto, Steven merasa kurang aman jika kami melakukannya di toilet sekolah.
Sehingga sejak itulah Steven mulai mencari tempat untuk menikmati tubuhku di tempat lain. Hingga akhirnya dia menemukan tempat kos ini yang dimana temannya Steven sering menyewakan kamarnya untuk berbuat mesum.
Setelah berjalan kaki sejauh seratus meter akhirnya kami sampai juga di kosan temannya Steven.
"Wih, jadi juga lu ternyata," ucap teman Steven yang saat itu kebetulan sedang duduk santai di ruang tamu kos sambil menikmati rokoknya.
"Jadi lah... Nih, gw sewa kamar lu sejam ya."
Setelah itu Steven menyerahkan selembar uang lima puluh ribu rupiah kepada temannya itu.
Dia lalu mengajakku masuk kedalam kamar milik temannya, sementara teman Steven masih duduk santai di sofa ruang tamu rumah yang menjadi kos-kosan ini.
Setelah masuk kedalam kamar dan menguncinya dari dalam, Steven mulai mendekatkan wajahnya padaku.
"Lepas semua baju kamu sayang," ucapnya sambil melepas seragam putih abu-abu yang dia pakai.
Aku hanya menuruti keinginannya lalu aku mulai melepas baju seragamku lalu pakaian dalamku.
Hingga saat ini aku dan Steven sudah telanjang sepenuhnya di dalam kamar kos milik teman Steven.
Steven lalu mulai memelukku dengan kedua tangannya meremas pantatku yang putih mulus. Kemudian dengan bernafsu, dia mulai melumat bibirku.
Aku membalas lumatan Steven di mulutku, sedangkan kedua tanganku kulingkarkan di lehernya.
Tak lama kemudian Steven melepaskan lumatannya di bibirku lalu tersenyum kepadaku yang kemudian aku juga membalas dengan senyuman di wajahku.
Setelah itu dia menuntunku untuk menaiki sebuah kasur dan merebahkan tubuhku dalam posisi terlentang.
Aku membuka lebar kedua kakiku sehingga vaginaku dengan bulu-bulu tipis di atasnya terlihat jelas oleh Steven.
Steven lalu mendekatkan kepalanya di vaginaku dan mulai menjilati vaginaku sehingga membuatku mula basah.
"Sshh.. Ahh..."
Aku mendesah menikmati lidah Steven yang menjilati bahkan sedikit masuk kedalam lubang vaginaku. Kedua tanganku juga semakin menekan kepalanya hingga membuat kepala Steven semakin terbenam di selangkanganku.
Tak butuh waktu lama hingga akhirnya kurasakan tubuhku mulai menegang pertanda akan mengalami orgasme.
"Shh... Ahh... Sayang, aku mau keluarr..."
Saat itu juga cairan orgasmeku mulai muncrat dan dengan senang hati Steven membuka mulutnya hingga cairan orgasmeku yang muncrat itu langsung masuk kedalam mulut Steven.
Sekarang giliranku, Steven berada di atasku lalu kontolnya yang sudah tegang dia arahkan ke mulutku.
Aku langsung mengulum kontolnya, memasukkannya semakin dalam hingga menyentuh tenggorokanku. Kemudian Steven mulai menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulutku.
Sementara kedua tanganku meremas kedua payudaraku sambil terus memberikan servis terbaikku pada kontol Steven.
Sesaat kemudian Steven menarik kontolnya keluar dari mulutku, dia membuka lebar kedua kakiku lalu mendekatkan kepala kontolnya di lubang vaginaku.
"Ahh..."
Aku mendesah saat kontol Steven berhasil masuk sepenuhnya kedalam vaginaku.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur mengobok-obok vaginaku dengan kontolnya yang tegang. Kedua tangan Steven lalu mulai meremas kedua payudaraku dengan gemas.
Tak sampai disitu, Steven terus menggerakkan pinggulnya maju mundur secara perlahan lalu dia mendekatkan kepalanya di payudaraku.
"Sshh... Ahhh.... Enak sayang, teruuss ahh..."
Steven mulai melumat dan menyedot kedua putingku secara bergantian hingga aku mulai mendesah semakin keras.
