POV : Widya
Mereka masih terus membawaku ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu kemana. Tapi yang pasti mobil jeep yang membawaku ini melaju searah dengan kosanku, meski mobil ini sudah melewati halte dekat kosanku.
Aku sendiri masih terdiam antara takut dan penasaran yang bercampur menjadi satu. Aku merasa takut jika mereka sampai macam-macam kepadaku lalu melukaiku.
Sementara di sisi lain aku juga merasa penasaran kemana mereka akan membawaku dan apa yang mereka inginkan dariku.
Karena mereka membawa senjata tajam lalu aku berpikir mungkin aku akan selamat dan mereka tidak akan melukaiku selagi aku menuruti apapun kemauan mereka.
Hingga akhirnya setelah melewati gang tempat kosanku sejauh lima ratus meter, mobil jeep yang membawaku berbelok memasuki sebuah gang yang sangat sepi, hanya ada pohon dan semak-semak di kanan dan kiri jalan gang ini.
Bahkan jalan gang ini hanya bisa dilalui oleh sebuah mobil saja dan hanya menyisakan tempat berpapasan untuk sebuah motor.
Setelah sekitar seratus meter menyusuri jalan gang sempit yang sepi dan hanya ada perkebunan di sebelah kanan dan kiri jalan, mobil jeep yang membawaku berhenti di depan sebuah rumah yang tampak tak terawat.
Meski begitu rumah ini tampak cukup besar dengan dua lantai dan juga sebuah tempat parkir yang terdapat sekitar lima motor berjejer di parkiran itu.
Ketika dua orang yang membawaku memaksaku keluar, aku melihat deretan motor itu yang tiga diantaranya tidak asing bagiku.
Tiga motor itu adalah motor yang dikendarai oleh beberapa pria yang beberapa hari lalu memandangi tubuhku saat aku ingin membuang sampah di kosanku.
Ada sedikit rasa penyesalan karena kemarin aku sempat menggoda pengendara motor-motor itu dengan cara menggoyangkan pantatku saat berjalan membelakangi mereka.
Namun rasa penyesalanku masih kalah dengan rasa penasaranku dengan apa yang akan mereka lakukan padaku, apakah mereka akan memperkosaku? Ah, hanya memikirkannya saja sudah membuatku sedikit basah.
Ditengah rasa penasaranku mereka mulai menarik tanganku lalu menggiringku masuk kedalam rumah besar yang tidak terawat itu.
"Lepasin... Bang, plis lepasin saya..."
"Diem lu, tadi aja keenakan lu... Sekarang gausah sok ngelawan lagi..."
Ketika aku berusaha berontak, salah satu dari mereka yang menggiringku menempelkan sebuah pisau tepat di leherku yang masih tertutup jilbab putih.
Saat aku sudah berada di dalam, aku melihat ruangan di dalamnya yang luas lalu ada sekitar tiga kamar dan toilet di ujung belakang ruangan ini, lalu di sebelahnya lagi terdapat tangga yang menuju ke lantai dua. Sepertinya mereka sudah menyulap rumah ini menjadi markas mereka.
Terlihat dengan adanya beberapa kursi dan meja yang tersusun di pinggir ruangan ini. Terdapat beberapa coretan grafiti bahkan terdapat gambar penis laki-laki.
Selain itu, di ujung ruangan ini terdapat lukisan sebuah logo dan nama yang bertuliskan Joker Army yang merupakan sebuah nama geng motor yang sudah terkenal di lingkungan tempat kosanku.
Aku juga mencium aroma rokok dan alkohol yang begitu menyengat di ruangan ini.
Selain beberapa meja dan kursi yang tertata rapi, aku juga melihat beberapa putung rokok berserakan lalu beberapa botol miras yang berada di masing-masing meja.
Kini aku dikerumuni oleh banyak pria berwajah menyeramkan, bahkan beberapa dari mereka memiliki tato dan tindik di wajah mereka.
Jumlah mereka semua kira-kira sekitar lima belas orang dengan usia mungkin sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahunan.
"Hehehe... Kemarin lu sengaja kan goyangin pantat lu di depan kami hahaha..."
"Emang sengaja dia, tadi aja waktu di mobil di dalam memeknya masih ada pejuh, hahaha..."
"Wiihh... Masih sekolah kok udah jadi lonte aja sih mbak, mau jadi perek di sekolah ya, hahaha..."
