Beberapa menit yang lalu saat aku masuk kedalam kamarku, aku langsung merebahkan tubuhku dalam posisi tengkurap.
Masih di posisi yang sama, aku masih menangis tersedu-sedu karena teringat kejadian sesaat sebelum aku turun dari bus.
Aku begitu menyalahkan diriku sendiri karena begitu mudahnya aku terhasut nafsu syahwat sehingga dengan mudah bagi orang lain untuk melecehkan ku.
Bahkan aku menikmatinya, tidak hanya itu dia juga orang asing, aku sendiri juga tak tahu siapa namanya.
Tangisku semakin menjadi-jadi saat teringat terakhir kali aku meninggalkan kamar ini. Baru semalam aku meninggalkan kamar kos ini dengan statusku yang masih perawan, namun sekarang?
Sekarang, aku sudah tidak perawan lagi, bahkan aku dengan suka rela disetubuhi oleh orang-orang yang seharusnya membimbingku menuntut ilmu, bahkan dengan biadabnya mereka juga menyetubuhi anusku.
Seketika aku mengingat sesuatu, aku mencoba mengecek kondisi anusku, kuraba menggunakan tangan kiriku.
Ahh...
Aku sedikit mendesah saat jariku sedikit ku masukkan kedalam anusku, aku kembali merasakan nafsu birahiku semakin memuncak.
Lalu ku coba memasukkan jariku lebih dalam lagi ke lubang anusku. Oh tidak, sepertinya lubang anusku saat ini terasa lebih longgar.
Masih di atas kasur, aku mencoba menyingkap rok gamisku hingga sepinggang lalu aku menungging membelakangi kaca cermin yang ada di lemari pakaianku.
Aku berusaha sebisa mungkin melihat bayangan anusku dari kaca cermin itu, dan ternyata benar, lubang anusku saat ini telah terbuka sedikit lebih longgar.
Apa karena semalam mereka menghajar habis anusku? Ahh, aku terlihat semakin seksi dalam posisi seperti ini, nafsu birahiku semakin memuncak.
Lalu ku coba membalikkan tubuhku dalam posisi terlentang namun dengan keadaan kaki yang mengangkang lebar dengan rok gamisku yang sudah ku angkat sepinggang.
Ku remas kedua payudaraku dan sesekali aku memilin putingku dari luar gamisku, ah rasanya sungguh nikmat sekali.
Aku mencoba menarik kerah gamisku hingga sangat melar, lalu payudaraku yang besar dan kencang mencuat dari atas kerah gamis yang kutarik ke bawah.
Masih ada noda sperma kering di atas payudaraku dan gamisku, lalu kucoba menjilati noda sperma kering di payudaraku, rasanya tidaklah buruk.
Ahh... Kurasakan vaginaku sedikit basah, bukan, tapi memek. Memekku semakin basah, seperti itulah Pak Anwar mengajariku.
Kembali ku gesek memekku dan sesekali kumasukkan jariku kedalam memekku, tak lupa aku juga memilin biji klitorisku hingga akupun mendesah keenakan.
Namun aku merasa seperti ada yang kurang, tapi apa? Oh ya, penis. Bukan, bukan penis tapi kontol, aku sangat menginginkan kontol untuk memuaskan birahiku yang sedah memuncak.
Tapi bagaimana caranya? Apa aku harus keluar dengan keadaan seperti ini lalu keliling kampung dan meminta orang-orang menyetubuhiku? Ah, apa yang aku pikirkan.
Lalu kucari benda apapun yang bisa ku gunakan untuk memuaskan birahiku, aku menemukan bolpoin tapi kekecilan, botol minum tapi terlalu besar.
Hingga akhirnya aku menemukan tipe-x cair yang sedikit lebih besar dari bolpoin. Aku kembali merebahkan tubuhku dengan posisi mengangkang seperti sebelumnya.
Aku menggunakan tipe-x cair itu namun bukan di memekku, namun aku mencoba memasukkan benda itu kedalam anusku.
Ahh... Desahku keenakan saat benda itu masuk separuhnya kedalam anusku, lalu aku juga memasukkan dua jariku kedalam memekku, ahh... namun sepertinya menggunakan dua jari terlalu besar, hingga aku hanya menggunakan satu jari tengahku untuk mengocok memekku, sedangkan tanganku yang satunya sibuk meremas dan memilin putingku.