Pasti saat ini teman Steven yang berada di ruang tamu bisa mendengar desahanku, namun aku sama sekali tak menghiraukannya. Lagipula aku dan Steven dulu sering melakukannya di sini.
Keringat mulai keluar dari pori-pori tubuhku, bercampur dengan keringat Steven yang juga mulai keluar dari pori-pori tubuhnya.
Kedua payudaraku sudah basah oleh air liur Steven, lalu dia menghentikan gerakan pinggulnya dan memintaku bertukar posisi.
Steven merebahkan tubuhnya terlentang di kasur, sedangkan aku yang berada di atasnya mulai berusaha memasukkan kontol Steven kedalam vaginaku.
"Aahhh..."
Aku mendesah keras saat kontolnya berhasil masuk sepenuhnya kedalam vaginaku. Dalam posisi seperti ini dapat kurasakan kontolnya seakan mentok di dalam vaginaku.
Aku mulai menggerakkan pinggulku naik turun sedangkan tubuhku menungging sehingga rambutku yang terurai terjatuh di hadapan Steven.
Dia membelai lembut kepalaku dan menyingkap rambutku ke belakang telingaku sehingga membuatku semakin jatuh hati padanya.
Kemudian kedua tangan Steven kembali meremas kedua payudaraku dengan gemas.
Setelah lima menit kemudian, kembali Steven menyuruhku merubah posisi. Aku menunggingkan tubuhku dengan Steven berada di belakangku.
Kedua tanganku berusaha membuka lebar vaginaku supaya Steven semakin mudah memasukkan kontolnya kedalam vaginaku.
"Mhh..."
Aku kembali mendesah saat kontol Steven kembali masuk kedalam vaginaku dari belakang. Dia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur.
Steven semakin mempercepat gerakan pinggulnya sehingga membuatku semakin merem melek dibuatnya.
Sementara tangan Steven kembali meraih payudaraku dan kembali meremasnya dengan gemas.
Hingga tak lama kemudian tubuhku kembali menegang pertanda akan mengalami orgasme.
"Sayaangg.. Ahh.. Aku mau keluar lagi..."
Steven terus mengobok-obok vaginaku dengan kontolnya, hingga akhirnya saat tubuhku menegang dia mencabut kontolnya.
Cairan orgasmeku kembali menyembur dan membasahi sprei kasur milik temannya Steven.
Tubuhku terasa lemas dan nafasku terengah-engah, aku membalikkan tubuhku terlentang.
Aku juga kembali membuka lebar kedua kakiku dan kemudian Steven kembali memasukkan kontolnya kedalam vaginaku.
"Ah... Ah... Ah..."
Aku semakin mendesah keras ketika Steven semakin mempercepat tempo gerakannya menggenjot vaginaku.
Hingga akhirnya kurasakan kontol Steven mulai berkedut di dalam vaginaku pertanda dia akan mengalami ejakulasi.
"Ahh.. Sayang jangan... Ah.. Steven jangan di dalam..."
Namun Steven malah semakin mempercepat sodokannya di dalam vaginaku.
Hingga akhirnya dengan cepat dia mencabut kontolnya lalu dia arahkan di atas perutku.
Sebanyak lima kali Steven menyemburkan spermanya yang hangat di perutku. Tapi saking derasnya dia menyemburkan spermanya sendiri, bahkan sampai mengenai payudara dan wajahku.
Beruntung saja Steven tepat waktu saat mencabut kontolnya dari dalam vaginaku. Jika terlambat sedikit saja, pasti spermanya akan memenuhi rahimku lalu aku akan hamil mengandung anak dari Steven.
Kulihat wajah Steven sangat puas menikmati tubuhku, aku tersenyum padanya lalu aku berusaha bangkit.
Aku mengambil beberapa lembar tisu di meja kecil sebelah kasur untuk membersihkan sperma Steven di wajah, perut, dan payudaraku.
Tak lupa juga aku meminta Steven untuk mengarahkan kontolnya di depan wajahku, lalu aku membersihkan kontolnya menggunakan mulutku sampai benar-benar bersih lalu mengelapnya dengan tisu.
Selama ini Steven tidak pernah mengeluarkan benihnya di dalam vaginaku. Dulu yang sering mengeluarkan sperma di dalam vaginaku adalah Pak Burhan, itupun saat aku masih rutin meminum obat pencegah kehamilan yang ia berikan.