Mereka semua mulai melecehkanku dengan ucapan mereka yang terkesan merendahkan.
Aku hanya diam mematung sambil terus menundukkan kepalaku. Lalu kulihat seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun yang dari kemarin mengincarku berjalan kearah belakangku.
"Akhhh... Jangan!..."
Tiba-tiba saja pemuda itu mendaratkan kedua tangannya di payudaraku, lalu dia mulai meremas kedua payudaraku dengan kasar.
Aku mencoba melepaskan diri dari cengkeraman pemuda itu, aku terus meronta berusaha melawannya yang masih terus meremas kedua payudaraku dengan kasar.
Namun tenagaku kalah jauh dengan pemuda itu, semakin aku melawan kurasakan tubuhku semakin sakit karena dekapannya yang kuat dan cengkeramannya di payudaraku begitu kasar.
"Geledah tas ini cewek..."
"Ja-jangan bang, pliisss... Jangan..."
Salah satu dari mereka mulai mengambil tasku yang sebelumnya tergeletak begitu saja di lantai yang kotor. Lalu ia mengeluarkan sebuah dompet dan ponsel milikku.
"Nih bos, ada uang tiga ratus ribu," ucap pria yang tadi menggeledah tasku, lalu memasukkan uang itu kedalam celananya.
"Ahh... Bang, pliiss... jangan ambil uang saya... Akhh..."
Kurasakan tubuhku semakin sakit saat aku semakin berusaha meronta dari dekapan pemuda di belakangku.
Hingga akhirnya aku memilih untuk diam dan tidak melawan lagi, daripada tubuhku terasa semakin sakit.
"Bang... Bang... Jangan buka hp saya!... Jangaaan...."
Aku kembali meronta namun masih tidak bisa apa-apa saat orang yang tadi menggeledah tasku mengambil ponselku lalu membukanya. Ia dengan mudah membuka beberapa aplikasi di ponselku yang memang tidak pernah ku password.
"Hahaha... Jadi emang bener lonte nih cewek, liat aja tuh..." Ucap pria itu lalu memberikan ponsel itu kepada salah satu temannya.
"Hahaha..."
Mereka semua langsung tertawa dan semakin memandangiku dengan tatapan mesum setelah mereka semua sudah melihat isi chatku satu persatu.
Bahkan mungkin mereka sudah melihat beberapa fotoku yang yang sudah pernah ku kirimkan kepada teman laki-laki di sekolahku.
"Baang... Pliisss... Lepasin saya..."
Plak...
"Diam lu..."
Tiba-tiba saja pemuda yang tadi mencengkeramku langsung melepaskanku dan dengan cepat menampar pipiku. Aku terjatuh dengan duduk bersimpuh di lantai ruangan yang kotor.
Aku memegangi pipiku yang baru saja di tampar oleh pemuda yang merupakan bos mereka lalu air mataku mulai menetes membasahi pipiku.
Kemudian pemuda itu berjongkok di hadapanku dan mendekatkan kepalanya padaku lalu mulai mengancamku.
"Lu udah jadi lonte gratisan gausah sok nolak lagi, atau lu mau gw siksa terus keburukan lu gw sebar ke internet... Ngerti?"
Setelah mengatakan itu, dia menunjukkan ponselnya kepadaku, di ponselnya menunjukkan video mesumku yang hanya tinggal sekali tekan saja video itu akan langsung terupload di internet.
Aku hanya diam lalu menganggukkan kepalaku perlahan mematuhi apa yang dia inginkan.
"Sekarang ngangkang yang lebar terus rok seragam lu angkat sampe memek lu keliatan," ucap Pemuda itu.
Aku hanya bisa pasrah menuruti semua kemauannya, lalu aku mulai menarik rok abu-abuku setinggi pangkal pahaku lalu aku membuka lebar kedua kakiku.
Sedangkan kedua tanganku menyangga tubuhku dengan bertumpu pada lantai yang ada di belakangku.
Namun dalam posisi seperti ini dengan vaginaku yang langsung terekspos karena rok abu-abuku sudah terangkat dan kedua kaki mengangkang lebar, membuat nafsuku kembali naik.
Apalagi saat ini aku sedang dikerumuni oleh sekitar lima belas pria berwajah menyeramkan dengan tato di tubuhnya.