Tak lupa juga aku mengocok memekku dan memaju mundurkan benda di anusku secara bersamaan.
Ahh... Enak banget, ahh... Kenapa baru sekarang aku merasakan sensasi ini? Ternyata masturbasi sangatlah nikmat, jika saja aku tahu rasanya senikmat ini, mungkin aku sudah melakukan masturbasi sejak dulu.
Tak bisa kupungkiri, meski aku adalah seorang akhwat berhijab, sebenarnya sejak dulu aku mudah terangsang, karena beberapa bagian tubuhku yang lumayan sensitif.
Namun dulu aku selalu bisa menahannya karena hal semacam itu dilarang dalam agama. Tapi sekarang? Ahh... sepertinya aku sudah kecanduan, kecanduan kontol untuk memuaskan birahiku.
Beberapa menit kemudian kurasakan tubuhku menegang, kurasakan diriku semakin tenggelam dalam kenikmatan syahwat yang selama ini kuhindari.
Hingga tubuhku mengejang hebat, pinggulku sedikit terangkat, desahanku semakin tak karuan hingga akhirnya.
Seerrr...
Aku akhirnya klimaks, cairan orgasmeku muncrat sangat banyak hingga membasahi sprei dan ada sebagian yang muncrat lumayan jauh membasahi lantai.
Tubuhku terasa lemas, nafasku ter engah-engah, lalu aku berusaha mencabut tipe-x cair dari lubang anusku lalu ku kulum benda itu.
Sedangkan tanganku yang satunya lagi mencoba meremas payudaraku yang masih menyembul keluar dari atas kerah gamisku dengan lembut.
Kurasakan sisa-sisa orgasmeku yang masih terasa nikmat, hingga beberapa saat akhirnya akupun tertidur.
***
Aku terbangun sekitar pukul 11 siang, tubuhku terasa kedinginan ditambah lagi perutku sudah mulai lapar, karena sejak tadi pagi aku belum makan apapun.
Saat aku ingin bangun tubuhku terasa sangat lelah, gamisku masih acak-acakan seperti sebelumnya. Rok gamis yang masih tersingkap setinggi lutut dan juga payudaraku yang masih menyembul keluar.
Ku bangkitkan tubuhku lalu aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dari keringat dan noda sperma kering di payudaraku.
Tak lupa aku mencuci gamis dan jilbab yang kupakai sebelumnya sampai benar-benar bersih.
Namun saat aku membersihkan vaginaku dan payudaraku, nafsu birahiku kembali bangkit. Aku mencoba menahan nafsu birahiku sebisa mungkin.
Aku keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang terlilit di tubuhku, tanpa pikir panjang aku langsung keluar melalui pintu belakang kamar kos untuk menjemur cucianku di sana.
Aku tak perlu khawatir ada orang lain yang mengintip, karena di belakang setiap kamar memang disediakan tempat untuk menjemur pakaian masing masing, selain itu juga disana terdapat pagar tembok setinggi pundakku.
Setelahnya aku kembali masuk lalu mengunci pintu belakang, aku mencari pakaian ganti di lemariku. Saat tanganku ingin membuka tempat khusus pakaian dalam, aku sempat berpikir.
Apa aku perlu menggunakan pakaian dalam? Tapi kan Pak Burhan melarangku memakai pakaian dalam, aku merasa bimbang.
Setelah beberapa saat aku menimbang tak terasa handukku melorot hingga aku telanjang bulat, meski aku masih berada di dalam kamarku sendiri aku sedikit terkejut.
Saat ku ambil handuk dan akan ku lilitkan lagi di tubuhku, tiba-tiba kurasakan putingku kembali mengeras, sehingga aku tidak jadi memakai handuk .
Aku kembali mencoba meremas kembali payudaraku dan sesekali memilin putingku.
Kumasukkan jariku kedalam vaginaku dan sesekali ku cubit klitorisku, ahh... enaakhh... Desahku ringan.
Kenapa aku jadi mudah terangsang? Pikirku dalam hati. Aku menunggingkan tubuhku menghadap cermin di lemari dengan tanganku bertumpu disana.
Aku terlihat seksi jika seperti ini, payudaraku juga terlihat bergelantungan saat kulihat diriku sendiri di cermin.
Kenapa orang-orang lebih bernafsu jika melihat akhwat lonte seperti diriku daripada lonte dengan pakaian yang minim?