"Sayang, kamu jangan tinggalin aku yaa..."
Aku berucap pada Steven lalu langsung memeluknya dengan erat tak ingin dia pergi meninggalkanku.
Steven hanya diam saja lalu tangannya mulai membelai lembut kepalaku, sehingga membuatku semakin nyaman saat berada di dekatnya.
Setelah aku melepaskan pelukanku, akhirnya Steven mulai angkat bicara.
"Gak akan kok sayang, aku gak akan tinggalin kamu," ucap Steven dengan senyumnya yang selama ini aku rindukan.
Setelah itu aku membalas senyumannya dan mulai beranjak kembali memakai pakaian dalam lalu baju putih pendek dan rok abu-abu pendek.
Steven yang juga sudah memakai kembali seragamnya, kemudian mengajakku keluar. Namun saat itu teman Steven sudah tidak ada di ruang tamu.
Hingga tak lama kemudian Steven segera menarik tanganku dan bergegas pergi dari kos-kosan ini menuju sekolah.
Hal itu karena mungkin saja dia takut jika saat temannya sedang keluar lalu ada warga sekitar yang dengan tidak sengaja mendengar desahan keras yang keluar dari mulutku.
Dengan berjalan agak cepat kami berdua menuju sekolahan, kemudian sesampainya di parkiran yang dekat dengan gerbang sekolah, Steven menarik tanganku lalu mengajakku masuk ke parkiran bagian belakang.
"Sayang, kenapa sih kok buru-buru? Terus teman kamu tadi kemana?" Tanyaku.
"Itu masalahnya, aku takut aja kalo dia gak jagain kita di ruang tamu terus ada orang lain masuk dengar desahan kamu gimana," ucap Steven sambil berusaha menenangkan dirinya.
Aku hanya diam menyadari jika apa yang dikatakan Steven itu benar, maka bukan tidak mungkin apa yang kami lakukan akan tersebar sampai seluruh siswa di sekolah mengetahuinya.
Kami berdua terus berjalan ke belakang parkiran, hingga sesampainya di sana aku melihat juga ada beberapa siswa laki-laki dan perempuan yang sedang bolos pelajaran.
Bahkan aku tidak menyadarinya sama sekali, ruangan belakang parkiran yang cukup luas ini sudah disulap oleh mereka menjadi seperti base camp bagi mereka. Bahkan ada juga beberapa siswa siswi adik kelasku ikut bolos bersama kami.
Beberapa diantara mereka ada yang sedang asik merokok, ada pula yang ngopi atau minuman lainnya menggunakan kompor gas portable yang sepertinya sengaja mereka bawa.
Kulihat ponselku dan ternyata masih ada sisa sekitar lima belas menit sebelum bel pulang sekolah.
"Sayang, aku dengar-dengar Fajar sama Widya sahabat kamu itu udah resmi pacaran ya? Kok bisa sih?" Tanya Steven yang saat itu mengajakku duduk di lantai yang sudah beralaskan tikar itu.
"Ee... Iyaa... Aku... Gak tahu juga sih kenapa..." Jawabku dengan sedikit beralasan.
Beruntungnya Steven sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dia tanyakan, lalu dia menyodorkan segelas teh hangat kepadaku.
"Yaudahlah, kalo emang mereka resmi pacaran, kamu tiap jam pelajaran terakhir ikut aku aja bolos di sini sama anak-anak."
Saat itu beberapa siswa siswi yang mendengar perbincangan antara aku dan Steven mulai memandangiku. Beberapa laki-laki di antara mereka nampak kecewa karena sang pujaan hati sudah menjadi milik orang lain.
Sedangkan beberapa siswa perempuan yang seangkatan denganku bersikap seperti biasanya, seakan tidak suka meski hanya mendengar nama Widya saja.
Aku hanya diam saja mendengar ucapan Steven, apa aku akan mengikuti Steven? Tapi jika aku mengikuti kemauannya pasti aku akan selalu bolos dan pasti juga akan berpengaruh dengan nilaiku.
Tapi di sisi lain aku juga tak mau menolak keinginannya karena takut jika saja nanti Steven malah semakin tidak suka denganku.
ns 15.158.61.42da2