Suasana yang awalnya dipenuhi oleh tawa mereka yang menyebalkan, kini menjadi hening ketika aku mengangkat rok abu-abuku dan menampakkan pahaku yang putih mulus dan vaginaku yang bersih tanpa sehelai rambutpun.
Aku melirik kearah mereka yang sedang terpana dengan mata yang melotot saat memandangi paha dan vaginaku.
Dipandangi seperti ini oleh banyak pria sekaligus benar-benar membuatku semakin bernafsu, namun aku masih berusaha menahannya supaya aku tidak terlihat seperti seorang akhwat lonte yang selalu haus akan kelamin laki-laki.
"Mulus banget tuh paha."
"Lihat tuh memeknya legit banget, jadi gak sabar nih."
"Heran gw, kenapa barang sebagus ini malah ditutupin."
"Ya kalo yang putih mulus diumbar banyak diluar sono."
"Iya juga ya, ini spek ukhti-ukhti yang udah jadi impian gw."
"Bener kan... Apa lagi masih sekolah gini makin nafsu lagi."
Kudengar samar-samar bisikan mereka bersahutan memuji keindahan paha dan vaginaku yang bersih. Ada rasa bangga dari dalam diriku saat mendengar pujian mereka pada keindahan tubuhku.
Namun aku masih berusaha menahan nafsuku yang sejak tadi sudah ingin dipuaskan oleh kontol mereka untuk menyetubuhiku bergantian.
Hingga tak lama kemudian pemuda yang tadi mendekapku dengan kasar, datang dari luar kerumunan mereka dengan membawa sebuah botol miras lalu menghampiriku.
"Buka mulut lu, julurin lidah lu kayak anjing," ucap pemuda itu.
Aku hanya menuruti keinginannya karena saat ini sisi liar dan binal sudah mulai menguasai diriku.
"Aaaa...."
Aku mulai mendongakkan kepalaku lalu membuka mulutku lebar dengan lidah yang terjulur seperti seekor anjing.
Lalu dengan sigap pemuda itu menuangkan sebotol bir kedalam mulutku, hingga dengan perlahan air didalam botol itu perlahan masuk kedalam mulutku.
Aku menutup mataku serapat mungkin namun dengan mulutku yang masih terbuka lebar dan lidahku yang masih terjulur.
Kurasakan air itu sangat pahit mencekik saat air itu masuk kedalam mulutku lalu mengalir kedalam tenggorokanku.
Aromanya sangat kuat saat air itu benar-benar masuk kedalam tenggorokanku. Aku mulai gelagapan namun tetap mempertahankan posisiku seperti ini.
Aku mencoba membuka mataku kembali dan kulihat air itu bahkan sampai tumpah membasahi jilbabku mengenai leherku lalu membasahi baju seragamku dan beberapa menetes ke lantai yang kotor.
"Habisin..."
"Habisin..."
"Habisin..."
Mereka semua yang tadinya diam terbengong karena melihat paha dan vaginaku, kini mulai bersorak seakan memberiku semangat.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk..."
Aku tak sanggup lagi menelan minuman keras yang ia berikan padaku hingga aku harus menutup mulutku lalu terbatuk. Aku kembali bersimpuh di lantai yang kotor ini dengan rok abu-abuku yang masih terangkat setinggi pangkal pahaku, memperlihatkan pahaku yang putih mulus.
"Enak?" Tanya pemuda itu dengan senyuman mesum kearahku.
Aku hanya terdiam lalu menggelengkan kepalaku, kulihat mereka kembali berpesta dengan meminum minuman keras. Selain itu asap rokok mengepul tebal memenuhi ruangan ini.
Beberapa saat mereka membiarkanku dalam posisi bersimpuh seperti ini dengan rok abu-abuku yang masih tersingkap. Beberapa dari mereka ada yang duduk di kursi yang tersusun rapi di pinggir ruangan, sedangkan sisanya masih tetap mengerumuniku sambil meneguk sebotol miras.
Hingga tak lama kemudian aku mulai merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhku. Kepalaku mulai terasa pening dan berat, lalu pandanganku mulai kabur.
Perasaan yang sama ketika aku datang kerumah Pak Burhan di komplek prostitusi, dimana saat itu aku diberi semacam obat perangsang yang tercampur dengan teh hangat.
Setelah itu kurasakan vaginaku mulai terasa gatal dan mulai basah. Ah, apa mereka memberiku obat seperti apa yang Pak Burhan lakukan waktu itu?
ns 18.68.41.137da2