Apa? Tidak! Apa aku baru saja bilang bahwa aku ini akhwat lonte? Tidak mungkin, aku mengakuinya? Tapi, tapi aku tiba-tiba membayangkan sebuah kontol saat ini sedang menggenjotku dari belakang.
Ah, kenapa tiba-tiba aku membayangkan alat kelamin laki-laki? Apa aku sekarang sudah menjadi akhwat lonte sepenuhnya? Tapi, aku lapar, sedangkan hasrat birahiku saat ini tiba-tiba saja ingin dipuaskan.
Apa aku keluar mencari makan tanpa pakaian dalam saja ya? Oh tidak, membayangkannya saja bisa membuat vaginaku basah.
Sadar, Widya... Sadar... Apa kamu mau saat keluar nanti malah ada orang berniat buruk padamu, lalu memperkosamu?
Akhirnya aku kembali berdiri berniat memakai pakaian dalam dan gamis yang longgar seperti aku sebelum-sebelumnya.
Namun lagi-lagi tubuhku bergerak dengan sendirinya diluar kendaliku, aku mengambil sebuah gamis tipis berwarna hitam dan agak ketat itu dan jilbab pashmina berwarna krem, namun dengan bahan kain yang lumayan tebal dan besar.
Bahkan aku memakainya tanpa memakai pakaian dalam apapun, lalu jilbabku, kedua ujungnya ku singkap ke atas pundakku.
Begitu akal sehatku tersadar, aku cukup terkejut saat melihatku dari cermin. Kedua putingku menonjol cukup jelas karena gamis yang kupakai kali ini sama persis seperti gamis yang ku pakai sebelumnya. Berbahan tipis dan agak ketat, meski berwarna hitam, namun masih terlihat jelas lekukan tubuhku dan juga tonjolan putingku.
Aku kembali memperbaiki dan ku atur sedemikian rupa sehingga kain jilbab yang ku pakai bisa menutupi bagian dadaku yang menonjol dengan baik.
Aku bergegas keluar dan tak lupa kumasukkan ponselku kedalam tas selempangku.
Kembali kurasakan putingku bergesekan dengan kain gamisku, sehingga membuatnya semakin mengeras. Aku berusaha cuek karena perut ini sudah sangat lapat.
Saat aku sampai di gerbang dan membuka pintu gerbang, suara seseorang dari luar gerbang mengejutkanku.
"Assalamu'alaikum, Widya? Tumben kok udah pulang sekolah?"
Aku menghela nafas ternyata ia adalah tetangga kosku Mbak Hana, ia sepertinya sudah pulang kuliah dengan menaiki motor maticnya.
Mbak Hana orangnya sangat cantik, aku sebenarnya iri dengan kecantikannya meski banyak orang juga berkata aku sudah sangat cantik.
"Wa'alaikumsalam, Mbak Hana? Ehh... Ee... Tadi agak nggak enak badan mbak, hehe..." Aku pun membukakan pintu untuk Mbak Hana supaya ia bisa cepat masuk.
"Terus sekarang mau kemana? Saya lihat tadi kok kamu sedang terburu-buru,"
"Mau beli makan mbak, Mbak Hana mau nitip?"
"Oh tidak usah repot-repot, saya sudah makan tadi waktu di kampus,"
"Yasudah mbak, saya pergi dulu ya mbak, ini perut sudah tidak mau diajak kerjasama, assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati ya Wid," balas Mbak Hana sedikit berteriak karena aku sudah keburu pergi, takut jika saja Mbak Hana menyadari penampilanku saat ini.
Tapi, dia sepertinya tidak menyadari, biasanya Mbak Hana selalu menegur penghuni kos lain yang memakai pakaian terbuka.
Tak mau memikirkannya lagi, aku pun kembali berjalan. Karena hari sudah siang, aku menjaga jalanku supaya payudaraku tidak terlalu terlihat bergerak dengan bebas.
Setelah keluar dari jalan gang kosanku, dan menempuh jarak beberapa meter, akhirnya aku sampai di rumah makan langganan para tetangga kosku.
Harganya yang ramah bagi anak sekolahan dan yang pasti halal, membuat rumah makan ini selalu ramai. Bahkan rumah makan ini selalu buka 24 jam.
9648Please respect copyright.PENANASOML1AGmcH